Kamis, 30 Agustus 2012

Pendidikan Karakter Bangsa berbasis ASWAJA

Sebagai bangsa dan Negara (nation and state), Indonesia dikenal dunia sebagai Negara yang kaya akan nilai-nilai kebangsaan. Kekayaan nilai-nilai kebangsaan tercermin dalam keanekaragaman sosial, politik, budaya, dan bahasa  melalui kerukunan dan kebersamaan hidup, musyawarah mencapai mufakat, gotong royonh, tenggang rasa (teposeliro) dan pastinya kepercayaan kepada Tuhan YME. Nilai-nilai kebangsaan tersebut diwariskan kepada generasi bangsa ini melalui sebuah lembaga pranata sosial yaitu keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan (sekolah) yang kita sebut  pendidikan.
Namun demikian, seiring dengan tantangan zaman yang semakin kompleks dan mengglobal serta arus informasi yang sulit dibendung dan difilter mengakibatkan pudarnya nilai-nilai karakter bangsa dikalangan generasi muda bangsa ini dengan indikasi pergeseran nilai etika dan nilai budaya. Gejala itu diakibatkan oleh carut marutnya kompleksitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Beberapa misalnya besarnya kesenjangan taraf kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia. Begitu besar perbedaan antara orang kaya dan miskin. Ketidakpastian hukum kepada masyarakat kecil. Yang punya bisa dengan seenaknya mengendalikan hukum sementara yang tidak punya berulangkali menjadi korban hukum walau kasus yang diterimanya sangat sepele.
Lebih dari itu maraknya pergaulan bebas dan pornografi dikalangan remaja kita sudah sangat meresahkan bahkan sudah pada titik kulminasi yang kalau tidak segera dilakukan pembinaan sejak dini maka generasi bangsa ini akan rusak. Mereka mulai berpikir bahwa pergaulan bebas adalah hal biasa. Kurangnya kontrol orang tua dan rasa peduli dari pendidik di sekolah mengakibatkan para remaja yang notabene adalah siswa dengan leluasa melangkah melakukan hubungan bebas dengan lain jenis.  Oleh karenanya perlu dilakukan revitalisasi tentang nilai-nilai karakter bangsa melalui pendidikan karakter di sekolah melalui pembelajaran di kelas.
Ahmed Machfudh (2011) menyatakan bahwa karakter bangsa merupakan pilar penting dan ibarat kemudi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan karakter merupakan warisan luhur bangsa Indonesia. Sejak lama dalam kehidupan keseharian para pendiri bangsa ini sudah mengajarkan kepada putra-putrinya tentang karakter bangsa. Namun demikian seperti yang disampaikan sebelumnya, bahwa pendidikan karakter ini belum terimplementasikan dengan baik atau terjadi broken-line dari generasi sebelumnya sehingga warisan luhur itu menjadi putus. Dengan demikian perlu dipikirkan bagaimana memasukkan nilai-nilai karakter itu dalam mata pelajaran. Salah satu pelajaran yang dikaji dalam tulisan ini adalah matapelajaran bahasa Inggris. Selama ini bahasa Inggris hanya berjalan sebagai pelajaran saja karena sekolah orientasi pada bagaimana siswa lulus ujian nasional bahasa Inggris. Jauh dari itu sebenarnya guru bisa menerapkan pendidikan karakter dalam matapelajaran bahasa Inggris. Oleh karenanya revitalisasi pendidikan karakter bangsa berbasis nilai-nilai Ahlussunnah wal Jama’ah dalam matapelajaran bahasa Inggris ini ditulis.
Makna Pendidikan Karakter
Kata pendidikan sebagai kata benda didalam bahasa Arab ialah tarbiyah dengan kata kerja mendidik atau rabba bermakna usaha dan kegiatan pembinaan pribadi, kepemimpinan, pemeliharaan. Pembinaan pribadi, kepemimpinan, dan pemeliharaan mengandung kegiatan pengajaran yaitu penyampaian ajaran, member contoh, melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung ide pembentukan pribadi yang sejalan dengan nilai-nilai kepribadian bangsa (Sudiyono, 2009).
