Sabtu, 28 Februari 2009

Fatwa Heboh Al Azhar Kairo 2007

Inilah 3 fatwa "produk" Universitas Al Azhar Kairo yang menghebohkan sepanjang 2007:

Yang pertama, fatwa mantan Ketua Jurusan Hadis Al-Azhar Dr Ezzat Athia tentang dibolehkannya wanita dewasa menyusui pria dewasa sekantor.

Lebih jelasnya, seorang wanita karir sekamar dengan pria dewasa sekarir di satu ruang kantor dianggap "khalwah" (berduaan), yang terlarang syariat. Agar menjadi halal, wanita itu boleh menyusui pria tersebut lima kali susuan, sehingga menjadi halal berduaan, namun tetap boleh menikah.

Fatwa itu mendapat tantangan besar dari ulama sedunia. Athia akhirnya diberhentikan dari ketua jurusan dan dosen. Pada akhirnya, ia secara resmi mencabut fatwa itu dan meminta maaf.

Fatwa kedua, yg dikeluarkan Sheikh Rasyad Hassan Khalil, mantan dekan Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar, Kairo, dimana membatalkan pernikahan sepasang suami-istri, yang melakukan hubungan badan dengan telanjang bulat, menimbulkan kemarahan besar sebagian besar ulama dan umat Islam.

Fatwa terakhir adalah tentang hukuman cambuk bagi wartawan, yang menyampaikan informasi menyesatkan alias tidak akurat, yang disampaikan secara pribadi oleh Sheikh Besar Al-Azhar Dr Muhammad Syaid Thanthawi.
MTs NU Kraksaan Probolinggo pada hari sabtu tanggal 14 bulan maret 2009 akan mengadakan Olimpiade Sains 2009 Tingkat SD/MI Yayasan Kesejahteraan Pendidikan Islam Cup Probolinggo
dalam acara tersebut akan dilaksanakan di MTs Nahdlatul Ulama Kraksaan Probolinggo, yang InsyaAllah akan di ikuti oleh (kurang labih) 300 peserta dari siswa/i seluruh kabupaten Probolinggo
acara ini didukung oleh Indosat, Pemda, Diknas dan Depag Kab-Probolinggo serta YKPI sendiri.

pendaftaran lomba dimulai saat brosur ini di umumkan dan di tutup pada tanggal 11-03-2009 jam kerja

Ketentuan Olimpiade
• Setiap Sekolah mengirm Tim Olimpiade harus mengirimkan surat keikutsertaan (Format terlampir), kepada panitia maksimal tanggal 28 maret 2009.
• Setiap Sekolah berhak mengirimkan 1 (satu) Tim Olimpiade.
• Setiap 1 (satu) Tim Olimpiade terdiri dari 3 (tiga) Orang Peserta, dan seorang Guru Pendamping (Official).
• Setiap 1 (satu) Orang Peserta mengikuti 1 (satu) Materi Olimpiade yang telah ditentukan.
• Peralatan dan bahan spesifik (ATK) harus disediakan oleh masing-masing peserta.
• Peralatan yang bersifat umum, seperti sound system, Lembar Soal, Lembar Jawaban, dan Ruang Lomba disediakan oleh pihak panitia.
• Peserta adalah siswa kelas 4 s/d 6 SD/ MI

HADIAH
Sains
Juara 1 : Uang Pembinaan Rp 100.000,- + Trophy
Juara 2 : Uang Pembinaan Rp 75.000,- + Trophy
Juara 3 : Uang Pembinaan Rp 50.000,- + Trophy
Matematika
Juara 1 : Uang Pembinaan Rp 100.000,- + Trophy
Juara 2 : Uang Pembinaan Rp 75.000,- + Trophy
Juara 3 : Uang Pembinaan Rp 50.000,- + Trophy
Bahasa Inggris
Juara 1 : Uang Pembinaan Rp 100.000,- + Trophy
Juara 2 : Uang Pembinaan Rp 75.000,- + Trophy
Juara 3 : Uang Pembinaan Rp 50.000,- + Trophy


BENTUK KOMPETISI

Materi : Kelas 4, 5 dan 6 SD
Untuk kelas 6 sampai dengan materi semester 1.
Bentuk Soal : 50 soal Pilihan Ganda dengan sistim minus,
Jawaban Benar : + 4, Salah : - 1, Kosong : 0
Waktu : 90 menit
Pemenang : Dipilih 3 peserta dengan nilai 3 tertinggi untuk menjadi Juara I
Juara II, dan Juara III pada setiap mata pelajaran yang dilombakan
dan akan dipilih juga juara umum bagi sekolah yang berhasil memperoleh pialah terbanyak

Contak Person(Jam Kerja):
Pak Gani 0852-3499-0875
Bu Muhim 0812-3465-7456
Bu Tini 0852-5849-6594
Maulidurrosul Nabi Muhammad

Muhammad (bahasa Arab: محمد, juga dikenal sebagai Mohammad, Mohammed, dan kadang-kadang oleh orientalis Mahomet, Mahomed) adalah pembawa ajaran Islam, dan diyakini oleh umat Muslim sebagai nabi Allah (Rasul) yang terakhir. Menurut biografi tradisional Muslimnya (dalam bahasa Arab disebut sirah), ia lahir sekitar tahun 570, diperkirakan 20 April 570 di Mekkah (atau "Makkah") dan wafat pada 8 Juni 632 di Madinah. Kedua kota tersebut terletak di daerah Hejaz (Arab Saudi saat ini).

"Muhammad" dalam bahasa Arab berarti "dia yang terpuji". Muslim mempercayai bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Muhammad adalah penyempurnaan dari agama-agama yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya. Mereka memanggilnya dengan gelar Rasulullah (رسول الله), dan menambahkan kalimat sallallaahu alayhi wasallam (صلى الله عليه و سلم, yang berarti "semoga Allah memberi kebahagiaan dan keselamatan kepadanya"; sering disingkat "s.a.w" atau "S.A.W") setelah namanya. Selain itu Al-Qur'an dalam Surah As-Saff (QS 61:6) menyebut Muhammad dengan nama "Ahmad" (أحمد), yang dalam bahasa Arab juga berarti "terpuji".
Michael H. Hart, dalam bukunya The 100, menetapkan Muhammad sebagai tokoh paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Menurut Hart, Muhammad adalah satu-satunya orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal agama maupun hal duniawi. Dia memimpin bangsa yang awalnya terbelakang dan terpecah belah, menjadi bangsa maju yang bahkan sanggup mengalahkan pasukan Romawi di medan pertempuran


Riwayat

Kelahiran

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Maulud Nabi Muhammad

Para penulis sirah (biografi) Muhammad pada umumnya sepakat bahwa ia lahir di Tahun Gajah, yaitu tahun 570 M. Muhammad lahir di kota Mekkah, di bagian Selatan Jazirah Arab, suatu tempat yang ketika itu merupakan daerah paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Ayahnya, Abdullah[4], meninggal dalam perjalanan dagang di Yatsrib, ketika Muhammad masih dalam kandungan. Ia meninggalkan harta lima ekor unta, sekawanan biri-biri dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kemudian mengasuh Nabi.[3]

Pada saat Muhammad berusia enam tahun, ibunya Aminah binti Wahab mengajaknya ke Yatsrib (Madinah) untuk mengunjungi keluarganya serta mengunjungi makam ayahnya. Namun dalam perjalanan pulang, ibunya jatuh sakit. Setelah beberapa hari, Aminah meninggal dunia di Abwa' yang terletak tidak jauh dari Yatsrib, dan dikuburkan di sana.[2] Setelah ibunya meninggal, Muhammad dijaga oleh kakeknya, 'Abd al-Muththalib. Setelah kakeknya meninggal, ia dijaga oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika inilah ia diminta menggembala kambing-kambingnya disekitar Mekkah dan kerap menemani pamannya dalam urusan dagangnya ke negeri Syam (Suriah, Libanon dan Palestina).
Hampir semua ahli hadits dan sejarawan sepakat bahwa Muhammad lahir di bulan Rabiulawal, kendati mereka berbeda pendapat tentang tanggalnya. Di kalangan Syi'ah, sesuai dengan arahan para Imam yang merupakan keturunan langsung Muhammad, menyatakan bahwa ia lahir pada hari Jumat, 17 Rabiulawal; sedangkan kalangan Sunni percaya bahwa ia lahir pada hari Senin, 12 Rabiulawal atau (2 Agustus 570M)

Masa remaja

Dalam masa remajanya, diriwayatkan bahwa Muhammad percaya sepenuhnya dengan keesaan Tuhan. Ia hidup dengan cara amat sederhana dan membenci sifat-sifat angkuh dan sombong. Ia menyayangi orang-orang miskin, para janda dan anak-anak yatim serta berbagi penderitaan dengan berusaha menolong mereka. Ia juga menghindari semua kejahatan yang biasa di kalangan bangsa Arab pada masa itu seperti berjudi, meminum minuman keras, berkelakuan kasar dan lain-lain, sehingga ia dikenal sebagai As-Saadiq (yang benar) dan Al-Amin (yang terpercaya). Ia senantiasa dipercayai sebagai penengah bagi dua pihak yang bertikai di kampung halamannya di Mekkah...
Gua Hira tempat pertama kali Muhammad memperoleh wahyu
Kerasulan

Muhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang dengan kekerasan dan pertempuran. Ia sering menyendiri ke Gua Hira', sebuah gua bukit dekat Mekah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An Nur karena bertentangan sikap dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut. Di sinilah ia sering berpikir dengan mendalam, memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.

