Kamis, 26 Juli 2012

Ujian Kompetensi Guru (UKG)

di bawah adalah web tentang ujian kompetensi guru,
di dalamnya ada petunjuk dan kisi-kisi UKG berdasarkan mata pelajaran untuk semua jenjang, silahkan di klik saja.
http://bpsdmpk.kemdikbud.go.id/ukguru/

semoga bermanfaat

Minggu, 22 Juli 2012

Pendidikan Karakter Bangsa berbasis ASWAJA Terintegrasi dalam Pembelajaran Bahasa Inggris


Oleh Muhammad Yunus (Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UNISMA)


Abstract
Educational institutions can be divided into formal, informal, and non-formal education. The three kinds of institution are seen to inherit the nation’s culture and the development of science. The richness of Indonesian’ culture should be inherited by our next generation. However, the very rapid technological developments have brought changes to people’s lives (lifestyle and social life). Therefore, it needs to be revitalized nation’s cultural values ​​through character education integrated in a particular subject. The author offers Aswaja values which in line with nation characters through the teaching learning process in the classroom.
Sebagai bangsa dan Negara (nation and state), Indonesia dikenal dunia sebagai Negara yang kaya akan nilai-nilai kebangsaan. Kekayaan nilai-nilai kebangsaan tercermin dalam keanekaragaman sosial, politik, budaya, dan bahasa  melalui kerukunan dan kebersamaan hidup, musyawarah mencapai mufakat, gotong royonh, tenggang rasa (teposeliro) dan pastinya kepercayaan kepada Tuhan YME. Nilai-nilai kebangsaan tersebut diwariskan kepada generasi bangsa ini melalui sebuah lembaga pranata sosial yaitu keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan (sekolah) yang kita sebut  pendidikan.
Namun demikian, seiring dengan tantangan zaman yang semakin kompleks dan mengglobal serta arus informasi yang sulit dibendung dan difilter mengakibatkan pudarnya nilai-nilai karakter bangsa dikalangan generasi muda bangsa ini dengan indikasi pergeseran nilai etika dan nilai budaya. Gejala itu diakibatkan oleh carut marutnya kompleksitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Beberapa misalnya besarnya kesenjangan taraf kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia. Begitu besar perbedaan antara orang kaya dan miskin. Ketidakpastian hukum kepada masyarakat kecil. Yang punya bisa dengan seenaknya mengendalikan hukum sementara yang tidak punya berulangkali menjadi korban hukum walau kasus yang diterimanya sangat sepele.
Lebih dari itu maraknya pergaulan bebas dan pornografi dikalangan remaja kita sudah sangat meresahkan bahkan sudah pada titik kulminasi yang kalau tidak segera dilakukan pembinaan sejak dini maka generasi bangsa ini akan rusak. Mereka mulai berpikir bahwa pergaulan bebas adalah hal biasa. Kurangnya kontrol orang tua dan rasa peduli dari pendidik di sekolah mengakibatkan para remaja yang notabene adalah siswa dengan leluasa melangkah melakukan hubungan bebas dengan lain jenis.  Oleh karenanya perlu dilakukan revitalisasi tentang nilai-nilai karakter bangsa melalui pendidikan karakter di sekolah melalui pembelajaran di kelas.
Ahmed Machfudh (2011) menyatakan bahwa karakter bangsa merupakan pilar penting dan ibarat kemudi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan karakter merupakan warisan luhur bangsa Indonesia. Sejak lama dalam kehidupan keseharian para pendiri bangsa ini sudah mengajarkan kepada putra-putrinya tentang karakter bangsa. Namun demikian seperti yang disampaikan sebelumnya, bahwa pendidikan karakter ini belum terimplementasikan dengan baik atau terjadi broken-line dari generasi sebelumnya sehingga warisan luhur itu menjadi putus. Dengan demikian perlu dipikirkan bagaimana memasukkan nilai-nilai karakter itu dalam mata pelajaran. Salah satu pelajaran yang dikaji dalam tulisan ini adalah matapelajaran bahasa Inggris. Selama ini bahasa Inggris hanya berjalan sebagai pelajaran saja karena sekolah orientasi pada bagaimana siswa lulus ujian nasional bahasa Inggris. Jauh dari itu sebenarnya guru bisa menerapkan pendidikan karakter dalam matapelajaran bahasa Inggris. Oleh karenanya revitalisasi pendidikan karakter bangsa berbasis nilai-nilai Ahlussunnah wal Jama’ah dalam matapelajaran bahasa Inggris ini ditulis.
Makna Pendidikan Karakter
Kata pendidikan sebagai kata benda didalam bahasa Arab ialah tarbiyah dengan kata kerja mendidik atau rabba bermakna usaha dan kegiatan pembinaan pribadi, kepemimpinan, pemeliharaan. Pembinaan pribadi, kepemimpinan, dan pemeliharaan mengandung kegiatan pengajaran yaitu penyampaian ajaran, member contoh, melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung ide pembentukan pribadi yang sejalan dengan nilai-nilai kepribadian bangsa (Sudiyono, 2009).
Mudyahardjo (2010) menjabarkan makna pendidikan menjadi tiga ruang lingkunp, maha luas, sempit, dan luas terbatas. Pendidikan dalam pengertian maha luas adalah segala situasi dalam hidup yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang. Pendidikan adalah pengelaman belajar. Dalam arti sempit pendidikan adalah sekolah atau persekolahan (schooling). Sekolah adalah lembaga pendidikan formal sebagai sebagai salah satu hasil rekayasa dari peradaban manusia, disamping keluarga, dunia kerja, negara, dan lembaga keagamaan. Dalam pengertian luas terbatas pendidikan adalah berbagai macam pengalaman belajar dalam keseluruhan lingkungan hidup, baik di sekolah maupun di luar sekolah yang sengaja dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Hal ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang SIstem Pendidikan Nasional beserta penjelasannya. Pendidikan dinyatakan sebagai usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan pengajaran, bimbingan, dan/ atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang (Depdikbud: 1993)
Ki Hadjar Dewantara memaknai pendidikan yaitu daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Bagian-bagain itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita. Lebih lanjut Nuarani Soyomukti dalam bukunya teori-teori pendidikan (2010) mendefinisikan pendidikan sebagai proses untuk memberikan manusia berbagai macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri yang meliputi penyadaran, pencerahan, pemberdayaan, dan perubahan perilaku. Karenanya, pendidikan berkaitan dengan bagaimana manusia dipandang. Dalam hal ini, pandangan ilmiah tentang manusia sebagai makhluk Allah dengan segala keunikan yang dimilikinya. Memandangnya harus komprehensif dengan cara-cara yang juga manusiawi.
Pasal 3 UU Sisdiknas mengisyaratkan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam buku Young Person’s Character (2006) dijelaskan bahwa “character is about good choices and positive actions. It is about doing the right thing. Character shows itself in your behavior. Character involves your conscience. Character taps into your judgment, your heart, and your thinking.”
Senada dengan itu Djiwandono (2000) menguraikan dengan bahasa yang lain yaitu pendidikan nilai. Menurut beliau pendidikan nilai ditujukan pada penanaman nilai-nilai kebangsaan untuk menangkis pengaruh nilai-nilai negative atau yang cenderung mendorong nilai-nilai negative dalam artian moral yang merupakan akibat dari arus globalisasi. Nilai-nilai negatif seperti materalisme, konsumerisme, dan hedonism untuk dirubah dengan nilai-nilai kesederhanaan dan cinta kasih kepada sesama (kepedulian kepada sesama).
Karakter berarti ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam  menghadapi kesulitan dan tantangan. Karakter terkait dengan kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kepedulian antar sesama, dan lain-lain. Dengan demikian pendidikan karakter merupakan bagian integral yang sangat penting dari pendidikan di Indonesia.  Hal ini juga sejalan dengan ending empat pilar pendidikan menurut UNESCO yaitu belajar menjadi manusia seutuhnya dan belajar untuk hidup bersama-sama dalam keharmonisan.
Makna Ahlussunnah Wal Jamaah (ASWAJA)
Ahlussunah wal jamaah merupakan salah satu teologi keagamaan yang ada dalam islam. Menurut sejarahnya paham teologi keagamaan ini di cetuskan oleh Abu Al-Hasan al-Asy’ari  dan Imam Abu Mansur al-Maturidi. Kemunculan aswaja tidak bisa lepas dari friksi-friksi yang muncul antar kelompok islam setelah wafatnya para Khulafaur Rosyidin (Abu Bakar Assiddiq, Umar bin Khotab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Tholib). Istilah ahlussunnah wal jamaah ini sudah diprediksi Rosulillah dalam hadistnya riwayat HR. Thabarani yang artinya “Kaum Yahudi akan terpecah menjadi 71 firqah/golongan, kaum Nasrani akan terpecah menjadi 72 firqah/golongan sedangkan umatku (Islam) akan terpecah menjadi 73 firqah/golongan. Yang selamat di antara mereka itu hanya satu, sedangkan sisanya binasa. Para sahabat bertanya “Siapakah yang selamat itu ?” Nabi SAW menjawab “Ahlussunnah wal Jamaah”. Para sahabat bertanya “Siapakah yang disebut Ahlussunnah wal Jamaah itu ? Nabi SAW menjawab “Apa yang aku perbuat hari ini dan para sahabatku”.
Secara lughawi (bahasa) istilah Aswaja berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata ahlun, sunnah dan al-jama’ah. Masing-masing mempunyai makna, sebagai berikut :
Kata ahl berarti keluarga atau famili. Jika kata tersebut dikaitkan dengan suatu aliran atau madzhab menurut Fairuzabadi (dalam Darsono:2006) berarti pemeluk aliran atau madzhab tersebut atau pengikut (ashab) madzhab.
Kata sunnah mempunyai beberapa makna, yaitu bisa diartikan sebagai al-thariqah berarti jalan, sehingga ahlussunnah merupakan thariqah-nya para sahabat dan tabi’in atau berarti  tabiat, perilaku kehidupan, yaitu tabiat dan perilaku kehidupan Nabi saw.
Sedangkan kata  Jama’ah berarti sekumpulan orang-orang banyak yang mempunyai suatu tujuan. Kata Jamaah apabila dikaitkan dengan al-madzahib al-Islamiyyah memang hanya berlaku pada kalangan Sunni, karena di kalangan Khawarij atau Rafidlah belum tersdengar penggunaan al-jama’ah, sedangkan di Mu’tazilah tidak mengabsahkan Ijma’ sebagai produk hukum.
Menurut Arland (2006) menjelaskan bahwa para ulama NU, Aswaja dimaknai dalam dua pengertian. Pertama, Aswaja sudah ada sejak zaman sahabat nabi dan tabi’in yang biasanya disebut generasi salaf. Pendapat ini didasarkan pada pengertian Aswaja, yakni mereka yang selalu mengikuti sunnah Nabi Saw. dan para sahabatnya. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa Aswaja adalah paham keagamaan yang baru ada setelah munculnya rumusan teologi Asy’ari dan Maturidi dalam bidang teologi, rumusan fiqhiyyah mazhab empat dalam bidang fikih serta rumusan tashawuf Junayd al-Bagdadi dalam bidang tashawuf . Fatah Syukur (2007) menambahkan bahwa aswaja adalah Mereka yang menempuh seperti apa yang pernah ditempuh oleh Rasulullah ‘Alaihi Asholatu wa Sallam dan para Sahabatnya r.a.
Di luar dua pengertian di atas, Said Agil Siradj (2001) memberikan pengertian lain. Menurutnya, Aswaja adalah orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar-dasar moderasi, menjaga keseimbangan, dan toleransi. Baginya, Aswaja harus diletakkan secara proporsional, yakni Aswaja bukan sebagai mazhab, melainkan hanyalah sebuah manhaj al-fikr (cara berpikir tertentu) yang digariskan oleh sahabat dan para muridnya, yaitu generasi tabi’in yang memiliki intelektualitas tinggi dan relatif netral dalam menyikapi situasi politik ketika itu. Meskipun demikian, hal itu bukan berarti bahwa Aswaja sebagai manhaj al-fikr adalah produk yang bebas dari realitas sosio-kultural dan sosio-politik yang melingkupinya.
Perlu diperjelas dan dibatasi makna aswaja dalam konteks unisma. Karena akhir-akhir ini banyak kita temukan berbagai elemen organisasi yang menamakan dirinya ”aswaja”. Namun fikrah Nahdliyah yang juga menjadi fikrahnya unisma berbeda dengan mereka yang banyak mengusung nama-nama aswaja. Menurut Hasyim Muzadi (2007) menjelaskan bahwa NU memiliki metodologi atau manhaj sendiri. Dalam bidang akidah, NU berkiblat pada pemikiran Abu Al-Hasan al-Asy’ari  dan Imam Abu Mansur al-Maturidi. Bidang fiqih mengikuti pendapat-pendapat empat madzhab, baik secara manhaji maupun qauli. Sementara bidang tasawuf, mengikuti Syekh Junaid al-Bagdadi dan Abu Hamid al-Ghazali.
Fikrah Nahdliyah memiliki ciri khas yang membedakan dengan pemikiran lain. Karena  fikrah Nadliyah inilah NU bisa dikenal dunia internasional dan sekarang tetap eksis. Setidaknya ada lima ciri fikrah Nadliyah. Pertama adalah fikrah tawassuttiyah (pola pikir yang moderat). Artinya warga NU selalu bersikap seimbang dalam setiap menghadapi dan mensikapi persoalan. Kedua adalah fikrah tasammuhiyah (pola pikir toleran). Artinya warga NU dapat hidup berdampingan dengan warga dan komunitas lain walaupun berbeda agama maupun aliran. Ketiga adalah fikrah islahiyah (pola pikir reformatif). Artinya warga NU selalu berupaya menuju ke arah yang lebih baik. Keempat adalah fikrah tatawwuriyah (pola pikir dinamis). Artinya warga NU selalu melakukan kontekstualisasi dalam merespon berbagai persoalan. Kelima adalah fikrah manhajiyyah (pola pikir yang metodologis). Artinya warga NU dalam berpikir harus menggunakan landasan metodologi yang jelas tidak asal bicara saja.