Mudyahardjo (2010) menjabarkan makna pendidikan menjadi tiga ruang lingkunp, maha luas, sempit, dan luas terbatas. Pendidikan dalam pengertian maha luas adalah segala situasi dalam hidup yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang. Pendidikan adalah pengelaman belajar. Dalam arti sempit pendidikan adalah sekolah atau persekolahan (schooling). Sekolah adalah lembaga pendidikan formal sebagai sebagai salah satu hasil rekayasa dari peradaban manusia, disamping keluarga, dunia kerja, negara, dan lembaga keagamaan. Dalam pengertian luas terbatas pendidikan adalah berbagai macam pengalaman belajar dalam keseluruhan lingkungan hidup, baik di sekolah maupun di luar sekolah yang sengaja dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Hal ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang SIstem Pendidikan Nasional beserta penjelasannya. Pendidikan dinyatakan sebagai usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan pengajaran, bimbingan, dan/ atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang (Depdikbud: 1993)
Ki Hadjar Dewantara memaknai pendidikan yaitu daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Bagian-bagain itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita. Lebih lanjut Nuarani Soyomukti dalam bukunya teori-teori pendidikan (2010) mendefinisikan pendidikan sebagai proses untuk memberikan manusia berbagai macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri yang meliputi penyadaran, pencerahan, pemberdayaan, dan perubahan perilaku. Karenanya, pendidikan berkaitan dengan bagaimana manusia dipandang. Dalam hal ini, pandangan ilmiah tentang manusia sebagai makhluk Allah dengan segala keunikan yang dimilikinya. Memandangnya harus komprehensif dengan cara-cara yang juga manusiawi.
Pasal 3 UU Sisdiknas mengisyaratkan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam buku Young Person’s Character (2006) dijelaskan bahwa “character is about good choices and positive actions. It is about doing the right thing. Character shows itself in your behavior. Character involves your conscience. Character taps into your judgment, your heart, and your thinking.”
Senada dengan itu Djiwandono (2000) menguraikan dengan bahasa yang lain yaitu pendidikan nilai. Menurut beliau pendidikan nilai ditujukan pada penanaman nilai-nilai kebangsaan untuk menangkis pengaruh nilai-nilai negative atau yang cenderung mendorong nilai-nilai negative dalam artian moral yang merupakan akibat dari arus globalisasi. Nilai-nilai negatif seperti materalisme, konsumerisme, dan hedonism untuk dirubah dengan nilai-nilai kesederhanaan dan cinta kasih kepada sesama (kepedulian kepada sesama).
Karakter berarti ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam  menghadapi kesulitan dan tantangan. Karakter terkait dengan kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kepedulian antar sesama, dan lain-lain. Dengan demikian pendidikan karakter merupakan bagian integral yang sangat penting dari pendidikan di Indonesia.  Hal ini juga sejalan dengan ending empat pilar pendidikan menurut UNESCO yaitu belajar menjadi manusia seutuhnya dan belajar untuk hidup bersama-sama dalam keharmonisan.
Makna Ahlussunnah Wal Jamaah (ASWAJA)
Ahlussunah wal jamaah merupakan salah satu teologi keagamaan yang ada dalam islam. Menurut sejarahnya paham teologi keagamaan ini di cetuskan oleh Abu Al-Hasan al-Asy’ari  dan Imam Abu Mansur al-Maturidi. Kemunculan aswaja tidak bisa lepas dari friksi-friksi yang muncul antar kelompok islam setelah wafatnya para Khulafaur Rosyidin (Abu Bakar Assiddiq, Umar bin Khotab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Tholib). Istilah ahlussunnah wal jamaah ini sudah diprediksi Rosulillah dalam hadistnya riwayat HR. Thabarani yang artinya “Kaum Yahudi akan terpecah menjadi 71 firqah/golongan, kaum Nasrani akan terpecah menjadi 72 firqah/golongan sedangkan umatku (Islam) akan terpecah menjadi 73 firqah/golongan. Yang selamat di antara mereka itu hanya satu, sedangkan sisanya binasa. Para sahabat bertanya “Siapakah yang selamat itu ?” Nabi SAW menjawab “Ahlussunnah wal Jamaah”. Para sahabat bertanya “Siapakah yang disebut Ahlussunnah wal Jamaah itu ? Nabi SAW menjawab “Apa yang aku perbuat hari ini dan para sahabatku”.
Secara lughawi (bahasa) istilah Aswaja berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata ahlun, sunnah dan al-jama’ah. Masing-masing mempunyai makna, sebagai berikut :