Pada suatu malam, ketika Muhammad sedang bertafakur di Gua Hira', Malaikat Jibril mendatanginya. Jibril membangkitkannya dan menyampaikan wahyu Allah di telinganya. Ia diminta membaca. Ia menjawab, "Saya tidak bisa membaca". Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama.

Akhirnya, Jibril berkata:

"Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."

Ini merupakan wahyu pertama yang diterima oleh Muhammad. Ketika itu ia berusia 40 tahun. Wahyu turun kepadanya secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Wahyu tersebut telah diturunkan menurut urutan yang diberikan Muhammad, dan dikumpulkan dalam kitab bernama Al Mushaf yang juga dinamakan Al-Quran (bacaan). Kebanyakan ayat-ayatnya mempunyai arti yang jelas, sedangkan sebagiannya diterjemahkan dan dihubungkan dengan ayat-ayat yang lain. Sebagian ayat-ayat adapula yang diterjemahkan oleh Muhammad sendiri melalui percakapan, tindakan dan persetujuannya, yang terkenal dengan nama As-Sunnah. Al-Quran dan As-Sunnah digabungkan bersama merupakan panduan dan cara hidup bagi "mereka yang menyerahkan diri kepada Allah", yaitu penganut agama Islam.

Selama tiga tahun pertama, Muhammad hanya menyebarkan agama terbatas kepada teman-teman dekat dan kerabatnya. Kebanyakan dari mereka yang percaya dan meyakini ajaran Muhammad adalah para anggota keluarganya serta golongan masyarakat awam, antara lain Khadijah, Ali, Zayd dan Bilal. Namun pada awal tahun 613, Muhammad mengumumkan secara terbuka agama Islam. Banyak tokoh-tokoh bangsa Arab seperti Abu Bakar, Utsman bin Affan, Zubair bin Al Awwam, Abdul Rahman bin Auf, Ubaidillah bin Harits, Amr bin Nufail masuk Islam dan bergabung membela Muhammad.

Akibat halangan dari masyarakat jahiliyyah di Mekkah, sebagian orang Islam disiksa, dianiaya, disingkirkan dan diasingkan. Penyiksaan yang dialami hampir seluruh pengikutnya membuat lahirnya ide berhijrah (pindah) ke Habsyah. Negus, raja Habsyah, memperbolehkan orang-orang Islam berhijrah ke negaranya dan melindungi mereka dari tekanan penguasa di Mekkah. Muhammad sendiri, pada tahun 622 hijrah ke Madinah, kota yang berjarak sekitar 200 mil (320 km) di sebelah Utara Mekkah.


Hijrah ke Madinah

Di Mekkah terdapat Ka'bah yang telah dibangun oleh Nabi Ibrahim a.s. Masyarakat jahiliyah Arab dari berbagai suku berziarah ke Ka'bah dalam suatu kegiatan tahunan, dan mereka menjalankan berbagai tradisi keagamaan mereka dalam kunjungan tersebut. Muhammad mengambil peluang ini untuk menyebarkan Islam. Di antara mereka yang tertarik dengan seruannya ialah sekumpulan orang dari Yathrib (dikemudian hari berganti nama menjadi Madinah). Mereka menemui Muhammad dan beberapa orang Islam dari Mekkah di suatu tempat bernama Aqabah secara sembunyi-sembunyi. Setelah menganut Islam, mereka lalu bersumpah untuk melindungi Islam, Rasulullah (Muhammad) dan orang-orang Islam Mekkah.

Tahun berikutnya, sekumpulan masyarakat Islam dari Yathrib datang lagi ke Mekkah. Mereka menemui Muhammad di tempat mereka bertemu sebelumnya. Abbas bin Abdul Muthalib, yaitu pamannya yang saat itu belum menganut Islam, turut hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka mengundang orang-orang Islam Mekkah untuk berhijrah ke Yathrib. Muhammad akhirnya setuju untuk berhijrah ke kota itu.
Masjid Nabawi, berlokasi di Medinah, Arab Saudi.

Mengetahui bahwa banyak masyarakat Islam berniat meninggalkan Mekkah, masyarakat jahiliyah Mekkah berusaha menghalang-halanginya, karena beranggapan bahwa bila dibiarkan berhijrah ke Yathrib, orang-orang Islam akan mendapat peluang untuk mengembangkan agama mereka ke daerah-daerah yang lain. Setelah berlangsung selama kurang lebih dua bulan, masyarakat Islam dari Mekkah pada akhirnya berhasil sampai dengan selamat ke Yathrib, yang kemudian dikenal sebagai Madinah atau "Madinatun Nabi" (kota Nabi).

Di Madinah, pemerintahan (kalifah) Islam diwujudkan di bawah pimpinan Muhammad. Umat Islam bebas beribadah (shalat) dan bermasyarakat di Madinah. Quraish Makkah yang mengetahui hal ini kemudian melancarkan beberapa serangan ke Madinah, akan tetapi semuanya dapat diatasi oleh umat Islam. Satu perjanjian damai kemudian dibuat dengan pihak Quraish. Walaupun demikian, perjanjian itu kemudian diingkari oleh pihak Quraish dengan cara menyerang sekutu umat Islam.

Penaklukan Mekkah

Pada tahun ke-8 setelah berhijrah ke Madinah, Muhammad berangkat kembali ke Makkah dengan pasukan Islam sebanyak 10.000 orang. Penduduk Makkah yang khawatir kemudian setuju untuk menyerahkan kota Makkah tanpa perlawanan, dengan syarat Muhammad kembali pada tahun berikutnya. Muhammad menyetujuinya, dan ketika pada tahun berikutnya ia kembali maka ia menaklukkan Mekkah secara damai. Muhammad memimpin umat Islam menunaikan ibadah haji, memusnahkan semua berhala yang ada di sekeliling Ka'bah, dan kemudian memberikan amnesti umum dan menegakkan peraturan agama Islam di kota Mekkah.

Pernikahan

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pernikahan Muhammad

Selama hidupnya Muhammad menikahi 11 atau 13 orang wanita (terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini). Pada umur 25 Tahun ia menikah dengan Khadijah, yang berlangsung selama 25 tahun hingga Khadijah wafat.[5] Pernikahan ini digambarkan sangat bahagia,[6][7] sehingga saat meninggalnya Khadijah (yang bersamaan dengan tahun meninggalnya Abu Thalib pamannya) disebut sebagai tahun kesedihan.

Sepeninggal Khadijah, Muhammad disarankan oleh Khawla binti Hakim, bahwa sebaiknya ia menikahi Sawda binti Zama (seorang janda) atau Aisyah (putri Abu Bakar, dimana Muhammad akhirnya menikahi keduanya. Kemudian setelah itu Muhammad tercatat menikahi beberapa wanita lagi sehingga mencapai total sebelas orang, dimana sembilan diantaranya masih hidup sepeninggal Muhammad. Para ahli sejarah antara lain Watt dan Esposito berpendapat bahwa sebagian besar perkawinan itu dimaksudkan untuk memperkuat ikatan politik (sesuai dengan budaya Arab), atau memberikan penghidupan bagi para janda (saat itu janda lebih susah untuk menikah karena budaya yang menekankan perkawinan dengan perawan).[8]


Perbedaan dengan nabi dan rasul terdahulu

Dalam mengemban misi dakwahnya, umat Islam percaya bahwa Muhammad diutus Allah untuk menjadi Nabi bagi seluruh umat manusia (QS. 34 : 28), sedangkan nabi dan rasul sebelumnya hanya diutus untuk umatnya masing-masing (QS 10:47, 23:44) seperti halnya Nabi Musa yang diutus Allah kepada kaum Bani Israil.

Sedangkan persamaannya dengan nabi dan rasul sebelumnya ialah sama-sama mengajarkan Tauhid, yaitu kesaksian bahwa Tuhan yang berhak disembah atau diibadahi itu hanyalah Allah (QS 21:25).

Jilbab Oh Jilbab

Mengapa Harus Menggunakan Jilbab...

Dalam tata cara berpakaian dalam agama Islam tidak hanya memasyarakatkan busana sebagai penutup tubuh saja tetapi juga kelengkapan dalam kesopanan,kesehatan,dan keselamatan hidup.Menjilbapi diri kita sebagai muslimah adalah wajib dan merupakan ibadah kita kepada Allah SWT.

Sebagai sarana ibadah,ada beberapa hukum dalam berpakaian bagi kaum muslimah yaitu :

1.Pakaian harus menutup seluruh aurat,yaitu seluruh tubuh kecuali muka serta telapak tangan.

2.Tidak memperlihatkan bentuk tubuh.

3.Tidak tipis dan tembus pandang

4.Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir

5.Tidak menarik perhatian.

6.Tidak menyerupai pakaian laki-laki

7.Tidak menyerupai pakaian pemuka agama lain.

Kita hanyalah manusia biasa,ada kekuasaan yang Maha Besar yang menguasai diri kita.Dialah Allah SWT...yang menguasai segala helai rambut kita,hembusan nafas kita,dan setiap langkah kaki kita.Jadi...tidaklah salah bila Penguasa kita memberikan perintah yang baik bagi kita dan sama sekali tidak merugikan kita...