Desain Pendidikan Karakter
Desain pendidikan karakter berangkat dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Nilai-nilai itu bersumber dari Agama, Pancasila, UUD 1945, UU. No. 20/2003 tentang Sisdiknas. Selain itu nilai-nilai luhur juga berasal dari teori pendidikan, psikologi nilai, dan sosial budaya berdasarkan pengalaman terbaik dan praktik nyata. Proses pembudayaan dan pemberdayaan dilakukan dengan dua hal yaitu pendidikan (intervensi) dan pembiasaan (habituasi). Lebih jauh Tholchah Hasan (2011) menambahkan tiga hal yaitu peneladanan (figurasi), pewadahan (institusi), dan pembudayaan (civilisasi).
Intervensi pendidikan karakter dilakukan melalui satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Proses habituasi harus didukung oleh seperangkat pendukung misalnya kebijakan, pedoman, sumber daya, lingkungan, sarana dan prasarana, kebersamaan, komitmen pemangku kepentingan. Desain itulah yang akan menghasilkan perilaku karakter. Desain yang kecil dilakukan di satuan pendidikan yang terintegrasi dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Permen no. 23 tahun 2006 merinci pendidikan karakter yang terintegrasi dalam KBM di kelas. Berikut adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL) SMP/MTs/SMPLB (nomor 1 s.d 21) dan SMA/MA (nomor 22 s.d. 43).
  1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesui dengan tahap perkembangan remaja.
  2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri.
  3. Menunjukkan sikap percaya diri.
  4. Memahami aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.
  5. Menghargai keragaman agama, budaya, suku, ras dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional.
  6. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis dan kreatif.
  7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif.
  8. Menunjukkan kemampuan belajar secara mendiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
  9. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
10.  Mendeskripsi gejala alam dan sosial.
11.  Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab.
12.  Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
13.  Menghargai karya seni dan budaya nasional.
14.  Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya.
15.  Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman dan memanfaatkan waktu luang.
16.  Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun.
17.  Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat.
18.  Menghargai adanya perbedaan pendapat.
19.  Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana.
20.  Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana
21.  Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah.
22.  Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja
23.  Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya
24.  Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya
25.  Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial
26.  Menghargai keberagaman agama, bangsa,  suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup global
27.  Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif
28.  Menunjukkan  kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan
29.  Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri
30.  Menunjukkan sikap kompetitif & sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik
31.  Menunjukkan kemampuan  menganalisis dan memecahkan masalah kompleks
32.  Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial
33.  Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
34.  Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya
35.  Mengapresiasi karya seni dan budaya
36.  Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok.
37.  Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan.
38.  Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun.
39.  Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat.
40.  Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain.
41.  Menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis.
42.  Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
43.  Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi
Penjelasan diatas dapat diambil kata-kata kunci seperti yang dijelaskan dalam buku young person’ character yaitu
Accountable Courageous Generous Leader Self-Disciplined
Adaptable Creative Gentle Loyal Self-Reliant
Altruistic Decisive Good Citizen Open-Minded Sense of Humor
Ambitious Dedicated Hard Working Patient Sensitive
Bold Dependable Helpful Polite Team Player
Caring Determined Honest Positive Thorough
Cautious Dignified Humble Resourceful Tolerant
Compassionate Fair Innovative Respectful Trustworthy
Considerate Focused Inquisitive Responsible Visionary
Cooperative Forgiving Joyful Self-Confident Wise

Pendidikan Karakter dalam Bingkai Aswaja
Fikrah Tawassuttiyah (pola pikir yang moderat)
Fikrah Tasammuhiyah (pola pikir toleran)
Fikrah Islahiyah (pola pikir reformatif)
Fikrah Tatawwuriyah (pola pikir dinamis)
Fikrah Manhajiyyah (pola pikir yang metodologis)
Accountable Altruistic Adaptable Ambitious Courageous
Decisive Caring Bold Cautious Creative
Fair Compassionate Dedicated Hard-Working Determined
Focused Considerate Forgiving Patient Innovative
Gentle Cooperative Leader Polite Inquisitive
Good-Citizen Dependable Responsible Positive Open-Minded
Honest Dignified
Self-Confident Resourceful
Humble Generous
Self-Disciplined
Open-Minded Helpful
Self-Reliant
Sense of Humor Joyful
Thorough
Team Player Loyal
Visionary
Trustworthy Respectful


Wise Sensitive



Tolerant



Contoh Format Program Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran Bahasa Inggris
No.
Program Pembelajaran (SK/KD)
Nilai Karakter Bangsa
Indicator Karakter Bangsa
Tujuan dan Target
Strategi Implementasi
1 Standar Kompetensi: Memahami makna teks tulis fungsional pendek esei sederhana berbentuk  recount, narrative dan procedure dalam konteks kehidupan sehari-hari dan untuk mengakses ilmu pengetahuan Kompetensi   Dasar :
Merespon makna dan langkah retorika teks tulis esei secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dan untuk mengakses ilmu pengetahuan dalam teks berbentuk: recount, narrative, dan procedure
(semua nilai-nilai Aswaja) Accountable
Cooperative
Courageous
Honest
Joyful
Leader
Respectful
Responsible
Self-confident
Tolerant
Siswa mampu melakukan kerjasama dengan sesama untuk mencapai SK/KD dengan melakukan kegiatan pembelajaran yang didesain oleh guru Melatih siswa untuk dapat hidup bersama, keberanian, mengemban tanggungjawab, percaya diri, bisa menghormati sesama, ingin tahu akan permasalahan dan pemecahannya, menjadi seorang pemimpin, kerjasama, kesemuanya itu dibutuhkan dalam kehidupan keseharian siswa Habituasi (disiplin, saling menghormati), figurasi (teladan dari guru) Pemilihan materi ajar (bahan teks) yang sesuai dengan SK/KD, Pemilihan strategi pembelajaran (Jigsaw)
Penjiwaan guru untuk selalu memperhatikan nilai-nilai karakter yang ada,
Penilaian proses
2 Standar Kompetensi: Mengungkapkan makna dalam teks lisan fungsional dan monolog pendek sederhana berbentuk descriptive dan recount untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Kompetensi dasar:
Mengungkapkan makna dalam teks lisan fungsional dan monolog  pendek sederhana dengan menggunakan ragam bahasa lisan secara akurat dan lancar dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar
(semua nilai-nilai Aswaja) Accountable
Bold
Creative
Dignified
Generous
Innovative
Joyful
Open-Minded
Polite
Sense of Humor
Siswa mampu mengungkapkan makna secara lisan dengan berani, kreatif, gembira, syarat dengan humor, untuk mencapai SK/KD dengan melakukan kegiatan pembelajaran yang didesain oleh guru Melatih siswa untuk dapat bertanggungjawab terhadap dirinya, keberanian, kratif, menemukan ide cemerlang, sopan, humor, dan menyenangkan sehingga siswa mampu melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Habituasi (disiplin, saling menghormati), figurasi (teladan dari guru) Pemilihan materi ajar (bahan teks) yang sesuai dengan SK/KD,
Pemilihan strategi pembelajaran (Jigsaw)
Penjiwaan guru untuk selalu memperhatikan nilai-nilai karakter yang ada,
Penilaian proses
Kesimpulan
Pendidikan adalah aset bangsa yang paling bernilai. Bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu memperhatikan pendidikan. Negara yang maju selalu memperhatikan tentang pendidikan. Pendidikan bukan semata-mata transfer ilmu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain. Pendidikan seyogyanya dijadikan kawah candradimuka penanaman nilai dan pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan. Mari berbuat sesuatu yang penting kepada bangsa dan negara kita yang dimulai dari ruang-ruang kelas kita dengan memperhatikan antara nilai (karakter) dan ilmu.
Daftar Bacaan
Arland. 2006. Paham Ahllussunnah wal Jama’ah yang dinut NU. (Online), (http://www.mail-archive.com/mencintai-islam@yahoogroups.com/msg01393.html, diakses 4 April 2008).
Darsono. 2006. Ahlussunnah Wal Jama’ah. Makalah disampaikan dalam Latihan Kader Aswaja LPITI Universitas Islam Malang tahun 2006.
Depdikbud. 1993. Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
Djiwandono, J. Soedjati. 2000. Globalisasi dan Pendidikan Nilai. Dalam Menggagas Paradigman Baru Pendidikan (Demokratisasi, Otonomi, Civil Society, Globalisasi). Kanisius: Yogyakarta.
Djoko Saryono.2011. Desain Utama Pendidikan Karakter Bangsa. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Nilai-nilai Karakter Bangsa Berbasis Tradisi Pesantren dan Kitab Kuning, Malang, 8 Maret 2011 di Universitas Islam Malang.
Machfudh, Ahmed.2011.” Arah dan Kebijakan Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa di Sekolah/ Madrasah”. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Nilai-nilai Karakter Bangsa Berbasis Tradisi Pesantren dan Kitab Kuning, Malang, 8 Maret 2011 di Universitas Islam Malang.
Mudyahardjo, Redja. 2010. Filsafat Ilmu Pendidikan (Suatu Pengantar). Remaja Rosdakarya Offset: Bandung.
Muzadi, Hasyim. 2007. Hasyim: Aswaja Harus diselamatkan. (Online), http://www.nu.or.id/, diakses 1 Juni 2008.
Pancasila, UUD 1945, UU. No. 20/2003 tentang Sisdiknas
Siraj, Said Aqil. 2001. Aswaja dan HAM (Tinjauan dari Visi Historis). Dalam Abdul Wahid (Eds.) Militansi Aswaja dan Dinamika Pemikiran Islam (hlm. 10-15). Aswaja Center: Unisma Press .
Soyomukti, Nuarani. 2010. teori-teori pendidikan. Ar Ruzz Media: Jogjakarta
Sudiyono, M. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Rineka Cipta: Jakarta.
Syukur, Fatah. 2007. Pendidikan Islam (Humanisasi Nilai-nilai Islam). (Online), (http: citraedukasi.blogspot.com, diakses 1 Maret 2008).
Tholchah Hasan.2011.Pesantren dan Pembangunan Karakter Bangsa. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Nilai-nilai Karakter Bangsa Berbasis Tradisi Pesantren dan Kitab Kuning, Malang, 8 Maret 2011 di Universitas Islam Malang.