Kata ahl berarti keluarga atau famili. Jika kata tersebut dikaitkan dengan suatu aliran atau madzhab menurut Fairuzabadi (dalam Darsono:2006) berarti pemeluk aliran atau madzhab tersebut atau pengikut (ashab) madzhab.
Kata sunnah mempunyai beberapa makna, yaitu bisa diartikan sebagai al-thariqah berarti jalan, sehingga ahlussunnah merupakan thariqah-nya para sahabat dan tabi’in atau berarti  tabiat, perilaku kehidupan, yaitu tabiat dan perilaku kehidupan Nabi saw.
Sedangkan kata  Jama’ah berarti sekumpulan orang-orang banyak yang mempunyai suatu tujuan. Kata Jamaah apabila dikaitkan dengan al-madzahib al-Islamiyyah memang hanya berlaku pada kalangan Sunni, karena di kalangan Khawarij atau Rafidlah belum tersdengar penggunaan al-jama’ah, sedangkan di Mu’tazilah tidak mengabsahkan Ijma’ sebagai produk hukum.
Menurut Arland (2006) menjelaskan bahwa para ulama NU, Aswaja dimaknai dalam dua pengertian. Pertama, Aswaja sudah ada sejak zaman sahabat nabi dan tabi’in yang biasanya disebut generasi salaf. Pendapat ini didasarkan pada pengertian Aswaja, yakni mereka yang selalu mengikuti sunnah Nabi Saw. dan para sahabatnya. Kedua, pendapat yang mengatakan bahwa Aswaja adalah paham keagamaan yang baru ada setelah munculnya rumusan teologi Asy’ari dan Maturidi dalam bidang teologi, rumusan fiqhiyyah mazhab empat dalam bidang fikih serta rumusan tashawuf Junayd al-Bagdadi dalam bidang tashawuf . Fatah Syukur (2007) menambahkan bahwa aswaja adalah Mereka yang menempuh seperti apa yang pernah ditempuh oleh Rasulullah ‘Alaihi Asholatu wa Sallam dan para Sahabatnya r.a.
Di luar dua pengertian di atas, Said Agil Siradj (2001) memberikan pengertian lain. Menurutnya, Aswaja adalah orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar-dasar moderasi, menjaga keseimbangan, dan toleransi. Baginya, Aswaja harus diletakkan secara proporsional, yakni Aswaja bukan sebagai mazhab, melainkan hanyalah sebuah manhaj al-fikr (cara berpikir tertentu) yang digariskan oleh sahabat dan para muridnya, yaitu generasi tabi’in yang memiliki intelektualitas tinggi dan relatif netral dalam menyikapi situasi politik ketika itu. Meskipun demikian, hal itu bukan berarti bahwa Aswaja sebagai manhaj al-fikr adalah produk yang bebas dari realitas sosio-kultural dan sosio-politik yang melingkupinya.
Perlu diperjelas dan dibatasi makna aswaja dalam konteks unisma. Karena akhir-akhir ini banyak kita temukan berbagai elemen organisasi yang menamakan dirinya ”aswaja”. Namun fikrah Nahdliyah yang juga menjadi fikrahnya unisma berbeda dengan mereka yang banyak mengusung nama-nama aswaja. Menurut Hasyim Muzadi (2007) menjelaskan bahwa NU memiliki metodologi atau manhaj sendiri. Dalam bidang akidah, NU berkiblat pada pemikiran Abu Al-Hasan al-Asy’ari  dan Imam Abu Mansur al-Maturidi. Bidang fiqih mengikuti pendapat-pendapat empat madzhab, baik secara manhaji maupun qauli. Sementara bidang tasawuf, mengikuti Syekh Junaid al-Bagdadi dan Abu Hamid al-Ghazali.
Fikrah Nahdliyah memiliki ciri khas yang membedakan dengan pemikiran lain. Karena  fikrah Nadliyah inilah NU bisa dikenal dunia internasional dan sekarang tetap eksis. Setidaknya ada lima ciri fikrah Nadliyah. Pertama adalah fikrah tawassuttiyah (pola pikir yang moderat). Artinya warga NU selalu bersikap seimbang dalam setiap menghadapi dan mensikapi persoalan. Kedua adalah fikrah tasammuhiyah (pola pikir toleran). Artinya warga NU dapat hidup berdampingan dengan warga dan komunitas lain walaupun berbeda agama maupun aliran. Ketiga adalah fikrah islahiyah (pola pikir reformatif). Artinya warga NU selalu berupaya menuju ke arah yang lebih baik. Keempat adalah fikrah tatawwuriyah (pola pikir dinamis). Artinya warga NU selalu melakukan kontekstualisasi dalam merespon berbagai persoalan. Kelima adalah fikrah manhajiyyah (pola pikir yang metodologis). Artinya warga NU dalam berpikir harus menggunakan landasan metodologi yang jelas tidak asal bicara saja.