Apa saja yang kita dapati bila Berjilbab??

*Kita akan lebih dihormati sebagai seorang muslimah,maksudnya adalah orang-orang di sekitar kita akan lebih menghargai kita,dengan pakaian yang sopan dan tertutup oleh hijab tidak akan menimbulkan tindakan asusila dari orang lain...

*Dengan menggunakan jilbab identitas kita akan sangat jelas bahwa kita adalah seorang muslimah.. Otomatis seseorang akan memperlakukan kita sebagai seorang muslimah..

*Pastinya Berjilbab itu....Cantik!

Kecantikan bukanlah hanya karena olesan make up, tetapi kecantikan yang sejati adalah dari hati yang bersih dan fikiran yang positif dalam memandang dan menilai segala sesuatu..Tidak adanya buruk sangka,iri,dengki,dendam dan lain-lain yang hanya akan mengotori hati kita. "The power of positif thinking"maka disanalah kecantikan alami akan terpancar...

*Kita pastinya akan berusaha untuk terus istiqomah dan menjaga perilaku dan tindakan untuk selalu dapat berlaku positif dalam hidup

Jadi sebenarnya banyak keuntungan yang kita dapat dengan memakai jilbab.Jadi, lengkapi ibadah kita kepada Allah SWT dengan mematuhi segala perintah dan kewajibannya..InsyaAllah kita selalu diberikan hati yang ikhlas dan tulus dalam mengerjakan segala kebajikan ..Amien..


by:H.Sholichul Huda,mz

Orang-Orang Yang Di Doakan Oleh Para Malaikat

Orang-Orang Yang Di Doakan Oleh Para Malaikat
Insya Allah berikut inilah orang - orang yang didoakan oleh para malaikat :

1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci.
Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga Malaikat berdoa 'Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci". (Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)

2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat.
Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan
mendoakannya 'Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia'" (Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Muslim no. 469)

3. Orang - orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah.
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang - orang) yang berada pada shaf - shaf terdepan"
(Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra' bin 'Azib ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)

4. Orang - orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf).
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang - orang yang menyambung shaf - shaf" (Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)

5. Para malaikat mengucapkan 'Amin' ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah.
Rasulullah SAW bersabda, "Jika seorang Imam membaca 'ghairil maghdhuubi 'alaihim waladh dhaalinn', maka ucapkanlah oleh kalian 'aamiin', karena barangsiapa
ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu". (Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 782)

6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat.
Rasulullah SAW bersabda, "Para malaikat akan selalu bershalawat ( berdoa ) kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia
melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, 'Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia (Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)

7. Orang - orang yang melakukan shalat shubuh dan 'ashar secara berjama'ah.
Rasulullah SAW bersabda, "Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat 'ashar dan malaikat yang
ditugaskan pada siang hari (hingga shalat 'ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, 'Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?', mereka menjawab, 'Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat'" (Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)

8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.
Rasulullah SAW bersabda, "Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata 'aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan'" (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda' ra., Shahih Muslim no. 2733)

9. Orang - orang yang berinfak.
Rasulullah SAW bersabda, "Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya
berkata, 'Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak'. Dan lainnya berkata, 'Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit'" (Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)

10. Orang yang sedang makan sahur.
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat (berdoa ) kepada orang - orang yang sedang makan sahur" Insya Allah termasuk disaat sahur untuk puasa "sunnah" (Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan
oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)

11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit.
Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat
kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh" (Imam Ahmad meriwayatkan dari 'Ali bin Abi Thalib ra., Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar,"Sanadnya shahih")

12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.
Rasulullah SAW bersabda, "Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain" (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra., dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)

Hukum Tahlilan

HUKUM TAHLIL
1.Masalah Ritual Tahlil

Tahlil telah menjadi perdebatan yang sampai sekarang belum belum menacpai kesepakatan. Tanpa ikut berpolemik, sedikit kami urai permasalahan tahlil dan tawassul yang menurut sebagian orang dianggap bid'ah dan syirik.

Arti tahlil secara lafdzi adalah bacaan kalimat Thayyibah (لااله الا الله). Namun kemudian kalimat tahlil menjadi sebuah istilah dari rangkaian bacaan beberapa dzikir, alqur'an dan do'a tertentu yang dibaca untuk mendo'akan orang yang sudah mati. Ketika diucapkan kata-kata tahlil pengertiannya berubah seperti itu.

Tahlil pada mulanya ditradisikan oleh Wali Sanga. Seperti yang telah kita ketahui, yang paling berjasa menyebarkan ajaran Islam di indonesia adalah Wali Sanga. keberhasilan da'wah Wali Sanga ini tidak lepas dari cara dakwahnya yang mengedepankan metode kultural atau budaya. Wali Sanga mengajarkan nilai-nilai Islam secara luwes mereka tidak secara frontal menentang tradisi tradisi hindu yang telah mengakar kuat di masyarakat, namun membiarkan tradisi itu berjalan hanya saja isinya diganti dengan nilai nilai islam, tradisi dulu bila ada orang mati maka sanak famili dan tetangga berkumpul dirumah duka yang dilakukan bukannya mendo'akan simati malah bergadang dengan bermain judi atau mabuk mabukan.

Wali Sanga tidak serta merta membubarkan tradisi tersebut, masyarakat dibiarkan tetap berkumpul namun acaranya diganti dengan mendoakan pada mayit, jadi tahlil dengan pengertian diatas sebelum Wali Sanga tidak dikenal.

Kalau begitu Tahlil itu bid'ah! Setiap perbuatan bid'ah sesat ! setiap sesat masuk neraka?

Tunggu dulu, anda berada didepan Komputer ini juga bid'ah sebab tidak pernah di kerjakan oleh nabi S A W kalau begitu anda sesat dan masuk neraka? Akal sesat pasti menolak logika seperti ini.

Ulama membagi bid'ah menjadi dua ,bid'ah hasanah dan bid'ah sayyiah , sedangkan bid'ah hasanah sama sekali tidak sesat meskipun tidak pernah dikerjakan oleh nabi jadi ukurannya bukan pernah dikerjakan oleh nabi atau tidak , namun lebih luas dari itu, apakah sesuai dengan syariat atau tidak ! yang dimaksudkan syariat disini tentu saja dalil dalil alquran sunnah ,atsarus shahabah , Ijma' dan qiyas . jika melakukan sesuatu yang bertentangan dengan dalail dalil tersebut maka sesat.

Sekarang kita lihat apakah dalam tahlil ada yang bertentangan dengan syari'at ? tidak ada, tahlil adalah serangkaian kalimat yang berisi dzikir, bacaan alqur'an, yang disusun untuk sekedar mudah untuk di ingat, biasanya dibaca secara berjemaah yang pahalanya dihadiahkan pada mayit , rangkaian bacaan yang ada mempunyai keutamaan yang mempunyai dasar yang kuat, dari sisi ini jelas tahlil tidak ada yang bertentangan dengan syariat.

Jika yang dipermasalahkan adalah sampai dan tidaknya pahala maka perdebatan tidak akan menemui ujng usai, sebab itu masalah khilafiyah dengan argumen masing masing ada yang mengatakan pahalanya bisa sampai ada yang mengatakan tidak, pendekanya ulama' sepakat untuk tidak sepakat , ya sudah jangan dipermasalahkan lagi.

Hemat kita urusan pahala adalah hak prerogatif Allah yang tidak bisa di interfensi oleh siapapun. Kita yang membaca tahlil esensinya kan berdo'a semoga pahala bacaan kita disampaikan kepada mayit.

Lepas dari Khilafiyah itu KH Sahal Mahfud, kajen berpendapat bahwa acara tahlilan yang sudah mentradisi hendaknya terus dilestarikan sebagai salah satu budaya yang bernilai islami dalam rangka melaksanakan ibadah sosial sekaligus meningkatkan dzikir kepada Allah.


2. Hukum memberi jamuan dalam tahlilan

Memberi jamuan yang biasa diadakan ketika ada orang mati, itu diperbolehkan. Banyak dari kalangan ulama’ yang mengatakan bahwa semacam itu termasuk ibadah yang terpuji dan , memang, dianjurkan dengan berbagai alasan. Karena hal itu, kalau ditilik dari segi jamuannya adalah termasuk sadaqah—yang, memang, dianjurkan oleh agama menurut kesepakatan ulama'. -- yang pahalanya dihadiyahkan pada orang telah mati. Dan lebih dari itu, ada tujuan lain yang ada di balik jamuan tersebut, yaitu,(1) ikramud dlaif (memulyakan tamu) (2) bersabar menghadapi musibah. (3) tidak menampakkan rasa susah dan gelisah kepada orang lain. Ketiga masalah tersebut, semuanaya, termasuk ibadah dan perbuatan taat yang diridlai oleh Allah AWT serta pelakunya akan mendapatkan pahala yang besar.

Dengan catatan biaya jamuan tersebut tidak diambilkan dari harta ahli waris yang berstatus mahjuralaih. Apabila biaya jamuan tersebut diambilakan harta ahli waris yang berstatus mahjuralaih.(seperti anak yatim), maka hukumnya tidak bolehkan.

Adapun menghususkan selamatan pada mayit pada hari-hari tertentu adalah bid’ah yang tidak ada dasar hukumnya, selamatan pada hari-hari itu juga tidak ada keutamaan atau manfaatnya keterangan dalam kitab Matali’ud daqo’iq yang menyatakan bahwa selamatan pada hari 3, 7, 40, 100 dst itu mempunyai keutamaan karena terkait dengan keberadaan atau proses yang dialami mayit dialam kubur adalah tidak benar.