sumber:
http://www.infodiknas.com/pendidikan-karakter-bangsa-berbasis-aswaja-terintegrasi-dalam-pembelajaran-bahasa-inggris/

MENGUKIR MANUSIA BERKARAKTER DALAM ISLAM


A. Hakikat Karakter


Seseorang yang didominasi oleh kondisi-kondisi dari sononya (given), maka karakternya akan lemah. Karena dia tunduk pada sekumpulan kondisi yang telah diberikan kepadanya tanpa dapat menguasainya. Sebaliknya, karakter yang kuat ialah bila seseorang yang tidak mau dikuasai oleh sekumpulan realitas yang telah ada (given) dari sononya. Orang yang berkarakter dengan demikian sepersi seorang yang membangun dan merancang masa depannya sendiri. Ia tidak mau dikuasai oleh kondisi kodratinya yang menghambat pertumbuhannnya. Sebaliknya ia menguasainya, bebas mengembangkannya demi kesempurnaan kemanusiaannya. Itulah manusia berkarakter kuat.
B. Filosufi Mengukir Manusia Karakter
Sebagai basis acuan dalam merumuskan konsep pendidikan karakter dalam Islam ialah QS. Rum (30): 30. Dari ayat ini dapat ditarik benang merah bahwa bawaan dasar (fitrah) manusia dan proses pembentukan karakternya  dapat dikelompokkan menjadi empat aliran yaitu (1) fatalis-pasif (2) netral-pasif  (3) positif-aktif dan (4) dualis-aktif (Maragustam, 2010).
Pertama, yang berpandangan fatalis-pasif, mempercayai bahwa setiap individu karakternya baik atau jahat melalui ketetapan Allah secara asal, baik ketetapan  semacam ini terjadi secara semuanya atau sebagian saja. Faktor-faktor eksternal, termasuk pendidikan tidak begitu berpengaruh karena setiap individu terikat dengan ketetapan yang telah ditentukan sebelumnya. Ketetapan itu dapat dialirkan kepada hereditas seseorang secara kodrati. Dasar argumen yang digunakan aliran ini ialah hadis Nabi SAW dari Abdullah Ibnu Mas’ud berkata, Rasulullah SAW bersabda (mengomentari) firman Allah, ”Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan anak-anak Adam dari sulbi mereka” (QS. Al-A’raf [7]: 172). Nabi SAW mengatakan bahwa ketika Allah mengeluarkan  Adam  dari surga dan sebelum turun dari langit, Allah mengusap sulbi Adam sebelah kanan dengan sekali usapan, lalu mengeluarkan darinya anak keturunan yang berwarna putih seperti mutiara dalam bentuk zur (keturunan). Allah berfirman kepada mereka: Masuklah ke dalam surga dengan nikmat-Ku. Lalu Allah mengusap sekali terhadap sulbi Adam sebelah kiri, lalu mengeluarkan anak turunannya yang berwarna hitam dalam bentuk zur. Allah berfirman: Masuklah ke neraka dan Aku tidak peduli. Yang demikian itulah  maksud  Allah tentang  golongan  kanan dan golongan  kiri. Kemudian Allah mengambil kesaksian terhadap mereka dengan berfirman, ’Bukankah Aku ini Tuhan kalian? Mereka menjawab, ’Betul, Engkau Tuhan Kami, kami menjadi saksi.’(QS. Al-A’raf [7]:172). Seorang pendosa akan masuk surga jika hal itu menjadi nasibnya (given). Sifat dasar ini tidak berubah yakni berkaitan dengan karakter seseorang untuk masuk neraka atau masuk surga, kebahagiaan atau penderitaan, atau berkarakter positif atau negatif. Implikasi dari pandangan ini bahwa faktor eksternal termasuk lingkungan dan pendidikan karakter adalah pasif dalam pembentukan karakter. Karena karakter kuat atau lemah telah ditentukan lebih dahulu sebelum dia lahir ke dunia yang dikenal dengan ilmu azali Allah.Dengan demikian manusia ibarat berkarakter wayang, mau jadi apa karakternya terserah kepada Sang Dalang.
Bawaan sejak lahir atau hereditas memberikan penekanan pada determinasi perilaku menurut struktur genetis riwayat keluarga. Maka sifat-sifat anak tidak jauh berbeda dengan orang tuanya. Setiap perangai, temperamen, sifat, dan karakter memiliki kaitan genetis dengan generasi yang mendahuluinya. Hal itu jauh-jauh sebelum anak lahir sudah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Persoalan teori hereditas ini juga dapat disamakan dengan paradigma gender. Paradigma gender membedakan secara khas karakter seseorang melalui jenis kelamin. Pria dan wanita secara karakteristik berbeda terutama karena alasan gender, berupa struktur kromosom yang mempengaruhi perbedaan fisik, perangai, dan pola prilaku tertentu. Fatalisme-pasif semacam ini berkontradiksi dengan cita-cita sebuah pendidikan yang merupakan sebuah intervensi sadar dan tersruktur agar manusia itu semakin dapat memiliki kebebasan sehingga mampu menempa dan membentuk dirinya berhadapan dengan determinasi alam dan lingkungan sosial yang mengelilingi dirinya.
Kedua, pandangan netral-pasif yakni anak lahir dalam keadaan suci, utuh dan sempurna, suatu keadaan kosong sebagaimana adanya, tanpa kesadaran akan iman atau kufur, berkarakter positif atau berkarakter negatif dan bersifat pasif menghadapi diterminasi alam lingkungan terutama lingkungan sosial dan pendidikan. Ini sama dengan teori ’tabularasa’ dari John Lock. Manusia lahir seperti kertas putih tanpa ada sesuatu goresan apa pun. Manusia berpotensi berkarakter baik dan kuat bila pengaruh luar terutama orang tuanya mengajarkan demikian. Sebaliknya  berpotensi berkarakter buruk dan lemah bila lingkungannya mengajarkan, membiasakan, dan menanamkan nilai-nilai negatif. Dengan demikian pengaruh mana yang lebih dominan dan intensif kepada seseorang maka hal itulah yang membentuk karakternya. Pandangan ini mengambil argumen dari QS. Al-Nahl (16):78, “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibu kamu dengan keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun; dan dia mengurniakan kepada kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur.” ”Tidak mengetahui sesuatu apapun” dalam ayat tersebut dimaknai sebagai sesuatu yang kosong”.
Dari pendapat netral-pasif ini, maka karakter dapat diubah. Bahkan karakter seseorang sangat lentur untuk berubah-ubah dan bersifat dinamis. Hal ini sangat tergantung polesan yang mendominasi pribadi seseorang. Menurut teori netral pasif ini, pembentukan karakter ini bukan sebagai warisan kereditas orang tua, bukan dari ketetapan Tuhan, dan bukan pula berasal dari dalam diri seseorang, tetapi dari pengaruh luar termasuk pendidikan.
Ketiga, pandangan positif-aktif yakni bawaan dasar atau sifat manusia sejak lahir adalah berkarakter baik, kuat dan aktif, sedangkan karakter lemah dan jahat bersifat aksidental. Artinya seseorang lahir sudah membawa karakter yang baik dan positif. Karekter positif dan baik itu bersifat dinamis dan aktif mempengaruhi lingkungan sekitar. Jika seseorang berkatakter negatif dan jelek, hal itu bukan dari cetakan dari Tuhan, dan bukan pula bagian integral dari dirinya. Tetapi hal itu sifatnya sementara dan menempel dalam diri seseorang (aksidental). Para ahli yang berpandangan positif-aktif membangun dasar argumennya dari Alquran yakni …dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)” (QS. al-A’raf (7):172). Kalimat “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi”, dimaknai sebagai pemberian Tuhan secara asal kepada setiap individu sesuatu yang baik termasuk karakter baik, tidak ada sedikitpun secara asal sesuatu yang tidak baik. Berarti manusia berasal dari Tuhan adalah baik, dan menjadi karakter jelek di tangan manusia dan polesan lingkungan termasuk pendidikan.
Menurut Ibnu Taimiyah, semua anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, yaitu dalam keadaaan berpihak kepada kebaikan secara kodrati, dan lingkungan sosiallah menyebabkan individu menyimpang dari keadaan ini. Sifat dasar (karakter) manusia memiliki lebih dari sekedar pengetahuan tentang Allah yang ada secara inheren di dalamnya, tetapi juga suatu cinta kepada-Nya dan keinginan untuk melaksanakan ajaran agama secara tulus sebagai seorang hanif sejati sesuai QS. Al-Rum (30):30 (Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui). Menurut Shabuni, kebaikan  dan kesucian  menyatu  pada diri manusia, sementara kejahatan bersifat aksidental. Manusia secara alamiah cenderung kepada kebaikan dan kesucian. Akan tetapi, lingkungan sosial, terutama orangtua, bisa memiliki pengaruh merusak terhadap diri (nafs), akal dan fitrah anak. Fitrah kesucian dan kebaikan sebagai sifat bawaan lahir bisa saja rusak. Ismail Raji al-Faruqi, memandang bahwa kecintaan kepada semua yang baik dan bernilai merupakan kehendak ketuhanan sebagai sesuatu yang Allah tanamkan kepada manusia. Pengetahuan dan kepatuhan bawaan kepada Allah bersifat alamiah, sementara kedurhakaan tidak bersifat alamiah, (Yasin Muhammad, 1997). Menurut Russeau bahwa secara kodrati manusia itu baik, namun masyarakatlah yang membelenggu individu itu sehingga ia menjadi manusia yang bertumbuh semakin menjauhi dari kodratnya. Ada hubungan erat antara lembaga pendidikan, kultur politik, kehidupan sosial, dan pertumbuhan individu.
Shadr berpendapat bahwa QS. Al-Rum (30):30 ini merupakan pernyataan dan tidak menggariskan sesuatu aturan atau hukum apa pun. Dengan demikian, menurutnya manusia telah diciptakan sedemikian rupa sehingga agama menjadi bagian dari fitrahnya, dan bahwa ciptaan Ilahi tidak bisa diubah. Agama bukanlah materi budaya yang diperoleh manusia sepanjang sejarah. Agama adalah bagian dari fitrah suci manusia, karenanya manusia tidak bisa hidup tanpanya (M. Baqir al-Shadr, 1993). Ungkapan ”tidak ada perubahan dalam ciptaan Allah” dalam QS. al-Rum (30):30 bersifat pemberitahuan, bukan memerintahkan. Selama manusia adalah manusia, agama adalah norma yang suci baginya. M. Quraish Shihab   (1997) cenderung kepada aliran positif ini. Menurutnya bahwa fitrah manusia adalah kejadiannya sejak semula atau bawaan dasar sejak lahirnya. Para ulama memahaminya dengan tauhid (QS. al-Rum (30): 30). Kata laa  (tidak) pada ayat  tersebut, maka ini berarti bahwa seseorang tidak dapat menghindar dari fitrah. Dalam konteks ayat ini, ia berarti bahwa fitrah keagamaan akan melekat pada diri manusia untuk selama-lamanya, walaupun boleh jadi tidak diakui atau diabaikannya.  Melalu teori positif-aktif, manusia menjadi pelaku yang bertindak serta bereaksi atas dunia di luar dirinya. Dimensi ini berupa disposisi batin melalui mana determinasi ini diterima, ditolak, atau sintesa atau dimodifikasi secara aktif. Dimensi internal manusia selalu berkarakter baik dan kuat, sedangkan karakter lemah dan negatif adalah bukan bagian integral dari setiap individu.
Keempat, aliran dualis-aktif,  berpandangan bahwa manusia sejak awalnya membawa sifat ganda. Di satu sisi cenderung  kepada  kebaikan (energi positif), dan di sisi lain cenderung kepada kejahatan (energi negatif). Dua unsur pembentuk esensial dari struktur manusia secara menyeluruh, yaitu ruh dan tanah, mengakibatkan karakter baik  dan karakter jahat sebagai suatu kecenderungan yang setara pada manusia, yaitu kecenderungan untuk mengikuti Tuhan berupa nilai-nilai etis religius dan kecenderungan mengikuti syetan berupa nilai-nilai a-moral dan kesesatan. Kecenderungan kepada berkarakter baik dan kuat dibantu oleh energi positif berupa kekuatan spiritual (fitrah tauhid), kenabian dan wahyu Tuhan, bisikan malaikat, kekuatan akal sehat, nafs muthmainnah (jiwa yang tenteram), dan kalbu yang sehat dalam diri manusia. Sedangkan kecenderungan kepada nilai-nilai a-moral berupa energi negatif yakni nafsu ammarah bissu’ (nafsu yang selalu cenderung destruktif), nafsu lawwamah (nafsu yang tercela), godaan, kesesatan dan bisikan setan. Energi positif tersebut dalam perspektif individu akan melahirkan orang yang berkarakter kuat, yaitu orang yang beriman-bertakwa, memiliki integritas, komitmen, pengabdian, dan beramal saleh personal dan sosial. Aktualisasi orang yang berkualitas ini dalam hidup dan bekerja akan melahirkan akhlak budi pekerti yang luhur karena memiliki personality (integritas, komitmen dan dedikasi), capacity (kecakapan) dan competency (kemampuan) serta kinestetik yang professional dan bagus pula. Sedangkan  energi negatif tersebut dalam perspektif individu akan melahirkan orang yang berkarakter buruk, yaitu orang yang selalu mengaktualisasikan diririnya amal al- sayyiat (destruktif), bahkan syirk (menuhankan selain Allah) dalam hidupnya. Aktualisasi orang yang bermental seperti ini dalam hidup dan bekerja akan melahirkan perilaku tercela, yaitu orang yang memiliki personality tidak bagus (hipokrit, penghianat, bermuka dua alias munafik  dan pengecut) dan orang yang tidak mampu mendayagunakan potensi yang dimilikinya. Khatamallah ‘ala quluubihim dalam QS al-Baqarah: 7 (Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka[20], dan penglihatan mereka ditutup[21]. dan bagi mereka siksa yang Amat berat), bukanlah Tuhan yang mumulai mengunci mati hati seseorang menjadi berkarakter lemah dan negatif, tetapi yang memulai dari kalbu manusia yang menuruti tarikan energy negative dan setan yang ada dalam dirinya dan faktor-faktor eksternal di luar dirinya.
Tanah simbol terendah dari  kehinaan digabungkan dengan ruh dari Allah sebagai pembentuk diri. Dengan demikian, manusia adalah makhluk berdimensi ganda, dengan sifat karakter dasar ganda, tersusun dari dua kekuatan, bukan saja berbeda, tapi juga berlawanan. Yang satu cenderung turun kepada materi (energi negatif) dan yang lain cenderung naik kepada Ruh Suci (energi positif). Kemampuan dan kecenderungan tersebut kemudian saling mempengaruhi dengan lingkungan sehingga tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik atau lebih buruk. Dasar pandangan ini ialah QS. al-Hijr [15]:28-29)[1], al-Balad [90]:10)[2] dan al-Syams [91]:7-10.[3]
Dalam HR. Tirmidzi, disebutkan bahwa ”seseorang berada dalam tuntunan temannya, maka hendaklah salah seorang dari kamu melihat siapa yang menjadi temannya.” Dari hadis ini dapat dimaknai bahwa pergaulan punya pengaruh besar terhadap pembentukan karakter seseorang. Jika si teman berkarakter baik dan bertakwa, maka seseorang dapat mengambil sifat baik dan takwanya. Sebaliknya jika si teman tadi berkarakter jahat dan pendosa, maka seseorang dapat mengambil sifat jahat dan pendosanya. Maka dua kecendurungan karakter tersebut berproses secara terus menerus sepanjang hidup. Sesungguhnya Nabi SAW menyuruh orang tua agar anaknya shalat sewaktu berumur 7 tahun dan memukulnya kalau belum mau salat sewaktu berumur  10 tahun. Rentang waktu antara 7 sampai dengan 10 tahun (3 tahun) mengandung makna bahwa penanaman kebiasaan positif terhadap anak, yang akhirnya menjadi karakter kuat dan baik merupakan keharusan orangtua. ”Shalat” dalam hadis itu tidak dimaknai dengan arti sempit yakni hanya shalat tetapi sangat luas yakni setiap kebajikan haruslah ditanamkan orangtua sejak dini dan shalat adalah salah satunya.
C. Pembentukan Karakter sebagai Tujuan Pendidikan Nasional