Desain Pendidikan Karakter
Desain pendidikan karakter berangkat dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Nilai-nilai itu bersumber dari Agama, Pancasila, UUD 1945, UU. No. 20/2003 tentang Sisdiknas. Selain itu nilai-nilai luhur juga berasal dari teori pendidikan, psikologi nilai, dan sosial budaya berdasarkan pengalaman terbaik dan praktik nyata. Proses pembudayaan dan pemberdayaan dilakukan dengan dua hal yaitu pendidikan (intervensi) dan pembiasaan (habituasi). Lebih jauh Tholchah Hasan (2011) menambahkan tiga hal yaitu peneladanan (figurasi), pewadahan (institusi), dan pembudayaan (civilisasi).
Intervensi pendidikan karakter dilakukan melalui satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Proses habituasi harus didukung oleh seperangkat pendukung misalnya kebijakan, pedoman, sumber daya, lingkungan, sarana dan prasarana, kebersamaan, komitmen pemangku kepentingan. Desain itulah yang akan menghasilkan perilaku karakter. Desain yang kecil dilakukan di satuan pendidikan yang terintegrasi dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Permen no. 23 tahun 2006 merinci pendidikan karakter yang terintegrasi dalam KBM di kelas. Berikut adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL) SMP/MTs/SMPLB (nomor 1 s.d 21) dan SMA/MA (nomor 22 s.d. 43).
  1. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesui dengan tahap perkembangan remaja.
  2. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri.
  3. Menunjukkan sikap percaya diri.
  4. Memahami aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.
  5. Menghargai keragaman agama, budaya, suku, ras dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional.
  6. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis dan kreatif.
  7. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif.
  8. Menunjukkan kemampuan belajar secara mendiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
  9. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
10.  Mendeskripsi gejala alam dan sosial.
11.  Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab.
12.  Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
13.  Menghargai karya seni dan budaya nasional.
14.  Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya.
15.  Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman dan memanfaatkan waktu luang.
16.  Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun.
17.  Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat.
18.  Menghargai adanya perbedaan pendapat.
19.  Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana.
20.  Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana
21.  Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah.
22.  Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja
23.  Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya
24.  Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya
25.  Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial
26.  Menghargai keberagaman agama, bangsa,  suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup global
27.  Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif
28.  Menunjukkan  kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan
29.  Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri
30.  Menunjukkan sikap kompetitif & sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik
31.  Menunjukkan kemampuan  menganalisis dan memecahkan masalah kompleks
32.  Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial
33.  Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
34.  Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya
35.  Mengapresiasi karya seni dan budaya
36.  Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok.
37.  Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan.
38.  Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun.
39.  Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat.
40.  Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain.
41.  Menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis.
42.  Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
43.  Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi
Penjelasan diatas dapat diambil kata-kata kunci seperti yang dijelaskan dalam buku young person’ character yaitu