Namun demikian shadakah itu sama sekali tidak mengurangi nilai pahala sedekah yang pahalanya dihadiahkan pada mayit seperti penjelasan diatas. ada beberapa ulama’ seperti Syaikh nawawi syaikh isma’il dan lain lain menyatakan, bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sunnah(matlub) Cuma hal itu tidak boleh disengaja dikaitkan dengan hari hari yang telah mentradisi di suatu komunitas masyarakat. Malah jika acara tersebut dimaksudkan untuk meratapi mayit, maka haram.

Ma’khod : Nihayatuz zain(281) , I’anatut talibin 11/166

والتصدق عن الميت بوجو شرعي مطلوب ولا يتقيد بكونه فى سبعة ايام او اكثر او اقل وتقييد بعض الايام من العوائد فقط كما افتى بذلك السيد احمد دحلان وقد جرت عادة الناس بالتصدق عن الميت فىثالث من موته وفىسابع وفى تمام العشرين وفى الاربعين وفى المائة وبعد ذلك يفعل كل سنة حولا فى يوم الموت كما افاده شيخنا يوسف السنبلاوى اما الطعام الذى يجتمع عليه الناس ليلة دفن الميت المسمى بالوحشة فهو مكروه مالم يكن من مال اليتام والا فيحرم كذافى كشف اللثام

نهاية الزين 33281

ومنها مسألة مهمة ولأجلها كانت هذه الرسالة. وهي ما يصنعه أهل الميت من الوليمة ودعاء الناس اليها للأكل. فان ذلك جائز كما يدل عليه الحديث المذكور بل هو قربة من القرب لأنه اما أن يكون بقصد جصول الأجر والثواب للميت وذلك من أفضل القربات التي تلجق الميت باتفاق. واما أن يكون بقصد اكرام الصيف والتسلي عن المصاب وبعدا عن اطظهار الحزن وذلك أيصا من القربات والطعاب التي يرضاها رب العالمين وثيب فاعلها ثوابها عظيما وسواء كان ذلك يوم الوفات عقب الدفن كما فعلته زوجة الميت المذكورة فى الحديث أو بعد ذلك وفى الحديث نص صريح فى مشروعية ذلك. الى قوله

وهذا كله كما هو ظاهر فيما اذا لم يوص الميت باتخاذ الطعام واطعامه للمعزين الحاضرين والا فيجب ذلك عملا بوصيته وتطون الوصية معتبرة من الثلث أي ثلث تركة الميت قال فى التحفة-ج 3 ص 208.

قرة العين بفتاوى الشيخ اسماعيل الزين 175 -181

Jumat, 27 Februari 2009

al-farabi

A.LATAR BELAKANG AL-FARABI

Abu Nashr Muhammad ibn Tasrkhan ibn Al-Uzalagh Al-Farabi lahir di Wasij di Distrik Farab (yang juga dikenal dengan nama Utrar) di Transoxiana, sekitar tahun 870 M dan wafat di Damaskus pada tahun 950 M.

Ayahnya adalah seorang opsir tentara keturunan Persia (kendatipun nama kakek dan kakek buyutnya jelas menunjukkan nama Turki) yang mengabdi kepada pengeran-pangeran Dinasti Samaniyyah. Barangkali masuknya keluarga ini ke dalam islam terjadi pada masa hidup kakeknya, Tarkhan. Peristiwa ini kira-kira terjadi bersamaan dengan peristiwa penaklukan dan Islamisasi atas Farab oleh Dinasti Samaniyyah pada 839-840 M.[1] Kenyataannya bahwa Al-Farabi putra seorang militer yang cukup penting. Karena hal ini memisahkan dirinya dari filosof-filosof islam abad pertengahan lainnya. Tak seperti Ibn Sina, ayah Ibn Sina bekerja dalam birokrasi Samaniyyah atau Al-Kindi, ayahnya adalah Gubernur Kufah. Al-Farabi tidak termasuk dalam kelas katib, suatu kelas yang memainkan peranan administratif yang besar bagi pengusaha penguasa-penguasa Abbasiyyah beserta satelit-satelit mereka.

B.PENDIDIKAN AL-FARABI

Al-Farabi belajar ilmu-ilmu Islam di Bukhara. Sebelum diciptakan system madrasah di bawah Seljuq, menuntut ilmu berlangsung di lingkungan-lingkungan pengajaran yang diadakan oleh berbagai individu, baik dirumah mereka maupun di masjid. Selain itu berbagai individu maupun barbagai istana di seluruh empirium yang mempunyai perpustakaan besar. Perpustakaan-perpustakaan ini menyambut hangat para para pakar yang hendak melakukan studi. Ada dikotomi tertentu antara ilmu-ilmu Islam seperti tafsir, hadist, fiqih serta ushul ( prinsip-prinsip dan sumber-sumber agama) dan studi tambahannya seperti studi bahasa Arab dan kesusastraan dan apa yang disebut ilmu-ilmu asing. Yaitu ilmu-ilmu Yunani yang memasuki dunia Islam melalui penerjemahan oleh orang-orang Kristen Nestorian seperti Hunain Ibn Ishaq (w. 873 M) dan mazhabnya. Lembaga pendidikan pada awalnya bersifat tradisional, yang mendapatkan dukungan financial dari wakaf, sedangkan ilmu-ilmu rasional biasanya diajarkan dirumah atau di Dar Al-Ilm’.[2]

Setelah mendapatkan pendidikan awal Al-Farabi kemudian pergi ke Marw. Di Marw inilah Al-Farabi belajar ilmu logika kepada orang Kristen Nestorian yang berbahasa Suryani yaitu bahasa Yuhanna Ibn Hailan.

Pada masa kekhalifan Al-Mu’tadid (892-902 M), baik Yuhanna Ibn Hailan maupun Al-Farabi pergi ke Baghdad. Al-Farabi unggul dalam ilmu logika, selanjutnya dia banyak memberikan sumbangsihnya dalam penempaan sebuah bahasa filsafat baru dalam bahasa Arab, meskipun menyadari perbedaan antara tata bahasa Yunani dan Arab.

Pada kekhalifaan Al-Muktafi (902-908 M) atau pada tahun-tahun kakhalifahan Al-Muqtadir (908-932 M) Al-Farabi dan Hailan meniggalkan Baghdad, semula menurut Ibn Khallikan menuju Harran. Dari Baghdad tampaknya Al-Farabi pergi ke Konstantinopel. Di Konstantinopel ini, menurut suatu sumber dia tinggal selama delapan tahun mempelajari seluruh silabus filsafat.

C.KARIER AL-FARABI

Antara 910 dan 920, Al-Farabi kembali ke Baghdad untuk mengajar dan menulis, reputasinya sedemikian rupa sehingga dia mendapatkan sebutan sebagai “guru kedua” (Aristoteles mendapatkan sebutan sebagai “guru pertama” ). Pada zamannya Al-Farabi dikenal sebagai ahli logika. Menurut berita, Al-Farabi juga “membaca” (barangkali mengajar) Physics-nya Aristoteles empat puluh kali, dan Rethoric-nya Aristoteles dua ratus kali. Ibnu Khallikan mencatat bahwa tertulis dalam satu Copy De Anima-nya Aristoteles yang berada ditangan Al-Farobi, pernyataannya bahwa dia telah membaca buku ini seratus kali.

Murid-murid Al-Farabi sendiri yang disebutkan namanya hanyalah teolog sekaligus filosof Jacobite[3] Yahya ibn ‘Adi (w. 975) dan saudara yahya yaitu Ibrahim. Yahya sendiri menjadi guru logika terkemuka :” sebenarnya separo jumlah ahli logika Arab pada abad kesepuluh adalah muridnya”.[4]

Pada tahun 942 M situasi di ibu kota dengan cepat semakin buruk karena adanya pemberontakan yang dipimpin seorang mantan kolektor pajak Al-Baridi, kelaparan dan wabah merajalela. Khalifah Al-Muttaqi sendiri meninggalkan Baghdad untuk berlindung di Istana pangeran Hamdaniyyah, Hasan (yang kemudian mendapat sebutan kehormatan Nashr Al-Daulah) di Mosul. Saudara Nashir, Ali bertemu khalifah di Tarkit. Ali memberi khalifah makanan dan uang agar khalifah dapat sampai di Mosul. Kedua saudara Hamdaniyyah ini kemudian kembali bersama khalifah ke Baghdad untuk mengatasi pemberontakan. Sebagai rasa terimakasih khalifah menganugerahi Ali gelar Saif Al-Daulah.

Al-Farabi sendiri merasa akan lebih baik pergi ke Suriah. Menurut Ibn Abi Usaibi’ah dan Al-Qifti Al-Farabi pergi ke Suria pada tahun 942 M. Menurut Ibn Abi Usaibi’ah di Damaskus Al-Farabi bekerja di siang hari sebagai tukang kebun dan pada malam hari belajar teks-teks filsafat dengan memakai lampu jaga. Al-Farabi terkenal sangat shaleh dan zuhud. Al-Farabi tidak begitu memperhatikan hal-hal dunia. Menurut Ibn Abi Usaibi’ah, Al-Farabi membawa manuskripnya yang berjudul Al-Madinah Al-Fadhilah, manuskrip ini mulai ditulisnya di Baghdad ke Damaskus. Di Damaskus inilah manuskrip tersebut diselesaikannya pada tahun 942/3 M.

