Jumat, 01 November 2013

Karakter Anak Didik Kurang Diperhatikan

Karakter Anak Didik Kurang Diperhatikan
Sistem pendidikan di Indonesia dinilai semata-mata mementingkan kecerdasan intelektual tapi kurang memperhatikan pembentukan karakter anak didik. Walhasil, sikap jujur, rasa empati, sikap bijaksana dan perilaku menghormati orang tua mulai luntur. Generasi penerus bangsa mulai berkesan materialistis, memuja kepentingan duniawi.

Gejala itu merambah semua kalangan meski tidak semuanya seperti itu. Memprihatinkan malah ketika cerdik cendikiawan terang-terangan ikut mengabaikan nilai moral. Gambaran perilaku bangsa Indonesia terekam jelas dari orang-orang pandai namun menjadi biang korupsi, tutur ulama sekaligus budayawan KH Mustofa Bisri (Gus Mus), saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Psikologi Transpersonal-Spiritual Mengembangkan Spiritualitas dalam Keluarga yang diselenggarakan Rabu (9/10), di Gedung Prof Soedarto Undip, dalam rangka dies natalis ke-56.
Pengasuh Pondok Pesantren Raudhlatul Thalibien Rembang itu duduk dalam satu forum bersama mantan rektor Prof Ir Eko Budiharjo dan psikolog Hastaning Sakti. Rektor Undip Prof Sudharto P Hadi hadir memberikan kata sambutan dan membuka seminar. Kiai yang juga piawai menulis puisi itu menambahkan, pendidikan yang baik seharusnya memperhatikan beberapa hal. Pertama, memperhatikan kualitas keimanan dan ketakwaan. Untuk mewujudkan hal itu diperlukan pendidikan yang mencakup dua unsur utama, yaitu keunggulan akademik dan keunggulan nonakademik, di dalamnya adalah keunggulan spiritual.
Lemah Akhlak
Gus Mus mencotohkan, banyak kasus korupsi yang melibatkan orang-orang berpendidikan tinggi. Mereka pintar secara akademik tapi lemah secara akhlak dan moral. Prof Eko Budiharjo juga mengingatkan, dalam budaya Jawa banyak nilai-nilai kehidupan luhur. Intisari ajaran itu cocok diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam keluarga. Lingkungan kecil itu bisa menjadi beteng utama mempertahankan tradisi penuh kearifan lokal.
Adapun Sudharto sepakat keluarga merupakan lingkungan pertama sebagai wahana tumbuh kembang. Jika dalam keluarga itu dipenuhi nilai-nilai spiritualitas yang tinggi maka akan terpancar nilai-nilai positif pada lingkungan yang lebih luas. Lingkungan luas itu adalah masyarakat, bangsa, dan negara, urainya.
Psikolog Hastaning Sakti menyoroti soal perilaku saling asah, asih, asuh yang perlu ditumbuhkan kembali. Perilaku itu berkesan mulai diabaikan padahal meski sederhana, ampuh untuk membentuk masyarakat yang saling menghargai.

Indonesia Masih Butuh Banyak Peneliti

Indonesia Masih Butuh Banyak Peneliti
Indonesia idealnya membutuhkan 200.000 peneliti di berbagai bidang untuk bisa mengejar ketertinggalan kemajuan teknologi dari negara lain. Hal tersebut disampaikan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lukman Hakim saat membuka seminar ilmiah, temu industri dan pameran "Annual Meeting on Testing and Quality" (AmTeQ) di Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur. "Sekarang ini jumlah peneliti yang ada di Indonesia masih kecil dan tidak seimbang dengan jumlah penduduknya," kata Lukman Hakim, Rabu (23/10/2013).
Saat ini sumber daya manusia ilmu dan pengetahuan, khususnya peneliti Indonesia yang terdaftar di LIPI sebanyak 8.000 orang dan 16.000 peneliti bekerja di perguruan tinggi. Sedangkan peneliti yang berada di bawah naungan institusi swasta, dia mengatakan, belum dapat dipastikan jumlahnya. Lukman menilai jumlah peneliti tersebut tentu saja terlalu kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mendekati 240 juta jiwa.
Contohnya, Belarusia sebuah negara kecil di Eropa memiliki 36 peneliti per 10.000 penduduk. Sementara Indonesia masih pada komposisi satu peneliti per 10.000 penduduk. Dikatakan pula, saat ini ilmu pengetahuan selama ini dipercaya sebagai tulang punggung negara maju untuk memenangkan persaingan, baik ekonomi maupun politik.
"Negara-negara maju menyadari peran penelitian ilmu pengetahuan dalam mengembangkan daya saing industri untuk pertumbuhan ekonominya," katanya.
Salah satu peneliti LIPI menyatakan, Indonesia saat ini masih menjadi "raksasa sedang tidur", meski dari sisi PDB sudah masuk dalam 16 besar dunia, bahkan 25 tahun lagi masuk 10 besar kekuatan ekonomi dunia.
Namun tekad itu tetap sebatas impian apabila tidak diikuti kemampuan riset dan teknologi, serta pembiayaan riset yang memadai.
"Oleh sebab itu jumlah peneliti harus diperbanyak karena dengan jumlah peneliti yang masih sedikit sekarang ini dinilai tidak wajar," katanya.