Accountable Courageous Generous Leader Self-Disciplined
Adaptable Creative Gentle Loyal Self-Reliant
Altruistic Decisive Good Citizen Open-Minded Sense of Humor
Ambitious Dedicated Hard Working Patient Sensitive
Bold Dependable Helpful Polite Team Player
Caring Determined Honest Positive Thorough
Cautious Dignified Humble Resourceful Tolerant
Compassionate Fair Innovative Respectful Trustworthy
Considerate Focused Inquisitive Responsible Visionary
Cooperative Forgiving Joyful Self-Confident Wise


Pendidikan Karakter dalam Bingkai Aswaja
Fikrah Tawassuttiyah (pola pikir yang moderat)
Fikrah Tasammuhiyah (pola pikir toleran)
Fikrah Islahiyah (pola pikir reformatif)
Fikrah Tatawwuriyah (pola pikir dinamis)
Fikrah Manhajiyyah (pola pikir yang metodologis)
Accountable Altruistic Adaptable Ambitious Courageous
Decisive Caring Bold Cautious Creative
Fair Compassionate Dedicated Hard-Working Determined
Focused Considerate Forgiving Patient Innovative
Gentle Cooperative Leader Polite Inquisitive
Good-Citizen Dependable Responsible Positive Open-Minded
Honest Dignified
Self-Confident Resourceful
Humble Generous
Self-Disciplined
Open-Minded Helpful
Self-Reliant
Sense of Humor Joyful
Thorough
Team Player Loyal
Visionary
Trustworthy Respectful