Dalam Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 disebutkan  bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Dengan demikian pendidikan tidak hanya membentuk insan cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter kuat dan berakhlak mulia yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa dan agama.
Dalam pendidikan karakter harus melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh. Jika salah satu tidak ada maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dari proses kesadaran seseorang mengetahui tentang nilai-nilai yang baik (knowing the good), lalu merasakan dan mencintai kebaikan (feeling and loving the good) itu sehingga terpatri dan terukir dalam jiwanya yang akhirnya menjadi berkakter kuat untuk melakukan kebaikan. Feeling and loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi power yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat kebaikan. Hakikat  loving pasti mengandung unsur pengorbanan dan keikhlasan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu.
Dari dua aspek kesadaran mengetahui dan mencintai nilai-nilai kebenaran itu, seseorang akan ringan melakukan hal-hal yang baik. Tiga proses tersebut secara terus menerus dilakukan dan dialami, sehingga menjadi endapan-endapan pengalaman. Dari endapan-endapan pengalaman itu berubah menjadi kebiasaan dan karenanya menjadi karakter yang kuat dan positif. Kebiasan yang dilakukan secara berulang-ulang yang didahului oleh pengetahuan, kesadaran dan pemahaman akan menjadi sebuah karakter seseorang, heriditas hanya menjadi salah satu faktor saja dalam pembentukan karakter.
D. Pilar-pilar Karakter dalam Islam
Ada sepuluh  pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universalitas Islam, yaitu:
  1. Karakter cinta dan ikhlas terhadap Allah swt dan segenap ciptaan-Nya. Ibadah pada hakikatnya segala sikap dan prilaku yang di ditujukan untuk mencari rido Allah, baik itu ibadah personal maupun ibadah sosial.
  2. Tanggung jawab dan kemandirian. Setiap orang bertanggungjawab terhadap apa yang dikatakan dan dilakukan dalam tindakan manusiawi secara mandiri. Anugerah Tuhan kepada manusia berupa potensi internal (akal, nafs, kalbu, dan fitrah yang dihidupi oleh ruh), kesadaran dan kebebasan memilih untuk bertindak, menjadikan manusia bertanggungjawab apa yang dikatakan dan dilakukan secara mandiri. Setiap kamu adalah pemimpin dan bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya. Paling tidak seseorang bertanggungjawab memimpin dirinya sendiri.
  3. Kejujuran dan amanah. Menurut Mohammad Nuh (2010), diantara karakter yang ingin kita bangun adalah karakter yang berkamampuan dan berkebiasaan memberikan yang terbaik, giving the best, sebagai prestasi yang dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran. Di samping itu apabila seseorang diberi amanah, maka ia harus mampu memikul dan menunaikan amanah itu sesuai dengan hak-hak dan kewajiban yang melekat dalam amanah itu.
  4. Saling hormat menghormati dan berlaku santun dalam bersikap dan berkomunikasi. Kebanyakan orang sukses justru ditentukan sejauh mana seseorang menghormati, menghargai dan santun dalam berkomunikasi. Intelegensi hanya salah satu faktor saja untuk menuju sukses.
  5. Ta’awun (tolong menolong), adil (hidup seimbang) dan ihsan (berbuat lebih baik dan terbaik) dan kerjasama dalam menciptakan tatanan dunia yang bermoral. Manusia diciptakan dalam posisinya bersosial. Tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri, tanpa bantuan orang lain. Bahkan telah matipun, harus dibantu orang lain, yang dikenal dalam Islam fardu kifayah (kewajiban kolektif) untuk menyolatkan, memandikan, mengkafani, dan menanamnya.
  6. Percaya diri dan pekerja keras. Setiap muslim diperintahkan,  jika seseorang selesai  melakukan suatu pekerjaaan, cepat bergegaslah untuk mengerjakan lainnya. Dalam Alquran disebutkan: Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (QS. Insyirah: 7-8). Demikian juga seseorang di larang keras menggantungkan hidupnya pada orang lain, apalagi meminta-minta. Tangan pemberi lebih baik daripada tangan peminta.
  7. Kepemimpinan. Memimpin diri sendiri dan orang lain untuk menata dunia dalam tatanan moral merupakan suatu keharusan dalam Islam.
  8. Berprilaku baik dan rendah hati. Memperjuangkan kebenaran apabila dilakukan dengan cara yang baik dan rendah hati jauh lebih bermakna dan lebih efektif, daripada dilakukan dengan cara yang tidak baik dan arogan.
  9. Keteladanan. Panji-panji Islam dapat ditegakkan apabila seseorang menempatkan dirinya sebagai teladan yang baik (uswatun hasanah) bagi masyarkat dan keluarganya. Tidak akan dapat menciptakan tatanan dunia yang bermoral apabila terutama para pemimpinnya belum dapat menjadikan diri mereka menjadi teladan bagi yang dipimpinnya. Presiden menjadi teladan bagi rakyatnya. Orang tua menjadi teladan bagi anak-anaknya. Guru menjadi teladan bagi murid-muridnya. Majikan menjadi teladan bagi para pekerjanya. Supir menjadi teladan bagi penumpangnya. Pimpinan media menjadi teladan bagi pembacanya dan seterusnya.
  10. Toleransi (tasamuh), kedamaian, dan kesatuan. Manusia diciptakan dalam perbedaan. Yang saudara sekandung dan kembarpun pasti berbeda, apalagi yang bukan saudara dan bukan pula kembar. Seseorang tidak boleh bercita-cita untuk menyeragamkan (uniform) setiap orang.
E. Strategi  Mengukir Manusia Berkarakter
Bisakah karakter dibentuk? Jika karakter merupakan seratus persen turunnan atau bawaan sejak lahir, maka karakter tidak bisa dibentuk. Namun, jika bawaan (hereditas) hanyalah salah satu faktor pembentuk karakter, tentu jawabannya bisa dibentuk semenjak usia dini. Untuk itu kesepuluh pilar karakter itu, dapat diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan strategi mengetahui, mencintai, mengerjakan, keteladanan, dan taubat. Keenam rukun pendidikan karakter tersebut adalah sebuah lingkaran yang utuh yang dapat diajarkan secara berurutan atau tidak berurutan. Sesuatu tindakan barulah dapat menghasilkan karakter kuat dan positif, apabila enam rukun pendidikan karakter ini dilakukan secara utuh dan terus menerus.
Pertama: Knowing the good (mengetahui yang baik) bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif. Mengajarkan yang baik, yang adil, yang bernilai, berarti memberikan pemahaman dengan jernih kepada pembelajar apa itu kebaikan, keadilan, kejujuran, toleransi, nilai dan lain-lain. Boleh jadi seseorang berprilaku baik, adil, toleransi, tanpa disadarinya sekalipun secara konseptual tidak mengetahui dan tidak menyadari apa itu perilaku baik, atau apa itu keadilan, atau apa itu kejujuran.
Perilaku berkarakter mendasarkan diri pada tindakan sadar si subjek, bebas dan berpengetahuan yang cukup tentang apa yang dilakukan dan dikatakannya. Meskipun tampaknya mereka tidak memiliki konsep jernih tentang nilai-nilai tersebut, sejauh tindakan itu dilakukan dalam keadaan sadar dan bebas, tindakan tersebut dalam arti tertentu telah dibimbing oleh pemahaman tertentu. Tanpa ada pemahaman dan pengertian, kesadaran dan kebebasan tidak mungkin ada sebuah tindakah berkarakter. Dalam Islampun sebuah tindakan diminta pertanggungjawabannya apabila yang melakukan itu sudah dewasa, berakal (berpengetahuan), dalam keadaan sadar, dan ada kebebasan untuk memilih. Sebuah tindakan yang tidak disadari, tidak dibimbing oleh pemahaman tertentu, tidak ada kebebasan, maka tidak akan memiliki makna bagi individu tersebut, sebab ia sendiri tidak menyadari dan tidak mengetahui makna dan akibat tindakan yang dilakukannya. Demikian juga sebuah tindakan yang tidak bebas dan tidak disadari serta tidak dibimbing oleh pengetahuan tentangnya, adalah tindakan instingtif atau ritual yang lebih dekat pada cara bertindak binatang.
Kedua: Feeling and loving the good.  Setelah knowing the good, akan tumbuh feeling and loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebaikan menjadi power dan engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat  kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebaikan itu. Bagaimana supaya setiap orang cinta kepada kebaikan? Tentu prilaku kebaikan itu harus dihiasi, dirawat, ditegakkan, dikawal, dilindungi, dihargai dan dikaji implikasinya dalam waktu jangka panjang, serta keberpihakan kepada kebaikan bagi setiap orang terutama para pengambil keputusan dan kebijakan. Dengan demikian setiap orang merasa senang, nyaman dan aman dalam melakukan kebaikan itu.