Kamis, 31 Oktober 2013

ngalap barokah lewat tawasul



اللهم جدد وجرد في هذا الوقت وفي هذه الساعه من صلواتك التامات ،وتحياتك الزاكيات ،ورضوانك الاكبر الأتم الأدوم الي أكمل عبد لك في هذا العالم ، من بني ادم ،الذي جعلته لك ظلا ،ولحوائج خلقك قبلة ومحلا ،واصطفيته لنفسك واقمته بحجتك ،واظهرته بصورتك ،واخترته مستوي لتجليك ،ومنزلا لتنفيذ اوامرك ونواهيك ،في ارضك وسمواتك ،وواسطة بينك وبين مكوناتك ،وبلغ سلام عبدك هذا اليه ،فعليه منك الان عن عبدك افضل الصلاة واشرف التسليم وازكي التحيات . اللهم ذكره بي ليذكرني عندك بما انت اعلم انه نافع لي عاجلا واجلا علي قدر معرفته بك ومكانته لديك لا علي مقدار علمي ومنتهي فهمي انك بكل فضل جدير وعلي ما تشاء قدير ، وصلي اللهم علي سيدنا محمد وعلي اله وصحبه وسلم
والحمد لله رب العالمين


اللهم يا حنان يا منان يا واسع الغفران اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه وأكرم نزله ووسع مدخله واغسله بالماء والثلج والبرد ونقه من الذنوب والخطايا كما ينقى الثوب الأبيض من الدنس .
اللهم أبدله داراً خير من داره وأهلاً خير من أهله وأدخله الجنة وأعذه من عذاب القبر ومن عذاب النار .
اللهم عامله بما أنت أهله ولا تعامله بما هو أهله .
اللهم أجزه عن الإحسان إحسانا وعن الإساءة عفوا وغفرانا .
اللهم إن كان محسناً فزد في حسناته وإن كان سيئاً فتجاوز عنه يا رب العالمين.
اللهم أدخلة الجنة من غير مناقشة حساب ولا سابقة عذاب .
اللهم آنسه في وحداته وآنسه في وحشته وآنسه في غربته .
اللهم أنزله منازل الشهداء والصالحين وحسن أولئك رفيقا .
اللهم اجعل قبره روضة من رياض الجنة ولا تجعله حفرة من حفر النار .
اللهم أفسح له في قبره مد بصرة وافرش له من فراش الجنة .
اللهم أعذه من عذاب القبر وجاف الأرض عن جنبيه .
اللهم املأ قبره بالرضا والنور والفسحة والسرور.
اللهم قه السيئات ( ومن تق السيئات يومئذ فقد رحمته ) .
اللهم اغفر له في المهديين واخلفه في الغابرين واغفر لنا وله يا رب العالمين وأفسح له في قبره ونور فيه .
اللهم إن عبدالله في ذمتك وحبل جوارك فقه فتنه القبر وعذاب النار وأنت أهل الوفاء والحق فاغفر له وارحمه إنك أنت الغفور الرحيم .
اللهم عن هذا عبدك وابن عبدك وابن أمتك وخرج من روح الدنيا وسعتها ومحبوبيها وأحبائه فيها إلى ظلمة القبر وما هو لا قيه كان يشهد ألا إله إلا أنت وأن محمداً عبدك ورسولك وأنت أعلم به .
اللهم إنه نزل بك وأنت خير منزول به وأصبح فقيراً إلى رحمتك وأنت غني عن عذابه آته برحمتك رضاك وقه فتنه القبر وعذابه وآته برحمتك الأمن من عذابك حتى تبعثه إلى جنتك يا أرحم الراحمين .
اللهم انقله من مواطن الدود وضيق اللحود إلى جنات الخلود ( في سدر مخضود وطلح منضود وظل ممدود وماء مسكوب وفاكهة كثيرة لا مقطوعة ولا ممنوعة وفرش مرفوعة ) .
اللهم إرحمه تحت الأرض واستر يوم العرض ولا تخزه يوم يبعثون ( يوم لا ينفع مال ولا بنون إلا من آتى الله بقلب سليم ) .
اللهم يمن كتابه ويسر حسابه وثقل ميزانه وثبت على صراط أقدامه وأسكنه في أعلى الجنان في جوار نبيك ومصطفاك صلى الله علية وسلم
اللهم آمنه من فزعه يوم القيامه ومن هول يوم القيامة واجعل نفسه آمنه مطمئنة ولقنه حجته .
اللهم اجعله في بطن القبر مطمئنا وعند قيام الأشهاد آمنا وبجود رضوانك واثقاَ وإلى علو درجاتك سابقاً
اللهم اجعل عن يمينه نوراً وعن شماله نوراً ومن أمامه نوراً ومن فوقه نوراً حتى تبعثه آمناً مطمئناً في نور من نورك
اللهم انظر إليه نظرة رضا فإن من تنظر إليه نظرة رضا لا تعذبه أبداً .
اللهم احشره مع المتقين إلى الرحمن وافدا .
اللهم احشره في زمرة المقربين وبشر بروح وريحان وجنة نعيم
اللهم احشره مع أصحاب اليمين واجعل تحيته سلام لك من أصحاب اليمين.
اللهم إنه صبر على البلاء فامنحه درجة الصابرين الذين يوفون أجورهم بغير حساب .
اللهم إنه كان مصلياً لك فثبته على الصراط يوم تزل الأقدام .
اللهم إنه كان صائماً لك فثبته فأدخله من باب الريان .
اللهم إنه كان لكتابك تالياً فشفع فيه القرآن وارحمه من النيران واجعله يا رحمن يترقى في الجنة إلى آخر آية قراها وآخر حرف تلاه .
اللهم ارزقه بكل حرف حلاوة وبكل كلمة كرامة وبكل آية سعادة وبكل سورة سلامة وبكل جزء جزاء