Wise Sensitive



Tolerant




Kesimpulan
Pendidikan adalah aset bangsa yang paling bernilai. Bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu memperhatikan pendidikan. Negara yang maju selalu memperhatikan tentang pendidikan. Pendidikan bukan semata-mata transfer ilmu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain. Pendidikan seyogyanya dijadikan kawah candradimuka penanaman nilai dan pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan. Mari berbuat sesuatu yang penting kepada bangsa dan negara kita yang dimulai dari ruang-ruang kelas kita dengan memperhatikan antara nilai (karakter) dan ilmu.
Daftar Bacaan
Arland. 2006. Paham Ahllussunnah wal Jama’ah yang dinut NU. (Online), (http://www.mail-archive.com/mencintai-islam@yahoogroups.com/msg01393.html, diakses 4 April 2008).
Darsono. 2006. Ahlussunnah Wal Jama’ah. Makalah disampaikan dalam Latihan Kader Aswaja LPITI Universitas Islam Malang tahun 2006.
Depdikbud. 1993. Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
Djiwandono, J. Soedjati. 2000. Globalisasi dan Pendidikan Nilai. Dalam Menggagas Paradigman Baru Pendidikan (Demokratisasi, Otonomi, Civil Society, Globalisasi). Kanisius: Yogyakarta.
Djoko Saryono.2011. Desain Utama Pendidikan Karakter Bangsa. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Nilai-nilai Karakter Bangsa Berbasis Tradisi Pesantren dan Kitab Kuning, Malang, 8 Maret 2011 di Universitas Islam Malang.
Machfudh, Ahmed.2011.” Arah dan Kebijakan Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa di Sekolah/ Madrasah”. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Nilai-nilai Karakter Bangsa Berbasis Tradisi Pesantren dan Kitab Kuning, Malang, 8 Maret 2011 di Universitas Islam Malang.
Mudyahardjo, Redja. 2010. Filsafat Ilmu Pendidikan (Suatu Pengantar). Remaja Rosdakarya Offset: Bandung.
Muzadi, Hasyim. 2007. Hasyim: Aswaja Harus diselamatkan. (Online), http://www.nu.or.id/, diakses 1 Juni 2008.
Pancasila, UUD 1945, UU. No. 20/2003 tentang Sisdiknas
Siraj, Said Aqil. 2001. Aswaja dan HAM (Tinjauan dari Visi Historis). Dalam Abdul Wahid (Eds.) Militansi Aswaja dan Dinamika Pemikiran Islam (hlm. 10-15). Aswaja Center: Unisma Press .
Soyomukti, Nuarani. 2010. teori-teori pendidikan. Ar Ruzz Media: Jogjakarta
Sudiyono, M. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Rineka Cipta: Jakarta.
Syukur, Fatah. 2007. Pendidikan Islam (Humanisasi Nilai-nilai Islam). (Online), (http: citraedukasi.blogspot.com, diakses 1 Maret 2008).
Tholchah Hasan.2011.Pesantren dan Pembangunan Karakter Bangsa. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Nilai-nilai Karakter Bangsa Berbasis Tradisi Pesantren dan Kitab Kuning, Malang, 8 Maret 2011 di Universitas Islam Malang.
Young Person’s Character Education Handbook.2006.JIST Publishing, Inc.

Rabu, 29 Agustus 2012

Pembentukan Karakter dalam Perspektif Islam

Aksi dan perilaku negatif mulai dari demo anarkis, perkelahian massal, perusakan, KDRT, tindak korupsi, perilaku a-susila hingga bullying di lembaga pendidikan merupakan wujud-wujud perbuatan tak terpuji atau lahir dari akhlak tercela. Sedang akhlak tercela dipastikan berasal dari orang bermasalah dalam keimanan yang merupakan manifestasi sifat syaitan dan iblis yang tugas utama dan satu-satunya menjerumuskan manusia agar tersesat dari koridor agama. 
Dalam Al Quran diungkap bahwa Iblis adalah makhluk sombong. Tatkala disuruh Allah bersujud terhadap Adam, ia menolak dan malah mengatakan “Aku lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan aku dari api, sedang Engkau menciptakannya dari tanah” (Qs. Al-A’raf: 12). Iblis pantang bersujud. Allah murka dan menghukumnya keluar dari surga. Iblis minta waktu untuk menjerumuskan manusia. Peristiwa ini diabadikan Allah di berbagai surat dalam Al Quran.  
Ajaran Islam tidak membiarkan perbuatan tercela. Nabi Muhammad sendiri diutus dalam upaya menyempurnakan akhlak manusia. Mukmin adalah yang mempunyai akhlak paling baik. Dalam kamus bahasa yang mendekati makna akhlak adalah budi pekerti. Senyatanya di Indonesia budi pekerti bangsa masih menjadi persoalan, hingga dimunculkan karakter.  UU Sisdiknas no 20 tahun 2003  telah menaruh perhatian dengan mencantumkan akhlak mulia sebagai suatu tujuan penting dari sistem pendidikan nasional. Tetapi maraknya kekerasan dan perilaku negatif yang dilakukan oleh kaum terdidik membuat kita miris dan prihatin. Perbuatan itu dilakukan orang yang mengaku beragama. 
Dalam Islam  disebutkan Nabi Muhammad memiliki akhlak yang agung: wainnaka la ‘ala khuluqin azim (QS Al-Qalam: 4). Akhlak terpuji dicontohkan Nabi diantaranya, menjaga amanah, dapat dipercaya, bersosialisasi dan berkomunikasi efektif dengan umat manusia sesuai harkat dan martabatnya, membantu sesama manusia dalam kebaikan, memuliakan tamu, menghindari pertengkaran, memahami nilai dan norma yang berlaku, menjaga keseimbangan ekosistem, serta bermusyawarah dalam segala urusan untuk kepentingan bersama.  Keberadaan Nabi selaku utusan Allah kepada umat manusia pada intinya dapat disimak dari ucapan beliau: “Sesungguhnya aku (Muhammad) ini diutus ke dunia semata-mata demi menyempurnakan Akhlak umat manusia” (al-Hadist).
Sabda Rasulullah tersebut diatas menunjukkan tiada lain bahwa kehidupan manusia ini semestinya bersandar pada segala perilaku positif dan tindakan terpuji. Itulah semua bagian dari sebuah akhlak yang mulia. Dalam Islam kedudukan akhlak sangat penting, ia merupakan "buah" dari pohon Islam  berakarkan akidah dan berdaun syari’ah.