Ketiga: Acting the good (tindakan kebaikan) setelah melalui proses mengerti dan mencintai kebaikan yang melibatkan dimensi kognitif dan afektif. Melalui tindakan pengalaman kebaikan ini secara terus menerus, melahirkan kebiasaan, yang pada akhirnya membentuk karakter yang kuat dan postif. Tindakan membiasakan melakukan kebaikan, sangat ditekankan dalam pendidikan Islam. Dalam hadis HR. al-Hakim, disebutkan, “Perintahlah anak-anakmu menjalankan ibadah salat jika mereka sudah berusia tujuh tahun. Dan jika mereka sudah berusia sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika tidak mau melaksanakannya dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” Rentang waktu antara 7 sampai dengan 10 tahun (3 tahun) mengandung makna pembiasaan melakukan ibadah dan kebajikan, karena anak umur sekian itu (belum dewasa) belum ada kewajiban melaksanakan ibadah salat. Dari perintah salat, dapat disamakan dengan ibadah puasa, dan perbuatan kebajikan lainnya. Rahasianya adalah agar anak terbiasa sekaligus menjadi karakternya untuk melakukan yang baik, sehingga ketika tumbuh dewasa, ia talah terbiasa melakukan dan terdidik untuk menaati Allah, melaknakan hak-Nya, bersyukur kepada-Nya, kembali kepada-Nya, berpegang teguh kepada-Nya, bersandar kepada-Nya dan berserah diri kepada-Nya. Di samping itu, anak akan mendapatkan kesucian rohani, gerakan refleks dan kesehatan jasmani, kebaikan akhlak, perkataan, dan perbuatan di dalam ibadah-ibadah itu.  Menurut M. Nuh (Mendiknas) dalam Republika OnLine, dijelaskan bahwa “tradisi pesantren sangat penting di sekolah”. Maksudnya ialah pembiasaan nilai positif menjadi tradisi positif, lalu menjadi budaya positif, yang pada akhirnya menjadi ukiran karakter positif yang kuat.
Keempat: Keteladanan. Dari aspek knowing the good, feeling and loving the good dan acting the good pembelajar butuh keteladanan dari lingkungan sekitarnya. Manusia lebih banyak belajar dan mencontoh dari apa yang ia lihat dan alami. Keteladanan yang paling berpengaruh adalah yang paling dekat dengan pembelajar. Orang tua, karib kerabat, pimpinan masyarakat dan siapa pun yang sering berhubungan dengan pembelajar terutama idola pembelajar, adalah menentukan proses pembentukan karakter kuat. Jika pendidik jujur, amanah, berakhlak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama dan bangsa, maka pembelajar akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama dan bangsa dan begitu pun sebaliknya. Seorang anak, bagaimana pun besar usaha yang dipersiapkan untuk kebaikannya, bagaimana pun sucinya fitrah, ia tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan nilai-nilai lurur agama, selama ia tidak melihat sang pendidik dan para pemimpin lainnya sebagai teladan dari nilai-nilai moral yang tinggi. Adalah sesuatu yang sangat mudah bagi pendidik, termasuk orang tua, yaitu mengajari anak dengan berbagai materi pendidikan, akan tetapi adalah sesuatu yang teramat sulit bagi anak untuk melaknakannya ketika ia melihat orang yang memberikan pengarahan dan bimbingan kepadanya tidak mengamalkannya. Itulah sebabnya salah satu keberhasilan Nabi SAW dalam menyampaikan risalahnya adalah karena dia sendiri menjadi keteladanan paripurna bagi umatnya. Dalam QS. Al-Ahazab: 21 disebutkan:
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا
Kelima: Tobat. Tobat pada hakikatnya ialah kembali kepada Allah setelah melakukan kesalahan dalam hidup. Tobat Nasuha adalah bertobat dari dosa/kesalahan yang diperbuatnya saat ini dan menyesal (muhaasabah dan refleksi) atas dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi di masa mendatang serta bertekad berbuat kebajikan di masa yang akan datang. Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat, “Apakah penyesalan itu taubat?”, “Ya”, kata Rasulullah (H.R. Ibnu Majah). Amr bin Ala pernah mengatakan: “Taubat Nasuha adalah apabila kamu membenci perbuatan dosa sebagaimana kamu pernah mencintainya”. Tuhan mencintai hambanya yang tobat dan tazkiyatu nufus (mensucikan diri) (Al-Baqarah: 222).  Dalam tobat, ingatan, pikiran, perasaan, hati nurani, secara total digunakan untuk menangkap makna dan nilai yang dilakukan selama ini, menemukan  hubungan dengan Tuhannya, dan kesiapan menanggung konsekwensi dari tindakan taubatnya.  Tobat akan membentuk kesadaran tentang hakikat hidup, melahirkan optimisme, nilai kebajikan, nilai-nilai yang di dapat dari berbagai tindakannya, manfaat dan kehampaan tindakannya, dan lain-lain sedemikian rupa, sehingga seseorang dibawa maju untuk melakukan suatu tindakan dalam paradigma baru di masa-masa akan datang.  Pelaku tobat, secara sadar merendahkan hatinya untuk minta maaf kepada Tuhan dan siapa saja termasuk anak kandung sendiri, jika kesalahan itu berasal darinya. Dengan demikian dalam diri pelaku tobat, melebihi sekedar muhasabah dan refleksi. Tidak ada tobat tanpa dimulai dari pengetahuan, endapan pengalaman, kecintaan, kesadaran, penyesalan, kebebasan, dan perubahan perilaku ke arah positif.  Seperti Khalid bin Walid si Pedang Tuhan (sahabat Nabi SAW) yang semula berkarakter kuat dan energy negatif, dia menjadi garda terdepan menentang Islam, berubah menjadi manusia yang berkarakter kuat dan energy positif sebagai membela kebenaran dengan cara tobat. Karena karakter itu tidak mudah diubah. Jika sesuatu itu mudah diubah, ia bukanlah karakter. Mungkin saja ia hanyalah sifat, pandangan, pendapat, atau pendirian.
F. Mengukir Manusia Berkarakter di mulai dari sejak usia dini
Hakikat pendidikan Islam atau al-tarbiyah al-islamiyah mencakup makna yang sangat luas yakni (1) al-namaa yang berarti bertambah, berkembang dan tumbuh menjadi besar sedikit demi sedikit, (2) aslahahu yang berarti memperbaiki pembelajar jika proses perkembangan menyimpang dari nilai-nilai Islam, (3) tawallaa amrahu  yang berarti mengurusi perkara pembelajar, bertanggung jawab atasnya dan melatihnya, (4) ra’ahu   yang berarti memelihara dan memimpin sesuai dengan potensi yang dimiliki dan tabiatnya (5) al-tansyi’ah yang berarti mendidik, mengasuh, dalam arti materi (fisiknya) dan immateri (kalbu, akal, jiwa, dan perasaannya), yang kesemuanya merupakan aktivitas pendidikan. Lima hakikat pendidikan Islam tersebut harus dimulai sejak usia dini.
Usia dini berarti pendidikan karakter sejak dalam kandungan. Sewaktu calon bayi dalam kandungan, keluarga terutama ibu calon bayi, diharapkan banyak membaca ayat-ayat Alquran, seperti surat Yusuf, surat Maryam, dll, dengan harapan ibunya tenang dan damai, yang hal itu berpengaruh kepada calon bayi yang dikandungnya menjadi manusia berkarakter kuat dan energi positif seperti Nabi Yusuf as dan Maryam. Sewaktu anak lahir disyariatkan mengumandangkan azan di telinga kanan dan ikamat di telinga kirinya, agar bayi dibiasakan mendengarkan kalimat yang baik yang menggetarkan syaraf dan jiwanya. Berkebiasaan mendengarkan yang baik akan mengukir dalam jiwa anak, yang akhirnya menjadi karakter kuat dan positif.
Keluarga merupakan kelembagaan masyarakat yang memegang peranan kunci dalam proses pendidikan karakter. Jadi ayah, ibu dan seluruh anggota keluarga adalah demikian penting dalam proses pembentukan dan pengembangan karakter. Keluarga wajib berbuat sebagai ajang yang diperlukan sekolah dalam hal melanjutkan pemantapan sosialisasi kognitif. Demikian juga keluarga dapat berperan sebagai sarana pengembangan kawasan afektif dan psikomotor. Dalam keluarga diharapkan berlangsungnya pendidikan yang berfungsi pembentukan karakter sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk susila dan makhluk religius.
Ada beberapa alasan kenapa pendididikan karakter dalam keluarga ini penting. Pertama, dasar-dasar kelakuan dan kebiasaaan anak tertanam sejak di dalam keluarga, juga sikap hidup serta kebiasaan-kebiasaannya. Kebiasan-kebiasaan yang baik dalam keluarga ini akan menjadi karakter anak setelah dia dewasa. Kedua, anak menyerap adat istiadat dan prilaku kedua orangtuanya dengan cara meniru atau mengikuti yang disertai rasa puas. Peniruan yang baik yang diikuti dengan rasa puas akan sangat besar pengaruhnya dalam penanaman karakter anak. Ketiga, dalam pendidikan keluarga berjalan secara natural, alami dan tidak dibuat-buat. Kehidupan keluarga berjalan penuh dengan keaslian, akan terlihat jelas sifat-sifat atau karakter anak yang dapat diamati orang tua terus menerus dan karenanya orang tua dapat memberikan pendidikan karakter yang kuat terhadap anak-anaknya.  Keempat, dalam pendidikan keluarga berlangsung dengan penuh cinta kasih dan keikhlasan. Cinta kasih dan keikhlasan ini dijelaskan Nabi dalam riwayat Imam Bukhari dari Anas bin Malik bahwa telah datang kepada Aisyah seorang ibu bersama dua anaknya yang masih kecil. Aisyah memberikan tiga potong kurma kepada wanita itu. Diberilah oleh anak-anaknya masing-masing satu, dan yang satu lagi untuknya. Kedua kurma itu dimakan anaknya sampai habis, lalu mereka menoreh kearah ibunya. Sang ibu membelah kurma (bagiannya) menjadi dua, dan diberikannya masing-masing sebelah kepada kedua anaknya. Tiba-tiba Nabi Muhammad SAW datang, lalu diberitahu oleh Aisyah tentang hal itu. Nabi Muhammad SAW bersabda : “Apakah yang mengherankanmu dari kejadian itu, sesungguhnya Allah telah mengasihinya berkat kasih sayangnya kepada kedua anaknya”. Kelima, dalam keluarga merupakan unit pertama dalam masyarakat di mana hubungan-hubungan yang terdapat di dalamnya, sebagian besar adalah bersifat hubungan langsung. Dari keluarga, anak pertama-tama memperoleh terbentuknya tahap-tahap awal proses sosialisasi, dan melalui interaksi dalam keluarga, anak memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, emosi, sikap, dan keterampilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua.
Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.
Sebagaimana dikutip Suyanto (2009), bahwa ada dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik. Ringkasan hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik. Menurut Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya. Wallahu a’lam bishshawab