Rabu, 14 Agustus 2013

Uji Publik Kurikulum 2013: Penyederhanaan, Tematik-Integratif

Pengembangan Kurikulum 2013 dilakukan dalam empat tahap. Pertama, penyusunan kurikulum di lingkungan internal Kemdikbud dengan melibatkan sejumlah pakar dari berbagai disiplin ilmu dan praktisi pendidikan. Kedua, pemaparan desain Kurikulum 2013 di depan Wakil Presiden selaku Ketua Komite Pendidikan yang telah dilaksanakan pada 13 November 2012 serta di depan Komisi X DPR RI pada 22 November 2012. Ketiga, pelaksanaan uji publik guna mendapatkan tanggapan dari berbagai elemen masyarakat. Salah satu cara yang ditempuh selain melalui saluran daring (on-line) pada laman http://kurikulum2013.kemdikbud.go.id , juga melalui media massa cetak. Tahap keempat, dilakukan penyempurnaan untuk selanjutnya ditetapkan menjadi Kurikulum 2013.
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan.
Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.
Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik.
Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah bagian dari melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Paparan ini merupakan bagian dari uji publik Kurikulum 2013, yang diharapkan dapat menjaring pendapat dan masukan dari masyarakat.

Menambah Jam Pelajaran
Strategi pengembangan pendidikan dapat dilakukan pada upaya meningkatkan capaian pendidikan melalui pembelajaran siswa aktif berbasis kompetensi; efektivitas pembelajaran melalui kurikulum, dan peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru; serta lama tinggal di sekolah dalam arti penambahan jam pelajaran.
gambar1
skema1
Skema 1. menyajikan tentang Strategi Peningkatan Efektivitas Pembelajaran. Sedang gambar 1. menggambarkan tentang strategi meningkatkan capaian pendidikan, yang digambarkan melalui sumbu x (efektivitas pembelajaran melalui kurikulum, dan peningkatan kompetensi dan prefesionalitas guru), y (pembelajaran siswa aktif berbasis kompetensi) dan z (lama tinggal di sekolah dalam arti penambahan jam pelajaran).
Rasionalitas penambahan jam pelajaran dapat dijelaskan bahwa perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu) dan proses penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output) memerlukan penambahan jam pelajaran. Di banyak negara, seperti AS dan Korea Selatan, akhirakhir ini ada kecenderungan dilakukan menambah jam pelajaran. Diketahui juga bahwa perbandingan dengan negara-negara lain menunjukkan jam pelajaran di Indonesia relatif lebih singkat. Bagaimana dengan pembelajaran di Finlandia yang relatif singkat. Jawabnya, di negara yang tingkat pendidikannya berada di peringkat satu dunia, singkatnya pembelajaran didukung dengan pembelajaran tutorial yang baik.
Penyusunan kurikulum 2013 yang menitikberatkan pada penyederhanaan, tematik-integratif mengacu pada kurikulum 2006 di mana ada beberapa permasalahan di antaranya; (i) konten kurikulum yang masih terlalu padat, ini ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak; (ii) belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional; (iii) kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam kurikulum; (iv) belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global; (v) standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada guru; (vi) standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala; dan (vii) dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir.
skema2
skema3
Skema 2 menggambarkan tentang kesenjangan kurikulum yang ada pada konsep kurikulum saat ini dengan konsep ideal. Kurikulum 2013 mengarah ke konsep ideal. Sedang skema 3 menjelaskan alasan terhadap pengembangan kurikulum 2013

source:
http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/uji-publik-kurikulum-2013-1

Narasi Besar Pendidikan


BAGAIMANA mutu pendidikan kita akan berkembang hingga ke ceruk-ceruk pelosok terpencil negeri ini, bila pemerintah terus-menerus menciptakan pembaruan melalui narasi besar pendidikan? Selalu saja pembaruan itu bertumpu pada anggaran pendidikan yang diturunkan pemerintah.
Coba perhatikan, sejak Kurikulum 2013 dirancang, buku pelajaran disusun, diikuti dengan sosialisasi kurikulum, sangat bergantung pada besar anggaran yang disetujui DPR. Kini Mendikbud M Nuh menyosialisasikan kurikulum baru tersebut ke daerah-daerah, dan dengan penuh kebanggaan mengatakan bahwa Kurikulum 2013 memiliki banyak kelebihan ketimbang sebelumnya, tetapi pengimplementasiannya di sekolah sangat bergantung pada besaran anggaran yang diturunkan pemerintah.