Sekitar masa inilah Al-Farabi setidak-tidaknya melakukan suatu perjalanan ke Mesir (Ibn Usaibi’ah menyebutkan tanggalnya yaitu 338 H, setahun sebelum Al-Farabi wafat) yang pada saat itu diperintah oleh Ikhsyidiyyah. Ikhsyidiyyah ini semula dibentuk oleh opsir-opsir tentara Farghanah di Asia tengah. Menurut Ibn Khallikan di Mesir inilah Al-Farabi menyelesaikan Siyasah Al-Madaniyyah yang dimulai ditulisnya di Baghdad.

Setelah meninggalkan Mesir Al-Farabi bergabung dengan lingkungan cemerlang filosof, penyair, dan sebagainya yang berada disekitar pangeran Hamdaniyyah yang bernama Saif Al-Daulah. Menurut Ibn Abi Usaibi’ah disinilah Al-Farabi mendapatkan gaji kecil yaitu empat dirham perak sehari. Ibn Khallikan menuturkan kisah yang menawan (barangkali fantastis) tentang diterimanya Al-Farabi di Istana Al-Daulah, kendatipun Al-Farabi mengenakan pakaian Turki yang aneh (yang menurut Ibn Kallikan pakaian yang seperti ini selalu dikenakan oleh Al-Farabi) dan juga berprilaku aneh. Al-Farabi membuktikan pengetahuannya dalam berbagi bahasa (menurut Ibnu Khallikan, Al-Farabi mengaku mengetahui lebih dari tujuh puluh bahasa) maupun bakat musiknya yang luar biasa. Al-Farabi berhasil membuat para hadirin tertawa, kemudian menangis, kemudian tertidur pulas. Meskipun kebenaran ini diragukan banyak informasi mengenai dijumpainya jenis ilmu pengetahuan musik seperti ini di negeri-negeri timur.

Al-Farabi wafat di Damaskus pada tahun 950 M, usianya pada saat itu sekitar 80 tahun. Ada satu legenda di kemudian hari yang tidak terdapat dalam sumber awal dan karena itu diragukan bahwa Al-Farabi dibunuh oleh pembegal-pembegal jalan setelah berani mempertahankan diri. Al-Qifti mengatakan bahwa Al-Farabi meninggal ketika perjalanan ke Damaskus bersama Saif Al-Daulah. Menurut informasi Saif Al-Daulah dan beberapa anggota lainnya melakukan upacara pemakanan.

D.KARYA-KARYA AL-FAROBI

Karya-karya nyata dari Al-Farabiadalah :

1. Al Jami’u Baina Ra’ya Al Hakimain Al falatoni Al Hahiy wa Aristho-thails (pertemuan atau penggabungan pandapat antara Plato dan Aristoteles).
2. Tahsilu as Sa’adah ( mencari kebahagian).
3. As Suyasatu Al Madinah (politik pemerintahan).
4. Fususu Al Taram (hakekat kebenaran)
5. Arroo’u Ahli Al Madinah Al Fadilah (pemikiran-pemikiran utama pemerintahan).
6. As Syiyasyah (ilmu politik)
7. Fi Ma’ani Al Aqli.
8. Ihsho’u Al Ulum (kumpulan berbagai ilmu).
9. At Tangibu ala As Sa’adah.
10. Isabetu Al Mufaraqaat. [5]

Upaya-upaya untuk menyebarluaskan pemikiran-pemikiran Al-Farabi, maka kitab-kitabnya banyak diterjemahkan ke dalam bahas Latin, Inggris, Almania, bahasa Arab dan Prancis. Adapun karya yang pertama Al-Farabi yaitu Isho’u Al Ulum membahas tentang ilmu dancabangnya. Sebagaimana didalamnya memuat ilmu-ilmu bahasa, ilmu matematika, ilmu logika, ilmu ketuhanan ilmu musik, ilmu astronomi, ilmu perkotaan, ilmu fiqh, ilmu fisika, ilmu mekanika dan ilmu kalam. Ilmu tersebut yang mendapat perhatian besar oleh Al-Farabi adalah ilmu fiqh dan ilmu kalam. Sedangkan ilmu mantiq membahas delapan ilmu bagian yaitu:

1.
1. Al Maqulaat Al Asyr (kategori)
2. Al Ibarat (ibarat).
3. Al Qiyas (analogi)
4. Al Burhan (argumentasi)
5. Al Mawadi Al Jadaliyah (the topics).
6. Al Hikmatu Mumawahan (sofistika)
7. Al Hithobah (ilmu pidato).
8. Al Syi’ir (puisi)[6]

DAFTAR PUSTAKA

Fahkry, Majid, 2001,Sejarah Filsafat Islam, Bandung: Mizan.

Musthofa, Ahmad. 1997. Filsafat Islam. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA

[1] Mahdi, Muhsin, “ Al-Farabi”, Dictionar y ofScientic Biography, ed.C.C.Oillispie, New York : 1971, h.523.

[2] Makdisi, George, The Rise of Colleges : Institution of learning in Islam and the west, Edinburgh: 1981,h.79.

[3] Rescher, Nicholas, Studies in the History of Arabic Logic,Pittsburgh, 1963, h. 15.

[4] Galston, Miriam, Politic and Exellence:The Politic Philosophy of Al-Farabi, Printon: 1990, h. 15, catatan 15.

[5] Drs. H. Mustofa, Filsafat Islam, h.128.

[6] Drs. H. Mustofa, Filsafat Islam, h.128.

al-kindi

BIOGRAFI AL-KINDI

RIWAYAT HIDUP

Al-Kindi merupakan nama yang diambil dari suku
yang menjadi asal cikal bakalnya, yaitu Banu Kindah. Banu Kindah adalah
suku keturunan Kindah yang sejak dulu menempati daerah selatan Jazirah Arab
yang tergolong memiliki apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi dan banyak
dikagumi orang.

Sedangkan nama lengkap
Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq As-Shabbah bin imron bin Isma’il
al-Asy’ad bin Qays al-Kindi. Lahir pada tahun 185 H (801 M) di Kuffah.
Ayahnya Ishaq As-Shabbah adalah gubernur Kuffah pada masa pemerintahan al-Mahdi
dan Harun ar-Rasyid dari bani Abbas. Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah
al-Kindi lahir.

Pada masa kecilnya
al-Kindi sempat merasakan masa pemerintahan khalifah Harun ar-Rasyid yang
terkenal kepeduliannya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan bagi kaum muslim.
Ilmu pengetahuan berpusat di Baghdad yang sekaligus menjadi pusat perdagangan.
Pada masa pemerintahan ar-Rasyid sempat didirikan lembaga yang disebut bayt
al-Hikmah (Balai Ilmu Pengetahuan). pada waktu al-Kindi berusia 9 tahun
ar-Rasyid wafat dan pemerintahan diambil alih oleh putranya al-Amin yang tidak
melanjutkan usaha ayahnya ar-Rasyid untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Namun
setelah beliau wafat pada tahun 185 H (813 H) kemudian saudaranya al-Makmun
menggantikan kedudukannya sebagai khalifah (198-228 H) ilmu pengetahuan
berkembang pesat. Fungsi Bayt al-hikmah lebih ditingkatkan, sehingga pada masa
pemerintahan al-Makmun berhasil dipadukannya antara ilmu-ilmu keislaman dan
ilmu-ilmu asing khususnya dari Yunani. Dan pada waktu inilah al-Kindi menjadi
sebagai salah seorang tokoh yang mendapat kepercayaan untuk menterjemahkan
kitab-kitab Yunani ke dalam bahasa Arab, bahkan dia memberi komentar terhadap
pikiran-pikiran pada filosuf Yunani.

Masa kecil al-Kindi
mendapat pendidikan di Bashrah. Tentang siapa guru-gurunya tidak dikenal,
karena tidak terekam dalam sejarah hidupnya. Setelah menyesaikan pendidikannya
di Bashrah ia melanjutkan ke Baghdad hingga tamat, ia banyak mengusai berbagai
maca ilmu yang berkembang pada masa itu seperti ilmu ketabiban (kedokteran),
filsafat, ilmu hitung, manthiq (logika), geometri, astronomi dan lain-lain.
Pendeknya ilmu-ilmu yang berasal dari Yunani juga ia pelajari dan
sekurang-kurangnya salah satu bahasa ilmu pengetahuan kala itu ia kuasai dengan
baik yaitu bahasa Suryani. Dari buku-buku Yunani yang telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Suryani inilah Al-Kindi menterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Pada masa pemerintahan
al-Mu’tashim yang menggantikan al-Makmun pada tahun 218 H (833 M) nama al-Kindi
semakin menanjak karena pada waktu itu al-Kindi dipercaya pihak istana menjadi
guru pribadi pendidik putranya yaitu Ahmad bin Mu’tashim. Pada masa inilah
al-Kindi mempunyai kesempatan untuk menulis karya-karyanya, setelah pada masa
al-Ma’mun menterjemahkan kitab-kitab Yunani ke dalam bahasa Arab.