DAFTAR PUSTAKA

Bambang Q-Anees dan Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Quran, Bandung, Simbiosa Rekatama Media, 2008.

Diane Tilman, Living Values Activities for Young Adults, Jakarta: Grasindo, 2004.

Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, Jakarta, PT Gramedia, 2010.

Jalal, Abdul Fattah, Min al-Usul  al-Tarbiyah fi  al-Islam, Mesir: tpn., 1977.

M. Baqir al-Shadr, Sejarah Dalam Perspektif Al-Qur’an, Sebuah Analisis, Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993.

Maragustam, Prof. Dr. M.A., Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan Islam), Yogyakarta, Nuha Litera, 2010.

—————, Pemikiran Pendidikan Syekh Nawawi al-Bantani, Yogyakarta, CV Datamedia, 2007.

Suyanto. Prof. Ph.D, Urgensi Pendidikan Karakter (makalah), Ditjen Mandikdasmen, Kemenpendiknas, 2009.

Yasien Mohammad, Insan Yang Suci, Konsep Fitrah Dalam Islam, Bandung: Mizan, 1997.

M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, Bandung: Mizan, 1997.

Tobroni, ”Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam,” dalam Website: http://tobroni.staff.umm.ac.id.

Abdullah Munir, Pendidikan Karakter, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2010.

Mohammad Nuh, Pendidikan Karakter Mendesak Diterapkan (makalah), Media Center Diknas, 2010.


[1]dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.

[2]…dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. Yang dimaksud dengan dua jalan ialah jalan kebajikan dan jalan kejahatan.
[3] …dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,

Sabtu, 21 Juli 2012

KALBU TAK BERDEBU

oleh: 
Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag.
Guru Besar pada Fakultas Dakwah


 Ketika di depan kaca hias, tiba-tiba Anda melihat satu titik debu hitam di dahi? Pertanyaan ini lebih jelas lagi jawabannya jika Anda perempuan. Berapa kali Anda bolak balik ke kaca hias hanya ingin melihat bisul kecil di dekat hidung Anda sudah kempes atau belum. Inilah yang disindir oleh Imam Al Ghazali, “Manusia lebih peka dengan kotoran kulit daripada kotoran batin”. Setiap hari Anda menggosok badan dengan sabun wangi, menyemprot parfum di lengan baju dan berdandan serapi mungkin. Sebelum berangkat keluar masih balik lagi ke kaca untuk memastikan kerapian. Tapi Anda tidak memiliki keseriusan yang sama untuk mengharumkan hati.
Anda tak keberatan membayar ratusan ribu rupiah agar Laboratorium Medis menunjukkan jenis penyakit Anda. Setelah itu Anda membayar lagi jutaan rupiah untuk berobat ke rumah sakit. Tapi, maukah Anda membayar yang sama kepada kawan yang memberitahu bahwa Anda angkuh, kikir, dan dengki? Padahal itu semua penyakit hati yang lebih berbahaya daripada kanker. Boro-boro membayar uang, terima kasih saja tidak. Bahkan seringkali nasib para pengritik lebih buruk daripada para pemuji. Padahal para pengeritik itulah sebenarnya dokter Anda.
Hati adalah raja dan semua anggota badan adalah rakyatnya. Perbuatan yang baik hanya lahir dari hati yang bersih. Hati yang kotor akan memproduk perkataan, sikap dan perbuatan yang tercela. Dalam bersujud, Nabi SAW memohon kepada Allah cahaya dalam hatinya agar menjadi hati yang bersih, “Wahai Allah berikan cahaya di hatiku”. Hati yang tersinari cahaya Allah akan membuat seseorang tawadlu, tidak sombong, mudah memaafkan orang, tidak pendendam, ikhlas menerima apapun pemberian Allah. Surga adalah tempat yang suci, maka hanya orang berhati suci yang diijinkan memasukinya.
Maukah Anda saya “pertemukan” dengan orang yang sejak kecil ikut Nabi agar Anda lebih serius membersihkan kalbu dari debu syirik, dan penyakit hati lainnya?. Inilah orangnya, Anas bin Malik R.A. Dengarkan ceritanya berikut ini.  Pada suatu hari, kami duduk bersama Rasulullah SAW, kemudian  beliau bersabda, “Sebentar lagi akan datang di hadapan kalian seorang pria calon penghuni surga”. Tiba-tiba datanglah seorang pria dengan jenggot yang masih basah dari air wudlu, sambil memegang sandal kusut di tangan kirinya.
Dalam pertemuan esok harinya, Nabi berkata yang sama, “Akan datang seorang laki-laki penghuni surga”.  Tidak lama kemudian, muncullah laki-laki yang sama. Begitulah Nabi mengulang sampai tiga kali. Ketika pertemuan itu selesai, ada seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Amr penasaran ingin tahu siapa sebenarnya laki-laki celon penghuni surga itu.
Abdullah membuntuti laki-laki itu sampai ke rumahnya. Lalu ia berkata, “Tuan, saya baru saja bertengkar dengan ayah saya, dan berjanji tidak akan pulang sampai tiga hari. Bolehkah saya tinggal di rumah tuan selama hari-hari itu?”. Laki-laki itu dengan suka hati mengijinkan Abdullah tidur di rumahnya selama tiga malam.
Selama itu Abdullah ingin mengetahui secara langsung bagaimana ibadah laki-laki itu. Segala gerak gerik laki-laki itu diamati, sampai tengah malam pun ingin dilihat apa yang dilakukannya. Tetapi, selama itu pula dia tidak menyaksikan sesuatu yang istimewa di dalam ibadahnya. “Apa benar orang seperti ini dijamin masuk surga?” tanya Abdullah dalam hati. Lalu Abdullah berkata, “Tuan, sebenarnya aku tidak bertengkar dengan ayah dan tidak pula berjanji tidak pulang. Aku hanya penasaran, apa rahasia Tuan sehingga disebut laki-laki calon penghuni surga sampai tiga kali”.  Kata Abdullah selanjutnya, “Aku ingin meniru Tuan agar bisa mendapat kehormatan seperti Tuan”.
Laki-laki itu menjawab, “Teman, yang aku kerjakan tidak lebih dari yang engkau saksikan”. Ketika Abdullah akan berpamit, laki-laki itu memanggil dan berkata, “Demi Allah, ibadahku selama ini tidak lebih dari apa yang kau saksikan selama kau di rumahku. Hanya saja aku tidak pernah menyimpan niat buruk sedikitpun terhadap sesama muslim. Aku juga tidak pernah menyimpan rasa iri terhadap kelebihan atau prestasi yang diberikan kepada siapapun”. Lalu Abdullah berkata, “Luar biasa, betapa bersih hati tuan dari perasaan jelek terhadap sesama muslim, dan betapa bersih pula dari iri hati terhadap kelebihan muslim lainnya. Inilah akhlak yang belum bisa saya lakukan”
Banyak kunci untuk membuka pintu surga. Ada kunci dari pahala mengajar mengaji Al Qur-an,  dari pahala haji dan umrah,  dari shalat malam, taraweh dan witir, dari pahala sedekah dan sebagainya. Tapi berdasar hadis di atas, kunci surga yang paling mahal adalah dari pahala prestasi menjaga kebersihan hati.  Dengan fasilitas atau harta yang melimpah, Anda bisa dengan mudah pergi umrah dan haji puluhan kali.  Bisa juga shalat sepanjang malam dan membaca Al Qur’an sampai tuntas (khatam) setiap hari. Tapi tidak dijamin Anda sukses membersihkan hati, apalagi kotoran hati sesamar debu. Diperlukan perjuangan berat dan panjang (jihadul akbar) untuk menjaga kebersihan hati.  Daripada melagukan lagu-lagu tidak bermutu, lebih baik Anda sering-sering melantunkan syair ini:  “Jagalah hati, jangan kau kotori. Jagalah hati, lentera hidup ini. Bersihkan hati, dari iri dan dengki; Bersihkan hati, untuk ridla ilahi”.
 