Narasi besar pendidikan yang diciptakan Mendikbud sarat bermuatan hegemoni kekuasaan. Disadari atau tidak, hegemoni kekuasaan telah mengekang keinginan-keinginan beroposisi dari sekolah yang semula menolak kurikulum baru, dan kelompok intelektual yang bersikap kritis. Sosialisasi kurikulum baru oleh M Nuh menjelma sebagai hegemoni yang cenderung bekerja dengan cara mencari dukungan yang memberi legitimasi dari mayoritas guru, siswa, dan masyarakat bahwa apa yang dilakukan pemerintah memang sangat mendesak.
Terperangkaplah kita pada narasi besar pendidikan yang digerakkan anggaran dan hegemoni kekuasaan. Setidak-tidaknya kita berhadapan dengan tiga persoalan. Pertama; akankah siswa menempuh pembelajaran dengan bergairah, berkreativitas, mengingat kurikulum baru tersebut kehilangan konteks sosial dan menafikan bakat anak? Kedua; akan tersingkirkah nasib penulis buku pelajaran, yang selama ini menafsir kurikulum dan merancang pembelajaran yang dicetak penerbit nonpemerintah? Ketiga; akankah kehilangan mutu sekolah-sekolah swasta yang dirancang dan didirikan dengan biaya murah? Bagaimana guru berupaya memiliki kreativitas dalam pembelajaran di ruang kelas, setelah memahami kurikulum berubah, dan buku pelajaran berganti? Dalam waktu sangat pendek, apakah pendidikan dan pelatihan mampu membongkar tradisi pembelajaran, menanamkan etos baru, dan membangkitkan empati sebagai guru yang siap melakukan pembaruan pembelajaran? Apa yang mesti ditempuh guru ketika berhadapan dengan kurikulum baru, buku pelajaran yang berbeda sama sekali, dan materi pembelajaran yang belum pernah diajarkan sebelumnya? Hanya guru yang cakap dan inovatif, yang bisa tetap tegar berhadapan dengan masa transisi kurikulum. Apa pun kurikulum yang disajikan mestinya guru menghargai siswa sebagai manusia pembelajar yang tidak akan pernah usai menuntut ilmu. Hendaknya guru bisa membebaskan diri dari narasi besar dan hegemoni kekuasaan yang diciptakan pemerintah melalui kebijakan pendidikan yang terus-menerus berubah.
Terutama dalam hal kurikulum baru, hendaknya guru tak kehilangan ketajaman mata hati untuk menemukan keterampilan-keterampilan individu, yang diperlukan sebagai upaya menempa siswa menjadi warga negara yang berbudaya, produktif, dan patriotis. Bagaimanakah sekolah swasta yang tak ditopang dana pendidikan besar tapi harus meraih mutu tak kalah dari sekolah negeri berdana pendidikan besar? Sekolah dengan dana terbatas tersebut, sebagian memperlihatkan manajemen keuangan yang luar biasa, memiliki guru yang cemerlang, ikhlas, dan mampu menanamkan etos belajar bagi siswa.
Selain itu, bisa membangkitkan gairah siswa menjadi manusia pembelajar, dan memiliki kesadaran kuat akan makna persaingan. Jalan Tegas Kreativitas dan inovasi merupakan persoalan yang mendasar yang tengah dihadapi guru saat ini. Ambivalensi kebijakan pendidikan meruncing sebagai tuntutan: guru mengembangkan kreativitas dalam pembelajaran, sekaligus melaksanakan strategi kegiatan belajar mengajar demi tuntutan kurikulum baru .
Secara bersamaan guru mesti mengembangkan ranah kognitif (pengetahuan), kreativitas, dan sikap pragmatis, sekaligus menghadapi tuntutan dunia kerja. Diperlukan revitalisasi, etos, orientasi kreatif kegiatan belajar mengajar, untuk mencapai standar mutu pendidikan. Mestinya pemerintah segera mengambil langkah tegas untuk memilih salah satu kebijakan pendidikan. Akan lebih bermanfaat bagi kaum utilitarian untuk mengarahkan mutu pendidikan pada kreativitas siswa sebagai jawaban atas tantangan zaman.
Tapi hal itu memerlukan jiwa inovatif kaum pendidik sepanjang waktu, setahap demi setahap. Program sertifikasi, pelatihan, kenaikan pangkat dan penelitian, mestinya seirama dengan kebijakan pendidikan yang menuntut kreativitas guru. Sekarang institusi pendidikan sedang menghadapi kegoncangan pemberlakukan kurikulum baru yang ditawarkan sebagai terapi kemerosotan mutu pendidikan.
Kreativitas dan inovasi guru dan siswa, independensi penulis buku pelajaran nonpemerintah, dan kekuatan manajemen sekolah dengan keterbatasan dana menjadi pertaruhan dunia pendidikan kita. Merekalah yang berdiri di garis depan, berhadapan dengan hegemoni kekuasaan dalam narasi besar pendidikan, dan senantiasa menemukan kearifan, sebagai jalan pencerahan menghadapi tantangan zaman