KARYA-KARYA AL-KINDI

Karya yang telah
dihasilkan oleh al-Kindi kebanyakan hanya berupa makalah-makalah. Ibnu Nadim,
dalam kitabnya Al-Fihrits, menyebutkan lebih dari 230 buah.[1]
George N. atiyeh menyebutkan judul-judul makalah dan kitab-kitab karangan
al-Kindi sebanyak 270 buah.[2]

Dalam bidang Filsafat, karangan
al-Kindi pernah diterbitkan oleh Prof. Abu Ridah (1950) dengan judul Rosail
al-Kindi al-Falasifah (Makalah-makalah filsafat al-Kindi) yang berisi 29
makalah. Prof. Ahmad Fuad Al-Ahwani pernah menerbitkan makalah al-Kindi tentang
filsafat pertamanya dengan judul Kita al-Kindi ila al-Mu’tashim Billah fi
al-Falsafah al-Ula (Surat al-Kindi kepada Mu’tashim Billah tentang filsafat
pertama).

Karangan-karang al-Kindi mengenai filsafat menunjukkan ketelitian dan
kecermatannya dalam memberikan batsasan-batasan makna istilah-istilah yang
digunakan dalam terminologi ilmu filsafat. Ilmu-ilmu filsafat yang ia bahas mencakup
epistemologi, metafisika, etika dan sebagainya. Sebagaimana halnya para
penganut Phytagoras, al-Kindi juga mengatakan bahwa dengan matematika orang
tidak bisa berfilsafat dengan baik.

Kalau dilihat dari
karangannya al-Kindi adalah penganut aliran eklektisisme.[3] Dalam
metafisika dan kosmologi ia mengambil pendapat-pendapat Aristoteles, dalam
Psikologi ia mengambil pendapat Plato, dalam bidang etika ia mengambil
pendapat-pendapat Socrates dan Plato. Namun kepribadian al-Kindi sebagai
filosuf Muslim tetap bertahan. Misalnya dalam membicarakan tentang kejadian
alam al-Kidi tidak sependapat dengan Aristoteles yang mengatakan bahwa alam itu
abadi, ia tetap berpegang pada keyakinannya bahwa alam adalah ciptaan Allah,
diciptakan dari tiada dan akan berakhir menjadi tiada pula.

Sebagai seorang filosuf
yang mempelopori mempertemukan agama dengan filsafat Yunani, al-Kindi
menghadapi banyak tantangan para ahli agama. Ia dianggap telah meremehkan
bahkan membodoh-bodohi ulama’ yang tidak mengetahui filsafat Yunani.
Fitnah-fitnah yang ditujukan kepadanya semakin deras dan keras, terutama pada
masa pemirantahan Mutawakkil. Al-Kindi mengatakan bahwa filsafat adalah
semulia-mulianya ilmu dan yang tertinggi martabatnya, dan filsafat menjadi
kewajiban setiap ahli pikir (ulul albab) untuk memiliki filsafat itu.
Pernyataan ini terutama tertuju kepada ahli-ahli agama yang mengingkari
filsafat dengan dalih sebagai ilmu syirik, jalan menuju kekafiran dan keluar
dari agama. Menurut al-Kindi, berfilsafat tidaklah berakibat mengaburkan dan
mengorbankan keyakinan agama. Filsafat sejalan dan dapat mengabdi kepada agama.

DEFINISI FILSAFAT
AL-KINDI

Al-Kindi
menyajikan banyak definisi filsafat tanpa menyatakan bahwa definisi mana yang
menjadi miliknya. yang disajikan adalah definisi-definisi terdahulu, itupun
tanpa mengaskan dari siapa definisi tersebut ia peroleh. Mungkin hal ini
dimaksudkan bahwa pengertian sebenarnya tercakup dalam semua definisi yang ada,
tidak hanya pada salah satunya. Menurut al-Kindi untuk memperoleh pengertian lengkap
tentang apa filsafat itu harus memperhatikan semua unsur yang terdapat dalam
semua definisi tentang filsafat. Definisi-definisi al-Kindi sebagai berikut :

1. Filsafat terdiri dari gabungan dua kata, Philo,
Sahabat
dan Sophia, Kebijaksanaan. Filsafat adalah cinta terhadap
kebijaksanaan. Definisi ini berdasar atas etimologo Yunani dari kata-kata itu.

2. Filsafat adalah upaya manusia meneladani
perbuatan-perbuatan Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh kemampuan akal manusia.
Definisi ini merupakan definisi fungsional, yaitu meninjau filsafat dari segi
tingkah laku manusia.

3. Filsafat adalah latihan untuk mati. Yang
dimaksud dengan mati adalah bercerainya jiwa dan badan. Atau mematikan hawa
nafsu adalah mencapai keutamaan. Oleh karenanya, banyak orang bijak terdahulu
yang menyatakan bahwa kenikmatan adalah kejahatan. Definisi juga merupakan
definisi fungsional, yang bertitik tolak pada segi tingkah laku manusia pula.

4. Filsafat adalah pengetahuan dari segala
pengetahuan dan kebijaksanaan. Definisi ini bertitik tolak dari segi kausa.

5. Filsafat adalah pengetahuan manusia tentang
dirinya. Definisi ini menitik beratkan pada fungsi filsafat sebagai upaya
manusia untuk mengenal dirinya sendiri. Para filosuf berpendapat bahwa manusia
adalah badan, jiwa dan aksedensial manusia yang mengetahui dirinya demikian itu
berarti mengetahui segala sesuatu. Dari sinilah para filosuf menamakan manusia
sebagai mikrokosomos.

6. Filsafat adalah pengetahuan tentang segala
sesuatu yang abadi dan bersifat menyeluruh (umum), baik esensinya maupun kausa-kausanya.
Definisi ini menitikberatkan dari sudut pandang materinya.

Dari bebrapa definisi
yang amat beragam di atas, tampaknya al-Kindi menjatuhkan pada definisi
terakhir dengan menambahkan suatu cita filsafat, yaitu sebagai upaya
mengamalkan nilai keutamaan. Menurut al-Kindi, filosuf adalah orang yang
berupaya memperoleh kebenaran dan hidup mengamalkan kebenaran yang diperolehnya
yaitu orang yang hidup menjunjung tinggi nilai keadilan atau hidup adil. Dengan
demikian, filsafat yang sebenarnya bukan hanya pengetahuan tentang kebenaran,
tetapi disamping itu juga merupakan aktualisasi atau pengamalan dari kebenaran
itu. Filosuf sejati adalah yang mampu memperoleh kebijaksanaan dan
mengaktualisasikan atau mengamalkan kebijaksanaan itu. Hal yang disebut terakhir
menunjukkan bahwa konsep al-Kindi tentang filsafat merupakan perpaduan antara
konsep Socrates dan aliran Stoa. Tujuan terakhir adalah dalam hubungannya
dengan moralita.

Al-Kindi menegaskan
juga bahwa filsafat yang paling tinggi tingkatannya adalah filsafat yang
berupaya mengetahui kebenaran yang pertama, kausa daripada semua kebenaran,
yaitu filsafat pertama. Filosuf yang sempurna dan sejati adalah yang memiliki
pengetahuan tentang yang paling utama ini. Pengetahuan tentang kausa (‘illat) lebih utama dari
pengetahuan tentang akibat (ma’lul, effact). Orang akan
mengetahui tentang realitas secara sempurna jijka mengetahui pula yang menjadi
kausanya.




EPISTEMOLOGI AL-KINDI

PENDAHULUAN

Pada
kesempatan sebelumnya kita telah memaparkan biografi salah seorang tokoh
filsafat Islam yang cukup berpengaruh dan mempunyai peranan penting dalam
perkembangan ilmu pengetahuan di dalam dunia Islam, yaitu al-Kindi yang
mempunyai nama lengkap Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq As-Shabbah bin imron bin
Isma’il al-Asy’ad bin Qays al-Kindi[4]. Dalam
kesempatan kali ini kita akan mencoba untuk memaparkan pemikiran al-Kindi
tentang epistemologi.

Namun
sebelumya kita ingin memberikan gambaran umum tentang epistemologi tersebut,
epistemologi yang merupakan nyawa dari filsafat membahas tentang seluk beluk
pengetahuan manusia, akan selalu menjadi bahan yang menarik untuk dikaji,
karena disinilah dasar-dasar pengetahuan maupun teori pengetahuan yang
diperoleh manusia menjadi bahan pijakan dan tentunya sangat banyak pembahasan
tentang pengetahuan. Apa yang
dimaksud dengan pengetahuan? Apakah yang menjadi dasar ataupun sumber dari
pengetahuan? Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang menjadi cakupan
dalam Epistemologi.

Seperti
yang telah kita ketahui bahwasannya konsep-konsep ilmu pengetahuan yang
berkembang pesat dewasa ini beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya
dapat dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang membentuknya. Dari
epistemologi, juga filsafat –dalam hal ini filsafat modern– terpecah berbagai
aliran yang cukup banyak, seperti empirisme, rasionalisme, pragmatisme,
positivisme, maupun intuisionisme.

PENGERTIAN

Secara
etimologi (baca: bahasa), epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat
dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos.
Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos lazim dipakai untuk menunjukkan
adanya pengetahuan sistematik. Dengan demikian epistemologi berarti pengetahuan
sistematik mengenai pengetahuan. Sedangkan Runes dalam kamusnya (1971)
menjelaskan bahwa epistemologi is the branch of philoshophy which
investigates the origin, stucture, methods and validity of knowledge.[5]
Karena itulah epistemologi sering dikenal sebagai filsafat pengetahuan.