Pendidikan Karakter yang Beradab
Cendekiawan Muslim Adian Husaini (2011) mengemukakan bahwa dalam soal pendidikan karakter bagi anak didik berbagai agama bisa bertemu. Islam, Kristen dan berbagai agama lain bisa bertemu dalam penghormatan terhadap nilai-nilai keutamaan. Nilai kejujuran, kerja keras, sikap ksatria, tanggung jawab, semangat pengorbanan, dan komitmen pembelaan terhadap kaum lemah dan tertindas, bisa diakui sebagai nilai-nilai universal yang mulia dan diakui oleh setiap agama.
Berbagai program pendidikan dan pengajaran – seperti pelajaran Budi Pekerti, Pendidikan Pancasila dan Kewargaan Negara (PPKN), Pendidikan Moral Pancasila (PMP), Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), – belum mencapai hasil optimal, karena pemaksaan konsep yang sekularistik serta tidak ada model perilaku yang jelas dan terterima. Padahal, program pendidikan karakter, sangat memerlukan contoh dan keteladanan. Kalau hanya slogan dan’omongan’, orang Indonesia dikenal jagonya! Memang kita rasakan, orang Indonesia dikenal piawai dalam menyiasati kebijakan dan peraturan. Ide UN, mungkin bagus tapi, di lapangan, banyak yang bisa menyiasati agar siswanya lulus semua yang merupakan tuntutan pejabat dan orang tua. Guru tidak berdaya. Lebih jauh lagi, kebijakan sertifikasi guru, bagus! Tapi, karena mental materialis dan malas sudah bercokol, kebijakan itu memunculkan tradisi berburu sertifikat, bukan berburu ilmu. Bukan tidak mungkin, gagasan Pendidikan Karakter ini menyuburkan bangku-bangku seminar demi meraih sertifikat pendidikan karakter, untuk meraih posisi dan jabatan tertentu.
Namun, pendidikan karakter yang mengembangkan nilai-nilai universal tersebut diatas tidak cukup untuk konteks Indonesia. Hal ini karena kita memiliki nilai-nilai adat ketimuran dan keagamaan yang demikian kuat dan menjadi ciri khas yang membedakan karakter orang Indonesia dan bangsa lain.  Sebagai contoh, China mendasarkan pada komunisme dan Negara barat berkiblat pada liberalisme. Mereka sukses. Kita sendiri sebenarnya memiliki Pancasila dan konstitusi kita (UUD 45) yang disusun the Founding Fathers sangat cermat mengesankan tingkat religiusitas yang tinggi dari mereka.  
Tentu karakter manusia Indonesia itu berbeda dengan karakter masyarakat komunis di Cina dan masyarakat di Barat yang melekat kuat perilaku liberalnya. Disnilah keunikan masing-masing. Indonesia memiliki nilai tersendiri yang kemudian oleh para pendiri republik ini berhasil di”satu”kan dalam nilai-nilai Pancasila. Sila pertama meyakinkan kita bahwa karakter universal yang menjadi tujuan pendidikan karakter seyogyanya dibarengi dengan nilai-nilai keagamaan yang dimiliki masing-masing individu. 
Sekolah-sekolah yang melaksanakan kegiatan pembelajaran berbasis keyakinan agamanya diperbolehkan dan dijamin dalam Negara berdasar Pancasila. Salahsatu penjabaran dari sila pertama ini maka seorang Kristen membentuk karakter universalnya melalui dasar keyakinan kristiani, sementara Muslim pun mengembangkan karakter universalnya melalui inspirasi keagamaan yang diyakininya yakni yang bersumber pada Al Qur’an dan Al Hadist..
Jadi pendidikan kita itu haruslah pendidikan karakter yang beradab dengan nilai-nilai filsafat dasar bangsa yang tersemai dalam Pancasila. Bukan karakter yang didasari nilai-nilai Barat, Komunis atau sekularistik. Hal ini penting karena pengaruh dan infiltrasi budaya asing demikian deras mempengaruhi warga bangsa,, padahal nilai-nilai ;uhur bangsa telah teruji menyatukan berbagai komponen bangsa sejak sebelum hingga masa mengisi kemerdekaan sekarang ini. The Founding Fathers RI telah berhasil menciptakan karya luar biasa dalam menyatukan bangsa ini melalui Pancasila.  Presiden Soekarno bahkan dengan percaya diri pernah memperkenalkan keunggulan Pancasila di forum persyarikatan bangsa-bangsa tak lama setelah Indonesia merdeka dari penjajahan. 