Rabu, 12 Juni 2013

Aswaja Sebagai Dasar Filosofi



BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
             Aswaja yang sebagai mana kita pegangi selama ini, sehingga tidak jarang memunculkan paradigma jumud (berhenti), kaku, dan eksklusif atau bahkan menganggap sebagai sebuah madzhab dan idiologi yang Qod’i. Salah satu karakter Aswaja adalah selalu bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi. NU mendasarkan faham keagamaan kepada sumber ajaran Islam Alquran, Al Hadits, Al Ijma’ dan Al Qiyas dalam memahami dan menafsirkan Islam dari sumbernya tersebut, NU mengikuti Faham Ahlusunnah Wal Jamaah dengan menggunakan jalan pendekatan (Al Madzhab) di bidang Aqidah NU mengikuti ajaran yang dipelopori oleh Imam Abu Mansur Al Maturidi, dibidang fiqih NU mengikuti jalan pendekatan salah satu dari Hanafi, Maliki, Assyafi’i, dan Hambali, dibidang tassawuf  NU mengikuti antara lain Imam Junaidi Al bagdadi dan Imam Al ghazali.
Bagaimana mungkin dalam satu madzhab mengandung beberapa madzhab, dan bagaimana mungkin dalam satu idiologi ada doktrin yang kontradiktif antara doktrin imam satu dengan imam yang lain. Itu karena Aswaja itu sebenarnya bukanlah madzhab. Tetapi hanyalah manhaj al-fikr atau filosofi saja, yang di dalamnya masih memuat beberapa aliran dan madzhab. Maka dalam makalah ini akan kita bahas materi yang bertema “Aswaja Sebagai Dasar Filosofi”.
B. Rumusan Masalah
            Dari latar belakang masalah yang sudah dibahas di atas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa kaidah dasar aswaja NU?
2.      Apa saja Prinsip-prinsip dasar filosofi aswaja?
3.      Apa dasar filosofi keagamaan aswaja?
4.      Apa saja kepercayaan-kepercayaan dalam filosofi Aswaja?
BAB II
Pembahasan
A. Kaidah Dasar Aswaja NU
            Menurut KH. M. Hasyim Asy’ari, Aswaja adalah golongan yang berpegang teguh kepada sunnah Nabi, para sahabat, dan mengikuti warisan para wali dan ulama. Secara spesifik, Aswaja yang berkembang di Jawa adalah mereka yang dalam fikih mengikuti Imam Syafi’i, dalam akidah mengikuti Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, dan dalam tasawuf mengikuti Imam al-Ghazali dan Imam Abu al-Hasan al-Syadzili.[1] kaidah dasar yang sering dipakai warga Nahdliyin dari KH. M. Hasyim Asy’ari adalah sebagai berikut:

