Jumat, 14 Desember 2012

Pesantren Kota


PESANTREN KOTA[1]
( Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter Bernuansa Agama)
Oleh M. Mahbubi[2]


FAKTA
1.      Tawuran kerap sekali terjadi antar siswa sekolah terutama di kota-kota besar.
2.      setiap tahun, selalu terjadi kebocoran dan kecurangan dalam pelaksanaan UN di seluruh Indonesia, bahkan hal ini di sponsori oleh kepala daerah dan kepala dinas pendidikan demi gengsi. Gengsi daerah agar dipandang berhasil bla bla bla bla. (sumber: http://cetak.kompas.com/read/2009/11/14/03415275/pengawasan.un.diperketat).
3.      Di level pembuat kebijakan, pendidikan tak ubahnya sebuah proyek "megatriliun" yang mesti diperebutkan, seperti contoh: proyek pembangunan atau renvasi gedung sekolah, pengadaan buku, pengadaan alat-alat Lab, UN, dll. (sumber: http://www.sindoweekly-magz.com/artikel/12/I/24-30_mei_2012/educare/4/antara_kebangkitan_nasional_dan_carut-marut).
4.      Maraknya kasus mencontek bersama yang dilakukan oleh siswa (contoh kasus yang muncul di permukaan adalah SDN Gadel Surabaya) dan guru (contoh kasus yng muncul di permukaan adalah pada kasus PLPG di Unesa, sumber: http://kampus.okezone.com/read/2012/08/14/373/677334/unesa-usut-aksi-mencontek-plpg)
5.      Pembuatan naskah Soal Ujian nasional ataupun semester yang terpusat telah “membunuh karakter siswa dan kreatifitas guru di daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
6.      Program rintisan sekolah bertaraf internasional, dan kiprah swasta yang dianggap memandang pendidikan tak lebih dari sekadar komoditas dagangan.
7.      Minimnya Pelajaran Agama (praktek pelajaran Agama di sekolah Umum hanya 2 jam seminggu) dan merosotnya semangat Nasionalisme di semua lini pendidikan.
8.      Minimnya keteladanan yang ditunjukkan oleh guru kepada muridnya. Contoh guru melarang siswa merokok akan tetapi guru tersebut merokok di kantin sekolah, kantor guru bahkan di ruang kelas ketika mengajar.
9.      Minimnya keteladanan yang ditunjukkan oleh orang tua kepada putra-putrinya. Contoh orang tua menyuruh anaknya untuk mengaji di TPQ/ TPA/ musholla setiap sore atau ba’da Maghrib, akan tetapi orang tuanya (terutama ibu) pada jama-jam tersebut menonton sinetron atau “kasak-kusuk” selebritis.


PROBLEMATIKA
1.      Pendidikan seolah-olah tak berhasil mengubah perilaku para anak didik yang kerap berperang terhadap sesama
2.      Pendidikan seakan tak berdaya membendung pengaruh negatif dari kemajuan zaman. Di level pembuat kebijakan, pendidikan tak ubahnya sebuah proyek "megatriliun" yang mesti diperebutkan. Belum lagi soal kebijakan-kebijakan dalam pendidikan yang kerap pro dan kontra.
3.      Lembaga pendidikan saat ini tak lebih seperti tempat penitipan anak bagi kedua orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya maing-masing.
4.      Tidak ada sinkronisasi / misskomunikasi antara program sekolah dengan keinginan orang tua dan anak
5.      Minimnya pendidikan agama ditengarai sebagai salah satu penyebab gagalnya sistem pendidikan di indonesia

TAWARAN SOLUSI
1.      Menekankan “hiden kurikulum” pendidikan karakter secara holistik di semua unit penidikan.
2.      Penerapan dan pembiasaan karakter yang bernuansa agamis di semua unit pendidikan.
3.      Menambah porsi pendidikan agama dan pelajaran yang bermuatan “nasionalisme” untuk meminimalisir carut-marutnya pendidikan di Indonesia
4.      Menerapkan sistem pendidikan pesantren (agama) dengan guru dan orang tua sebagai model / suri tauladan
5.      Adanya sinkronisasi dan komunikasi yang intensif tentang program sekolah serta perkembangan siswa kepada orangtua



[1] Di sampaikan  pada sarasehan pendidikan karakter berbasis ke- aswaja-an  di Sidoarjo hari minggu 16 Desember 2012
[2] mahasiswa S3 IAIN Sunan Ampel Surabaya  konsentrasi pendidikan islam