sumber:
http://sunan-ampel.ac.id/kolom-akademisi/1518-kalbu-tak-berdebu.html

Tuntunan Doa Sebelum Menikah Sampai Melahirkan

Dalam menghadapi dunia globalisasi dan era modern seperti sekarang ini generasi muda Islam perlu untuk membekali diri mereka dengan doa, ajaran agama yang mapan dan pergaulan yang baik. Persiapan bekal ilmu agama dan mental-spiritual yang berkelanjutan hal yang semestinya terus dilakukan agar tidak tergelincir dalam perbuatan dosa-dosa besar, kebutaan hati, pergaulan bebas, kejahatan fisik dan non fisik.  Kepedulian beragama dan tujuan akhir yang terarah dan baik perlu dibangun dalam hati generasi muda. Pendidikan, pengajaran dan praktek agama yang mengisi hari-hari mereka dirasa sangat penting. Untuk itu ajaran-ajaran Islam telah mempersiapkan berbagai perangkat, di antaranya adalah pendidikan dan praktek agama sejak lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa hingga berkeluarga. Untuk itu kami ikut menyumbang sarana pendidikan tersebut walaupun sedikit dan tidak berarti apa-apa. Dibawah ini ada beberapa doa yang diambil dari ayat-ayat al-Qur’an, Hadis Rasul maupun dari para ulama. Kami tulis dengan bahsa aslinya yaitu arab dan juga artinya dengan tujuan agar para pembaca mengerti isi dari doa tersebut. Bagi pembaca yang belum bisa membaca huruf Arab bisa saja berdoa dengan  membaca arti doa tersebut. Harapan kami kelak kemudian tergerak hatinya untuk bisa membaca ayat-ayat al-Qur’an, hadis Rasulullah SAW dan doa-doa lainnya dengan bahasa aslinya yaitu bahasa Arab. Doa ini kami urutkan semenjak seseorang masih bujang, mencari jodoh, menikah, malam pertama, hamil sehingga mempunyai keturunan. Semoga bermanfaat.

Doa Sebelum Menikah Sampai Melahirkan

doa Tuntunan Doa Sebelum Menikah Sampai Melahirkan
1. Doa sebelum menikah semoga mendapatkan jodoh yang baik :
Q.S.26 (Asy-Syura) ayat 83 :
(Ibrahim berdoa): “Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku Hikmah (agar aku menjadi orang yang bijaksana) dan pertemukanlah aku dengan orang-orang yang shaleh”.

2. Doa saat menikah Q.S.17 (Al Isra’) ayat 80 :
“Ya Tuhan-ku, masukkanlah dengan cara yang baik dan keluarkanlah (pula) aku dengan cara keluar yang baik dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong”.

3. Doa sesudah menikah semoga semua urusan lancar Q.S.18 (Al Kahfi) ayat 10 :
Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).”

4. Do’a malam pertama
” Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Ya Allah Ya Tuhan kami, jauhkanlah kami dari syaithon dan jauhkanlah syaithon dari (anak) yang Engkau karuniakan/berikan kepada kami”.

5. Do’a mohon dijadikan anak/janin yang akan lahir nanti laki-laki/perempuan :
  • Do’a ingin punya anak perempuan :
-  Dibaca oleh istri :
“Ya Allah, sesungguhnya aku akan memberikan nama anak yang masih ada dalam kandunganku dengan nama ………….  ( sebutkan calon nama anak perempuan yang akan diberikan nantinya ) maka jadikanlah dia anak perempuan yang shalihah”.
- Dibaca oleh suami :
“Ya Allah, sesungguhnya aku akan memberikan nama anak yang masih ada dalam kandungan istriku dengan nama ……………  ( sebutkan calon nama anak perempuan yang akan diberikan nantinya )   maka jadikanlah dia anak perempuan yang shalihah”.
  • Do’a ingin punya anak lak-laki :
- Dibaca oleh istri :
“Ya Allah, sesungguhnya aku akan memberikan nama anak yang masih ada dalam kandunganku dengan nama ………. ( sebutkan calon nama anak laki-laki yang akan diberikan nantinya ) maka jadikanlah janin ini anak laki-laki yang shalih dengan  haknya Nabi yang mempunyai nama yang mulia, yaitu junjungan kami Nabi Muhammad SAW”.
Dibaca oleh suami :
“Ya Allah, sesungguhnya aku akan memberikan nama anak yang masih ada dalam kandungan istriku dengan nama ……….( sebutkan calon nama anak laki-laki yang akan diberikan nantinya )  maka jadikanlah janin tersebut anak laki-laki yang shalih dengan  haknya Nabi yang mempunyai nama yang mulia, yaitu junjungan kami Nabi Muhammad SAW”.

6. Do’a mohon diberikan keselamatan (dibaca oleh ibu yang sedang hamil) :
“ Ya Allah jagalah anaku selama ada dalam kandunganku, sembuhkanlah dia (apabila ada penyakitnya), Engkau adalah Dzat yang Maha Menyembuhkan, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan yang datang dari-Mu, kesembuhan yang tidak akan membawa penyakit. Ya Allah jadikanlah anak-anak yang ada dalam kandunganku dengan bentuk yang bagus (tampan/cantik) dan tetapkanlah di dalam hatinya untuk senantiasa beriman kepadaMu dan RasulMu. Ya Allah keluarkanlah anakku dari kandunganku pada waktu aku melahirkan dengan mudah dan selamat. Ya Allah jadikanlah anakku, anak yang sehat, sempurna, berakal, cerdas, baik pengetahuan agamanya dan senantiasa mengamalkan ilmunya. Ya Allah berilah anakku umur yang panjang, badan yang sehat, akhlak (budi pekerti) yang luhur, lisan yang fasih serta suara yang bagus untuk membaca Al Qur’an dan Hadits berkat kebaikan Nabi Muhammad SAW. Segala puji hanyalah untuk Allah yang menguasai seluruh alam”.

7. Doa untuk ibu hamil (dibaca oleh ibu hamil)
- Q.S.3 (Ali Imran) ayat 35 :
”Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku bernadzar kepada Engkau anak yang ada dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (kepada Mu). karena itu terimalah (doaku) ini . Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.
- Q.S.16 (An Nahl) ayat 78 :
….dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.

8. Do’a untuk ibu hamil dibaca oleh suami-istri.
-  Q.S.2 (Al Baqarah) ayat 286 :
”Ya Tuhan kami, janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa atau salah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan  kepada kami beban yang kami tidak sanggup untuk memikulnya. Berilah kami maaf, ampunilah kami dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka berilah kami pertolongan (untuk menang didalam menghadapi) orang-orang kafir.”
- Q.S.25 (Al Furqan) ayat 74 :
”Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami dari isteri-isteri kami dan anak keturunan kami penyenang hati (keturunan yang baik), dan Jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa”.
- Q.S.3 (Ali Imran) ayat 173 :
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung”.
- Q.S.8 (Al Anfal) ayat 40 :
“Dia adalah Sebaik-baik pelindung dan Sebaik-baik penolong, tidak ada daya upaya dan kekuatan, melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Mulia”

9. Doa ibu yang sedang menyusui
Q.S.26 (Asyu’ara) ayat 78 – 80 :
78. “(Dia-lah Allah SWT) yang telah menciptakan aku, Maka Dialah yang menunjuki aku”,
79. “dan Dia-lah Tuhan yang memberiku makan dan minum”,
80. “dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.,

10. Doa untuk ibu nifas :
Dalam keadaan nifas seorang ibu masih diperbolehkan membaca sholawat, istighfar, tasbih, tahmid dan tahlil.
Doa untuk ibu nifas ketika istinja’ (cebok) :
“Ya Allah bersihkan hatiku dari kemunafikan, dan lindungilah kehormatan (kemaluan) ku dari kejahatan (penyakit)”.
Selanjutnya,……

11. Doa untuk bayi yang baru lahir sesudah di adzankan :
“Ya Allah Yang Maha Esa, tempat semua orang meminta, aku mohon perlindungan-MU untuk anakku dari segala kejahatan orang yang hasad/dengki”.
“Ya Allah dengan segala kesempurnaan kalimat-MU, aku mohon perlindungan untuk anakku dengan kalimah-kalimah Allah yang sempurna dari segala gangguan setan, dari gangguan semua binatang, dan dari gangguan pandangan mata yang dapat membawa akibat buruk kepada apa yang dilihatnya”