مُحَافَظَةُ عَلَى قَدِيْمِ الصَّالِحْ وَالْاَ خْذُ عَلَى جَدِيْدِ الْاَ صْلَحْ

Artinya: “memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik”
            Kaidah diatas menunjukkan bahwa aswaja sebagai sebuah dasar pemikiran dapat menerima suatu hal yang baru dan tidak ekstrim membid’ah hal yang baru tersebut, disisi lain aswaja masih menjaga dan melestarikan tradisi atau kebiasaan lama yang tidak bertentangan dengan ajaran islam.
B. Prinsip-Prinsip Dasar Filosofi Aswaja
            Dalam menumbuhkan sikap dalam menjalani kehidupan aswaja menumbuhkan prinsip-prinsip yang patut dilaksanakan setiap hari, yang meliputi:
1.      At-Tawasuth & Al-Iqtishad
Tawasuth adalah suatu pola mengambil jalan tengah bagi dua kutub pemikiran yang ekstrem (tatharruf): misalnya antara Qadariyah (free-william) di satu sisi dengan Jabariyah (fatalism) di sisi yang lain; skriptualisme ortodokos salaf dan rasionalisme Mu’tazilah; dan antara Sufisme Salafi dan Sufisme Falsafi. Pengambilan jalan tengah bagi kedua ekstrimitas ini juga disertai sikap al-iqtishad (moderat) yang tetap memberikan ruang dialog bagi pemikiran yang berbeda-beda.
Pentingnya moderasi dituangkan dalam al-Qur’an.
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا...... (١٤٣)
Artinya: “Dan demikian Kami telah jadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.....” (QS. Albaqoroh: 143)
2.      At-Tasamuh
Tasamuh adalah toleran terhadap pluralitas pemikiran. Dalam hukum Islam, Aswaja responsif terhadap produk pemikiran madzhab-madzhab fikih. Dalam konteks sosial-budaya, toleran dengan tradisi-tradisi yang telah berkembang di masyarakat, tanpa melibatkan diri dalam substansinya, bahkan berusaha untuk mengarahkannya. Sikap toleran ini memberikan nuansa khusus dalam hubungannya dengan dimensi kemanusiaan dalam lingkup yang lebih universal.
3.      At-Tawazun
Tawazun adalah keseimbangan, terutama dalam dimensi sosial-politik. Prinsip ini dalam kerangka mewujudkan integritas dan solidaritas sosial umat Islam. Bukti dari pengembangan corak al-tawazun ini dapat disaksikan dari dinamika historis pemikiran-pemikiran al-Asy’ari dan al-Ghazali. Asy’ari lahir di tengah dominasi ekstrimitas rasionalisme Mu’tazilah dan skriptualisme Salafiyah, sedangkan al-Ghazali menghadapi gelombang besar ekstemitas kaum filosof Syi’ah dan Batiniyyah.
Menurut al-Ghazali, rasionalisme bisa mengantarkan kemajuan, namun bisa menjauhkan manusia dari Tuhannya. Sebaliknya, aspek batin mendapatkan atensitas berlebihan, dapat melumpuhkan intelektualitas, kreativitas dan etos kerja. Maka dibutuhkan keseimbangan antara tuntutan-tuntutan kemanusiaan dan ketuhanan. Di tangan al-Ghazali muncul konsep penyatuan antara tatanan duniawi dan tatanan agama dan juga ideologi integrasi agama dan negara. Jika di era Mu’tazilah, hanya mengukuhkan nilai berdasarkan akal, pada ditangan al-Ghazali, nilai dibentuk oleh proses integrasi antara agama, dunia, dan negara.[2]
4.  Amar Ma’ruf Nahi Munkar
            Amar ma’ruf nahi munkar artinya menyeru dan mendorong berbuat baik yang bermanfaat bagi kehidupan duniawi maupun ukhrawi, serta mencegah dan menghilangkan segala hal yang dapat merugikan, merusak, merendahkan dan atau menjerumuskan nilai-nilai moral keagamaan dan kemanusiaan.
5.  Ta’Adul
            Ta’Adul artinya adil atau bisa disebut juga tegak lurus. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat prinsip ini menumbuhkan rasa keadilan yang didorong untuk menuju kepada kehidupan yang menegakkan kebenaran.
Al-Qur’an mendorong manusia untuk adil dan menegakkan kebenaran:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (٨)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(QS. Almaidah: 8)
6.  At-Taqaddum
            Al-Taqaddum yang berarti berhaluan kearah depan (progresifitas). Prinsip ini mendorong warga NU untuk berpikir maju dalam mengembangkan semua sektor, khususnya pemberdayaan ekonomi dan peningkatan kualitas pendidikan. Dunia ini adalah media kompetisi, siapa yang terbaik dialah yang memenangkan persaingan. Maka, tidak cukup berpikir moderat, toleran, dan mengedepankan keseimbangan. Bergerak maju dengan cepat adalah modal menggapai kesuksesan.
Al-Qur’an mendorong umat Islam untuk aktif dan progresif menyongsong masa depan.