Jumat, 10 Agustus 2012

rumah dalam bahasa arab

Dalam Bahasa Arab, ada empat kata yang semuanya bisa berarti "rumah", yaitu: bayt (بَيْت), daar (دَار), maskan (مَسْكَن), dan manzil (مَنْزِل).

Dari segi asal katanya, setiap kata tersebut memiliki makna dan nuansa tersendiri.


  1. bayt (بَيْت) berasal dari fi'il (kata kerja) baata/yabiitu (بَاتَ/يَبِيْتُ) yang artinya: bermalam, 
  2. daar (دَار) berasal dari fi'il daara/yaduuru (دَارَ/يَدُوْرُ) yang artinya: berkeliling, beredar, 
  3. maskan (مَسْكَن) berasal dari fi'il sakana/yaskunu (سَكَنَ/يَسْكُنُ) yang artinya: tetap, tenang, 
  4. manzil (مَنْزِل) berasal dari fi'il nazala/yanzilu (نَزَلَ/يَنْزُلُ) yang artinya: turun, singgah. 

Maka dari keempat kata tersebut, semuanya telah mewakili empat fungsi rumah dan cara orang menyikapi dan menggunakan rumah:

1. Bayt, memiliki makna rumah sebagai tempat bermalam
2. Daar, rumah sebagai tempat berkeliling atau beraktifitas
3. Maskan, rumah sebagai tempat tinggal atau tempat menetap dengan tenang
4. Manzil, rumah sebagai tempat mampir atau persinggahan

Apakah anda menggunakan rumah dengan keempat fungsi dan manfaat tersebut. Ataukah hanya menjadikan rumah sebagai tempat singgah sejenak pelepas lelah?

Hampir semua Isim mempunyai asal kata dari Fi'il, dan bila ditelusuri lebih lanjut, ada benang merah antara hubungan kata-kata tersebut yang sangat menarik untuk dikaji dan dipelajari. Ada yang bisa memberi contoh? Tuangkan di komentar!