Pendidikan Sebagai Investasi Jangka Panjang

Profesor Toshiko Kinosita mengemukakan bahwa sumber daya manusia Indonesia masih sangat lemah untuk mendukung perkembangan industri dan ekonomi. Penyebabnya karena pemerintah selama ini tidak pernah menempatkan pendidikan sebagai prioritas terpenting. Tidak ditempatkannya pendidikan sebagai prioritas terpenting karena masyarakat Indonesia, mulai dari yang awam hingga politisi dan pejabat pemerintah, hanya berorientasi mengejar uang untuk memperkaya diri sendiri dan tidak pernah berfikir panjang (Kompas, 24 Mei 2002).
Pendapat Guru Besar Universitas Waseda Jepang tersebut sangat menarik untuk dikaji mengingat saat ini pemerintah Indonesia mulai melirik pendidikan sebagai investasi jangka panjang, setelah selama ini pendidikan terabaikan. Salah satu indikatornya adalah telah disetujuinya oleh MPR untuk memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20 % dari APBN atau APBD. Langkah ini merupakan awal kesadaran pentingnya pendidikan sebagai investasi jangka pangjang. Sedikitnya terdapat tiga alasan untuk memprioritaskan pendidikan sebagai investasi jangka panjang.
Pertama, pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi. Pada praksis manajemen pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi teknis-ekonomis baik pada tataran individual hingga tataran global. Fungsi teknis-ekonomis merujuk pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Misalnya pendidikan dapat membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan berkompetisi dalam ekonomi yang kompetitif.
Secara umum terbukti bahwa semakin berpendidikan seseorang maka tingkat pendapatannya semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang berpendidikan lebih produktif bila dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan. Produktivitas seseorang tersebut dikarenakan dimilikinya keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu salah satu tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup. Inilah sebenarnya arah kurikulum berbasis kompetensi, pendidikan life skill dan broad based education yang dikembangkan di Indonesia akhir-akhir ini. Di Amerika Serikat (1992) seseorang yang berpendidikan doktor penghasilan rata-rata per tahun sebesar 55 juta dollar, master 40 juta dollar, dan sarjana 33 juta dollar. Sementara itu lulusan pendidikan lanjutan hanya berpanghasilan rata-rata 19 juta dollar per tahun. Pada tahun yang sama struktur ini juga terjadi di Indonesia. Misalnya rata-rata, antara pedesaan dan perkotaan, pendapatan per tahun lulusan universitas 3,5 juta rupiah, akademi 3 juta rupiah, SLTA 1,9 juta rupiah, dan SD hanya 1,1 juta rupiah.
Para penganut teori human capital berpendapat bahwa pendidikan adalah sebagai investasi sumber daya manusia yang memberi manfaat moneter ataupun non-moneter. Manfaat non-meneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan dibawahnya. (Walter W. McMahon dan Terry G. Geske, Financing Education: Overcoming Inefficiency and Inequity, USA: University of Illionis, 1982, h.121).
Sumber daya manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan nasional, terutama untuk perkembangan ekonomi. Semakin banyak orang yang berpendidikan maka semakin mudah bagi suatu negara untuk membangun bangsanya. Hal ini dikarenakan telah dikuasainya keterampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi oleh sumber daya manusianya sehingga pemerintah lebih mudah dalam menggerakkan pembangunan nasional.
Nilai
Balik Pendidikan
Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja. Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan nilai balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi modal fisik yaitu 20 % dibanding 15 %. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik yaitu 9 % dibanding 13 %. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi (Ace Suryadi, Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan: Isu, Teori dan Aplikasi. Balai Pustaka: Jakarta, 1999, h.247).
Pilihan investasi pendidikan juga harus mempertimbangkan tingkatan pendidikan. Di Asia nilai balik sosial pendidikan dasar rata-rata sebesar 27 %, pendidikan menengah 15 %, dan pendidikan tinggi 13 %. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka manfaat sosialnya semakin kecil. Jelas sekali bahwa pendidikan dasar memberikan manfaat sosial yang paling besar diantara tingkat pendidikan lainnya. Melihat kenyataan ini maka struktur alokasi pembiayaan pendidikan harus direformasi. Pada tahun 1995/1996 misalnya, alokasi biaya pendidikan dari pemerintah Indonesia untuk Sekolah Dasar Negeri per siswa paling kecil yaitu rata-rata hanya sekirat 18.000 rupiah per bulan, sementara itu biaya pendidikan per siswa di Perguruan Tinggi Negeri mendapat alokasi sebesar 66.000 rupiah per bulan. Dirjen Dikti, Satrio Sumantri Brojonegoro suatu ketika mengemukakan bahwa alokasi dana untuk pendidikan tinggi negeri 25 kali lipat dari pendidikan dasar. Hal ini menunjukkan bahwa biaya pendidikan yang lebih banyak dialokasikan pada pendidikan tinggi justru terjadi inefisiensi karena hanya menguntungkan individu dan kurang memberikan manfaat kepada masyarakat.
Reformasi alokasi biaya pendidikan ini penting dilakukan mengingat beberapa kajian yang menunjukkan bahwa mayoritas yang menikmati pendidikan di PTN adalah berasal dari masyarakat mampu. Maka model pembiayaan pendidikan selain didasarkan pada jenjang pendidikan (dasar vs tinggi) juga didasarkan pada kekuatan ekonomi siswa (miskin vs kaya). Artinya siswa di PTN yang berasal dari keluarga kaya harus dikenakan biaya pendidikan yang lebih mahal dari pada yang berasal dari keluarga miskin. Model yang ditawarkan ini sesuai dengan kritetia equity dalam pembiayaan pendidikan seperti yang digariskan Unesco.
Itulah sebabnya Profesor Kinosita menyarankan bahwa yang diperlukan di Indonesia adalah pendidikan dasar dan bukan pendidikan yang canggih. Proses pendidikan pada pendidikan dasar setidaknnya bertumpu pada empat pilar yaitu learning to know, learning to do, leraning to be dan learning live together yang dapat dicapai melalui delapan kompetensi dasar yaitu membaca, menulis, mendengar, menutur, menghitung, meneliti, menghafal dan menghayal. Anggaran pendidikan nasional seharusnya diprioritaskan untuk mengentaskan pendidikan dasar 9 tahun dan bila perlu diperluas menjadi 12 tahun. Selain itu pendidikan dasar seharusnya “benar-benar” dibebaskan dari segala beban biaya. Dikatakan “benar-benar” karena selama ini wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah tidaklah gratis. Apabila semua anak usia pendidikan dasar sudah terlayani mendapatkan pendidikan tanpa dipungut biaya, barulah anggaran pendidikan dialokasikan untuk pendidikan tingkat selanjutnya.
Fungsi
Non Ekonomi
Ketiga, investasi dalam bidang pendidikan memiliki banyak fungsi selain fungsi teknis-ekonomis yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan. Fungsi sosial-kemanusiaan merujuk pada kontribusi pendidikan terhadap perkembangan manusia dan hubungan sosial pada berbagai tingkat sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan dirinya secara psikologis, sosial, fisik dan membantu siswa mengembangkan potensinya semaksimal mungkin (Yin Cheong Cheng, School Effectiveness and School-Based Management: A Mechanism for Development, Washington D.C: The Palmer Press, 1996, h.7).
Fungsi politis merujuk pada sumbangan pendidikan terhadap perkembangan politik pada tingkatan sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual, pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan sikap dan keterampilan kewarganegaraan yang positif untuk melatih warganegara yang benar dan bertanggung jawab. Orang yang berpendidikan diharapkan lebih mengerti hak dan kewajibannya sehingga wawasan dan perilakunya semakin demoktratis. Selain itu orang yang berpendidikan diharapkan memiliki kesadaran dan tanggung jawab terhadap bangsa dan negara lebih baik dibandingkan dengan yang kurang berpendidikan.
Fungsi budaya merujuk pada sumbangan pendidikan pada peralihan dan perkembangan budaya pada tingkatan sosial yang berbeda. Pada tingkat individual, pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan kreativitasnya, kesadaran estetis serta untuk bersosialisasi dengan norma-norma, nilai-nilai dan keyakinan sosial yang baik. Orang yang berpendidikan diharapkan lebih mampu menghargai atau menghormati perbedaan dan pluralitas budaya sehingga memiliki sikap yang lebih terbuka terhadap keanekaragaman budaya. Dengan demikian semakin banyak orang yang berpendidikan diharapkan akan lebih mudah terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya akan terjadi integrasi budaya nasional atau regional.
Fungsi kependidikan merujuk pada sumbangan pendidikan terhadap perkembangan dan pemeliharaan pendidikan pada tingkat sosial yang berbeda. Pada tingkat individual pendidikan membantu siswa belajar cara belajar dan membantu guru cara mengajar. Orang yang berpendidikan diharapkan memiliki kesadaran untuk belajar sepanjang hayat (life long learning), selalu merasa ketinggalan informasi, ilmu pengetahuan serta teknologi sehingga terus terdorong untuk maju dan terus belajar.
Di kalangan masyarakat luas juga berlaku pendapat umum bahwa semakin berpendidikan maka makin baik status sosial seseorang dan penghormatan masyarakat terhadap orang yang berpendidikan lebih baik dari pada yang kurang berpendidikan. Orang yang berpendidikan diharapkan bisa menggunakan pemikiran-pemikirannya yang berorientasi pada kepentingan jangka panjang. Orang yang berpendidikan diharapkan tidak memiliki kecenderungan orientasi materi/uang apalagi untuk memperkaya diri sendiri.
Kesimpulan
Jelaslah bahwa investasi dalam bidang pendidikan tidak semata-mata untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi tetapi lebih luas lagi yaitu perkembangan ekonomi. Selama orde baru kita selalu bangga dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu hancur lebur karena tidak didukung oleh adanya sumber daya manusia yang berpendidikan. Orde baru banyak melahirkan orang kaya yang tidak memiliki kejujuran dan keadilan, tetapi lebih banyak lagi melahirkan orang miskin. Akhirnya pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati sebagian orang dan dengan tingkat ketergantungan yang amat besar.
Perkembangan ekonomi akan tercapai apabila sumber daya manusianya memiliki etika, moral, rasa tanggung jawab, rasa keadilan, jujur, serta menyadari hak dan kewajiban yang kesemuanya itu merupakan indikator hasil pendidikan yang baik. Inilah saatnya bagi negeri ini untuk merenungkan bagaimana merencanakan sebuah sistem pendidikan yang baik untuk mendukung perkembangan ekonomi. Selain itu pendidikan juga sebagai alat pemersatu bangsa yang saat ini sedang diancam perpecahan. Melalui fungsi-fungsi pendidikan di atas yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan maka negeri ini dapat disatukan kembali. Dari paparan di atas tampak bahwa pendidikan adalah wahana yang amat penting dan strategis untuk perkembangan ekonomi dan integrasi bangsa. Singkatnya pendidikan adalah sebagai investasi jangka panjang yang harus menjadi pilihan utama.
Bila demikian, ke arah mana pendidikan negeri ini harus dibawa? Bagaimana merencanakan sebuah sistem pendidikan yang baik? Marilah kita renungkan bersama.