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ (١١٠)
Artinya: “kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Ali-imran: 110)
C. Dasar Filosofi Keagamaan Aswaja
            Ada empat dasar yang dipakai aswaja dalam mengambil sebuah hukum dalam islam yang bersumber dari beberapa hal sebagai berikut:
1.      Al-Qur’an
            Al-Qur’an adalah kalam Allah atau kalamullah subhanahu wata’ala yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Membacanya ibadah, susunan katanya merupakan mukjizat, termakyub dalam mushaf dan dinukil secara mutawatir.[3]
2.      Al-Hadits
            Hadits menurut bahasa adalah al-jadid yang artinya sesuatu yang baru. Sedangkan menurut istilah, para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin ilmunya.
v  Menurut ahli hadits pengertian hadits ialah:
ما أضيف الى النبى صلى الله عليه وسلم قولا أفعلا أوتقريرا أوصفة
            Artinya: “sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau ”.[4]
3.      Al-Ijma’
            Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid pada suatu masa sepeninggal Rasululah SAW dalam hukum syar’i mengenai suatu hal. kalau kesepakatan itu sudah terwujud, maka kesepakatan itu merupakan dasar hukum. Contoh : kesepakatan tentang kebenaran mushhaf al-Qur’an Utsmani, yaitu mushhaf yang disusun oleh para ahli di kalangan sahabat sejak Khalifah Utsman.
            Kebenaram mushhaf ini mengikat seluruh kaum muslimin, berdasarkan kesepakatan tersebut. Kita tidak dapat membayangkan kekacauan yang akan timbul, seandainya kebenaran mushhaf tersebut diragukan dan dipersoalkan lagi.
4.      Al-Qiyas
Qiyas adalah persamaan hukum suatu hal yang tidak ada keterangan hukumnya di dalam Al-Quran dan Al-Hadits dengan hukum suatu hal lain (yang sudah ada keterangan hukumnya di dalam Al-Quran dan Al-Hadits), karena ada persamaan alasan hukumnya (‘illat al-hukmi).
Contoh kongkrit ialah mempersamakan hukum minum nabidz (air peresan tape) atau lainnya (yang tidak ada keterangan hukumnya secara jelas dan pasti di dalam Al-Quran dan Al-Hadits) dengan hukum minum khamr, yaitu sama-sama haram, karena ada persamaan alasan hukum antara keduanya, yaitu sama-sama memabukkan.
Dengan metode/ kaidah al-Qiyas ini, banyak sekali hal yang baru muncul (dan selalu  muncul) dapat diketemukan hukumnya, meskipun tidak ada keterangannya yang sharih dan qath’i  di dalam Al-Quran dan Al-Hadits.
D. Kepercayaan-Kepercayaan Dalam Filosofi Aswaja
            Aswaja dalam bidang aqidah mengikuti Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi yang kepercayan-kepercayaannya cenderung menolak paham golongan-golongan khawarij, muktazillah, dan golongan-golongan lainnya. Kepercayan-kepercayaan filosofi aswaja tersebut antara lain:
1.      Allah bisa dilihat dengan mata kepala di akhirat.
2.      Sifat-sifat Allah, yaitu sifat-sifat positif atau ma’ani, yaitu qodart, iradat, dan seterusnya adalah sifat-sifat yang lain, dari dzat Allah,tetapi bukan juga lain dari dzat.
3.      Al-Qur’an sebagai manifestasi kalamullah yang qodim, sedangkan Al-Qur’an yang berupa huruf dan suara adalah baru.
4.      Ciptaan Tuhan tidak karena tujuan.
5.      Allah menghendaki kebaikan dan keburukan.
6.      Allah tidak berkewajiban:
a.       Membuat baik dan yang terbaik.
b.      Mengutus utusan.
c.       Memberi pahala kepada orang yang taat dan menjatuhkan siksa atas orang yang durhaka.
7.      Allah boleh memberi beban di atas kesanggupan manusia.
8.      Kebaikan dan keburukan tidak diketahui akal semata-mata.
9.      Pekerjaan manusia Allahlah yang menjadikannya.
10.  Ada syafa’at pada hari kiamat.
11.  Utusannya Nabi Muhammad SAW, diperkuat dengan mukjizat-mukjizat.
12.  Kebangkitan di akhirat pengumpulan Manusia (hasyr), pertanyaan mungkar dan nakir di kubur, siksa kubur, timbangan amal perbuatan Manusia, jembatan (shirat) kesemuanya adalh benar.
13.  Surga dan neraka makhluk kedua-duanya.
14.  Semua sahabat-sahabat Nabi ada dan baik.
15.  Sepuluh orang sahabat yang dijanjikan masuk surga oleh nabi pasti terjadi.
16.  Ijma’ adalah suatu kebenaran yang harus diterima.
17.  Orang mukmin yang mengerjakan dosa besar akan masuk neraka sampai selesai menjalani siksa, dan akhirnya akan masuk surga.[5]
                                     
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
            Dari pembahasan di atas ada hal-hal penting yang dapat dijadikan kesimpulan makalah ini, antara lain:
1.      kaidah dasar yang sering dipakai warga Nahdliyin adalah sebagai berikut:

محافظة على قديم الصالح والا خذ على جديد الا صلح

Artinya: “memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik”
2.      Prinsip-prinsip dasar filosofi aswaja antara lain: at-tawasuth & al-iqtishad, at-tasamuh, at-tawazun, amar ma’ruf nahi munkar, ta’adul, at-taqaddum.
3.      Dasar filosofi keagamaan aswaja, yaitu: al-qur’an, hadits, ijma’, qiyas.
4.      Kepercayaan-kepercayaan filosofi aswaja mengikuti ajaran aqidah Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi.
B. Saran
            Demikian yang telah kami bahas dan  sudah cukup dipertegas bahwasannya aswaja bukanlah sebuah madzab akan tetapi sebuah filosofi yang mewujudkan keselarasan dan kemurnian islam dari pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran islam. Oleh karena itu orang yang mengaku berlandasan aswaja, maka harus juga berlandaskan hal-hal yang sudah kami bahas di atas.
            Pembahasan makalah ini mungkin masih kurang sempurna. Oleh karena itu penulis masih membutuhkan saran dan perbaikan dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, A. 2001. Pengantar Theology Islam. Jakarta: PT. Al-Husna Zikra
Marzuki, Kamaluddin. 1992. ‘Ulum Al-Qur’an. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Misrawi, Zuhairi. 2010. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi, Keumatan, Dan Kebangsaan. Jakarta : Kompas
Muhibbin  Zuhri, Achmad. 2010. Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari Tentang Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah. Surabaya : Khalista & LTN PBNU
Suparta, Munzier. 2008. Ilmu Hadits. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada


[1] Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi, Keumatan, Dan Kebangsaan, (Jakarta : Kompas, 2010) cet. 1.  hlm: 107
                [2] Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran KH. M. Hasyim Asy’ari Tentang Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah,(Surabaya : Khalista & LTN PBNU, 2010), cet. 1, hlm: 61-66
            [3] Kamaluddin Marzuki, ‘Ulum Al-Qur’an, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992), hlm: 3
                [4] Drs. Munzier Suparta M.A., Ilmu Hadits, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm: 3
                [5] A Hanafi, M.A., Pengantar Theology Islam, (Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 2001), hlm: 116-117