Jika
diperhatikan, batasan-batasan di atas nampak jelas bahwa hal-hal yang hendak diselesaikan
epistemologi ialah tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal
mula pengetahuan, validitas pengetahuan, dan kebenaran pengetahuan.

Al-Kindi
telah mengadopsi ilmu-ilmu filsafat dari pemikiran tokoh filsafat Yunani, namun
sebagai seorang filosuf Muslim, ia mempunyai kepribadian seorang Muslim sejati
yang tak tergoda dan tetap mayakini prinsip-prinsip di dalam Islam. Al-Kindi
mempunyai pandangan tersendiri tentang pengetahuan, menunrutnya pengetahuan
manusia itu pada dasarnya terbagi menjadi tiga bagian besar, yaitu : (a)
Pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan indera disebut pengetahuan inderawi,
(b) Pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan akal disebut pengetahuan rasional,
dan (c) Pengetahuan yang diperoleh langsung dari Tuhan disebut dengan
pengetahuan isyraqi atau iluminatif.

a. Pengetahuan Inderawi

Pengetahuan inderawi terjadi secara langsung
ketika orang mengamati terhadap obyek-obyek material (sentuhan, penglihatan,
pendengeran, pengcapan dan penciuman). Kemudian dalam proses yang sangat
singkat tanpa tenggang waktu dan tanpa berupaya, obyek-obyek yang telah
ditangkap oleh indera tersebut berpindah ke imajinasi (musyawwiroh),
kemudian diteruskan ke tempat penampungannya yang disebut hafizhah
(recolection). Pengetahuan yang diperoleh dengan jalan ini (Inderawi)
tidak tetap dan akan selalu berubah; karena obyek yang diamati pun tidak tetap,
selalu dalam keadaan menjadi, berubah setiap saat, bergerak, berlebih-berkurang
kuantitasnya, dan berubah-ubah pula kualitasnya.

Pada dasarnya pengetahuan inderawi ini mempunyai
kelemahan yang cukup banyak, sehingga pengetahuan yang didapatkan belum tentu
benar. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain Indera terbatas, benda
yang jauh terlihat kecil berbeda ketika benda tersebut berada di dekat kita,
lalu apakah benda tersebut memang berubah menjadi kecil? tidak, keterbatasan
kemampuan indera ini dapat memberikan pengetahuan yang salah. Kelemahan kedua
adalah Indera menipu, gula yang rasanya manis akan terasa pahit ketika
dirasakan oleh orang yang sakit, begitu juga udara yang yang panas akan terasa
dingin. Sehingga hal ini akan memberikan pengetahuan yang salah juga. Kelemahan
ketiga ialah Obyek yang menipu, seperti ilusi, fatamorgana. Di sini
Indera menangkap obuek yang sebenarnya tiada. Kelemahan keempat berasal dari
indera dan obyek sekaligus, indera misalnya mata tidak dapat melihat obyek
secara keseluruhan dan begitu juga obyek yang tidak memperlihatkan dirinya
secara keseluruhan, sehingga hal ini akan memberikan informasi pengetahuan yang
salah pula.

b. Pengetahuan Rasional

Pengetahuan tentang sesuatu yang diperoleh dengan
jalan menggunakan akal bersifat universal, tidak parsial dan bersifat
immaterial. Obyek pengetahuan rasional bukan individu; tetapi genus dan
spesies. Orang mengamati manusia sebagai yang berbadan tegak dengan dua kaki,
pendek, jangkung, berkulit putih atau berwarna, yang semua ini akan
menghasilkan pengetahuan inderawi. tetapi orang yang mengamati manusia,
menyelidiki hakikatnya sehingga sampai pada kesimpulan bahwa manusia adalah
makhluk berfikir (rational animal = hewan nathiq), telah memperoleh pengetahuan
rasional yang abstrak universal, mencakup semua individu manusia. Manusia yang
telah ditajrid (dipisahkan) dari yang inderawi tidak mempunyai gambar
yang telukis dalam perasaan.

Kelihatannya sudah cukup jelas bahwa pengetahuan
hanya terbagi menjadi dua, karena keduanya sudah saling melengkapi, tapi
ternyata hal tersebut belum cukup. Indera (empiris) dan akal (rasio/logis) yang
bekerjasama belum mampu mendapatkan pengetahuan yang lengkap dan utuh. Indera
hanya mampu mengamati bagian-bagian tertentu tentang obyek. Dibantu oleh akal,
manusia juga belum mapu memperoleh pengetahuan yang utuh. Akal hanya sanggup
memikirkan sebagian dari obyek.[6]

Al-Kindi memperingatkan agar orang tidak
mengacaukan metode yang ditempuh untuk memperoleh pengetahuan, karena setiap
ilmu mempunyai metodenya sendiri yang sesuai dengan wataknya. Watak ilmulah
yang menentukan metodenya. Adalah suatu kesalahan jika kita menggunakan suatu
metode suatu ilmu untuk mendekati ilmu lain yang mempunyai metodenya sendiri.
Adalah suatu kesalahan jika kita menggunakan metode ilmu alam untuk metafisika.

c. Pengetahuan Isyraqi

Al-Kindi mengatakan bahwa pengetahuan inderawi
saja tidak akan sampai pada pengetahuan yang hakiki tentang hakikat-hakikat.
Pengetahuan rasional terbatas pada pengetahuan tentang genus dan spesies.
Banyak filosof yang membatasi jalan memperoleh pengetahuan pada dua macam jalan
ini. Al-Kindi, sebagaiman halnya banyak filosof isyraqi, mengingatkan adanya
jalan lain untuk memperoleh pengetahuan lewat jalan isyraqi (iluminasi), yaitu
pengetahuan yang langsung diperoleh dari pancaran Nur Ilahi. Puncak dari jalan
ini adalah yang diperoleh para Nabi untuk membawakan ajaran-ajaran yang berasal
dari wahyu kepada umat manusia. Para Nabi memperoleh pengetahuan yang berasal
dari wahyu tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah untuk memperolehnya.
Pengetahuan mereka terjadi atas kehendak Tuhan semata-mata. Tuhan mensucikan
jiwa mereka dan diterangkan-Nya pula jiwa meraka untuk memperoleh kebenaran
dengan jalan wahyu. Akal meyakinkan pengetahuan pengetahuan mereka berasal dari
tuhan, karena pengetahuan itu ada ketika manusia tidak mampu mengusahakannya,
karena hal itu memang di luar kemampuan manusia. Bagi manusia tidak ada jalan
lain kecuali menerima dengan penuh ketaatan dan ketundukan mereka kepada
kehendak tuhan, membenarkan semua yang dibawakan para nabi.

Untuk memberi contoh perbedaan pengetahuan manusia
yang diperoleh dengan jalan upaya dan pengetahuan para nabi yang diperoleh
dengan jalan wahyu, Al-Kindi mengemukakan pertanyaan orang-orang kafir tentang
bagaimana mungkin tuhan akan membangkitkan kembali manusia dari dalam kuburnya
setelah tulang-belulangnya hancur menjadi tanah; sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an
surah Yasin ayat 78-82. Keterangan yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an ini
amat cepat diberikan oleh nabi Muhammad saw. karena berasal dari wahyu tuhan,
dan tidak yakin akan dapat dijawab dengan cepat dan tepat serta jelas oleh
filosuf.

Pertanyaan yang diajukan pada nabi Muhammad saw.
adalah sebagai berikut: Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang
yang telah membusuk? Segeralah tuhan menurunkan wahyu jawabannya:
Katakanlah yang memberinya hidup adalah penciptanya yang pertama kali yang
mengetahui segala kejadian, Dia yang menjadikan bagimu api dari kayu yang
hijau, kemudian kamu menyalakan api darinya. Tiadakah yang telah menciptakan
langit dan bumi sanggup menciptakan yang serupa itu? Tentu saja karena Dia maha
Pencipta, maha Tahu. Bila Dia menghendaki sesuatu, cukuplah Dia perintahkan,
”jadilah”, maka iapun menjadi.

Al-Kindi memberikan penjelasannya tentang ilmu
yang berasal dari Tuhan sebagaimana dicerminkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an
tersebut sebagai berikut:

Tidak ada bukti bagi akal yang terang dan bersih
yang lebih gamblang dan ringkas daripada yang tertera dalam ayat-ayat Al-Qur’an
tersebut, yaitu bahwa tulang-belulang yang benar-benar telah terjadi setelah
tiada sebelumnya, adalah sangat mungkin apabila telah rusak dan busuk ada kembali.
Mengumpulkan barang yang berserakan lebih mudah daripada membuatnya dari tiada,
meskipun bagi Tuhan tidak ada hal yang dapat dikatakan lebih mudah ataupun
lebuh sulit. Kekuatan yang telah menciptakan mugkin menumbuhkan sesuatu yang
telah dihancurkan.

Al-Qur’an menyebutkan bahwa tuhan telah menjadikan
kayu hijau dan dapt dibakar menjadi api; hal ini mengandung ajaran bahwa
sesuatu mungkin bisa terjadi dari lawannya. Tuhan menjadikan api dari bukan api
dan menjadikan panas dari bukan panas. Jika sesuatu mungkin terjadi dari
lawannya, maka akan lebih mungkin lagi sesuatu terjadi dari dirinya sendiri.

Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa tuhan yang telah
menciptakan langit dan bumi berkuasa pula menciptakan yang serupa itu, karena
Dia adalah tuhan yang maha pencipta lagi maha mengetahui. Al-Kindi menjelaskan
bahwa hal tersebut dapat diyakini kebenarannya secara amat jelas tanpa
memerlukan argumentasi apapun. Orang-orang kafir mengingkari penciptaan langit,
karena mereka mengira bagaimana langit itu diciptakan, berapa lama waktu yang
diperlukan jika dibandingkan dengan perbuatan manusia melakukan suatu
pekerjaan. Sangkaan mereka itu tidak benar, tuhan tidak memerlukan waktu jika
menghendakiuntuk menciptakan sesuatu. Tuhan berkuasa menciptakan sesuatu dari
yang bukan sesuatu dan mengadakan sesuatu dari tiada. Sesuatu ada bersamaan
dengan kehendak-Nya.

Al-Kindi mengakhiri penjelasannya tentang
ayat-ayat Al-Qur’an yang dijadikan contoh-contoh di atas sebagai beriku: "Tak
ada manusia yang dengan filsafat manusia sanggup menerangkan sependek
huruf-huruf yang tercantum dalam ayat-ayat al-Qur’an yang diwahyukan kepada
Rasul-Nya itu, yang menerangkan bahwa tulang-belulang akan hidup setelah
membusuk dan hancur, bahwa kekuasaan tuhan seperti menciptakan langit dan bumi,
bahwa sesuatu dapat terjadi dari lawannya. Kata-kata manusia tidak sanggup
menuturkannya, kemampuan manusia tidak sanggup melakukannya; akal manusia yang
bersifat parsial tidak terbuka untuk sampai pada jawaban yang demikian itu."[7]

Pengetahuan Isyraqi ini, selain didapatkan oleh
para nabi. Ada kemungkinan juga didapatkan oleh orang-orang yang beris, suci
jiwanya, walaupun tingkatan atau derajatnya berada dibawah dari pengetahuan
yang dipeoleh para nabi. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan para nabi yang diperoleh
dengan wahyu lebih meyakinkan kebenarannya daripada pengetahuan para filosuf
yang tidak dari wahyu.



KESIMPULAN

Al-Kindi adalah seorang filosuf Islam yang
berupaya memadukan ajaran-ajaran Islam dengan filsafat Yunani. Sebagai filosuf,
Al-Kindi mempercayai kemampuan akal untuk mendapatkan pengetahuan yang benar
tentang realitas. Tetapipada saat yang sama ia juga mengakui bahwa akal
mempunyai keterbatasan dalam mencapai pengetahuan metafisik. Karena itulah
al-Kindi mengatakan bahwa keberadaan nabi sangat diperlukan untuk mengajarkan
hal-hal di luar jangkauan akal manusia yang diperoleh dari wahyu tuhan. Dari
sini dapat diketahui bahwa al-Kindi tidak sependapat dengan para filosuf Yunani
dalam hal-hal yang dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran agama
Islam yang diyakininya. Contohnya menurut al-Kindi alam berasal dari ciptaan
tuhan yang semula tiada, sedangkan Aristoteles berpendapat bahwa alam tidak
diciptakan dan bersifat abadi. Karena itulah al-Kindi tidak termasuk filosuf
yang dikritik al-Ghozali dalam kitabnya Tahafut Al-Falasifah (Kerancuan
Para Filosuf).

Karangan-karangan Al-Kindi umumnya berupa
makalah-makalah pendek dan dinilai kurang mendalam dibandingkan dengan
tulisan-tulisan al-Farobi. Namun sebagai filosuf perintis yang menempuh jalan
berbeda dari para pemikir sebelumnya, maka nama al-Kindi naik daun dan mendapat
tempat yang istimewa di kalangan filosuf sezamannya dan sesudahnya. Tentu saja
ahli-ahli pikir kontemporer yang cinta kebenaran dan kebijaksanaan akan
senantiasa merujuk kepadanya.[8]



DAFTAR PUSTAKA



Musthofa, Ahmad. 1997. Filsafat Islam. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA.

Tafsir, Ahmad. 2004. Filsafat Umum, Akal dan hati sejak Thales sampai
Capra. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.







[1] Musthofa, Ahmad. Filsafat Islam, Bandung, 1997. hal. 101

[2] Ibid Hal. 101

[3] Ibid Hal. 101

[4] Musthofa, Ahmad. 1997. Filsafat Islam. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA.
Hal:99

[5] Tafsir, Ahmad. 2004.
Filsafat Umum, Akal dan hati sejak Thales sampai Capra. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya. Hal:23.

[6] Ibid Hal:25

[7] Musthofa, Ahmad. 1997. Filsafat Islam. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA.
Hal:108

[8] Ibid, hal: 108

ini baru kata-kata mutiara


"Jika aku adalah air mata
aku ingin lahir dari matamu.
hidup di pipimu….
dan berakhir dibibirmu….
Tapi jika kamu adalah air mata….
Aku takkan menangis.
Karena aku tak mau kehilangan dirimu…."

" true friends are like mornings, u cant have them the whole day, but u can be sure, they will be there when u wakeup tomorrow, next year and forever.

" Friendship is sweet when it’s new, Sweeter when its true, but sweetest when its u. When God gave friends he tried 2 b fair! When I got u, I got more "

"FRIENDSHIP isn't how U forGet but how U forGive, Not how U liSten but how U UnderStand, Not what U see but how U feel, and not how U Let Go but how"

mbah kiayi dawuh

CINTA BUKAN UNTUK DINIKMATI TAPI UNTUK DIMENGERTI,,,,

refleksi habis jumatan

Beranikanlah untuk memperbarui diri, karena tidak mungkin sebuah pribadi yang lama berhak bagi sesuatu yang baru. Mulai hari ini, marilah kita bersungguh-sungguh untuk mengganti setiap dan semua cara kita yang tidak sesuai lagi bagi kebesaran yang kita inginkan bagi diri kita sendiri. Bila banyak dari yang Anda inginkan belum mengambil bentuk nyatanya yang menjadikan kehidupan Anda lebih utuh, dan bila banyak dari keinginan Anda hanya menjadi penyemangat bagi Anda untuk merajut lebih banyak keinginan baru, maka Anda harus tulus menerima bahwa ada yang harus diperbarui. Sadarilah bahwa, Tidak semua keinginan untuk menjadi, disertai dengan upaya membangun kepantasan untuk menjadi.

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT DARI MASA KE MASA

“SEJARAH DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT DARI MASA KE MASA”


Kata Pengantar

Puji syukur penulis telah panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sang Pencipta alam semesta, manusia, dan kehidupan beserta seperangkat aturan-Nya, karena berkat limpahan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan tema “Sejarah dan Perkembangan Filsafat Dari Masa ke Masa” yang sederhana ini dapat terselesaikan tidak kurang daripada waktunya.

Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini tidaklah lain untuk memenuhi salah satu dari sekian kewajiban mata kuliah Filsafat Ilmu serta merupakan bentuk langsung tanggung jawab penulis pada tugas yang diberikan.

Demikian pengantar yang dapat penulis sampaikan dimana penulis pun sadar bawasannya penulis hanyalah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Tuhan Azza Wa’jala hingga dalam penulisan dan penyusununnya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penulis nanti dalam upaya evaluasi diri.

Akhirnya penulis hanya bisa berharap, bahwa dibalik ketidak sempurnaan penulisan dan penyusunan makalah ini adalah ditemukan sesuatu yang dapat memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penulis, dan pembaca, Amien ya Rabbal ‘alamin.

Wassalalam,

pojok rumah, 29 Maret 2008

Penulis




BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam menghadapi seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusia senatiasa terkagum atas apa yang dilihatnya. Manusia ragu-ragu apakah ia tidak ditipu oleh panca-inderanya, dan mulai menyadari keterbatasannya. Dalam situasi itu banyak yang berpaling kepada agama atau kepercayaan Ilahiah.

Tetapi sudah sejak awal sejarah, ternyata sikap iman penuh taqwa itu tidak menahan manusia menggunakan akal budi dan fikirannya untuk mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik segala kenyataan (realitas) itu. Proses itu mencari tahu itu menghasilkan kesadaran, yang disebut pencerahan. Jika proses itu memiliki ciri-ciri metodis, sistematis dan koheren, dan cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang;

(1) disusun metodis, sistematis dan koheren (“bertalian”) tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan (realitas), dan yang

(2) dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) tersebut.

Makin ilmu pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang khusus dari kenyataan (realitas), makin nyatalah tuntutan untuk mencari tahu tentang seluruh kenyataan (realitas).

Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang kita sebut sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan lain sebagainya, umat manusia lebih dulu memfikirkan dengan bertanya tentang berbagai hakikat apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah yang nanti akan kita sebut sebagai sebuah jawaban filsafati.

Kegiatan manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat yang merupakan pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia . Bagian filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala kebenaran (Al-Kindi, 801 - 873 M).

Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang bertanya. Obyek materinya semua yang ada. Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan segala sesuatu yang ada sampai akhirnya menemukan kebijaksanaan universal.

Sonny Keraf dan Mikhael Dua mengartikan ilmu filsafat sebagai ilmu tentag bertanya atau berpikir tentang segala sesuatu (apa saja dan bahkan tentang pemikiran itu sendiri) dari segala sudut pandang. Thinking about thinking.

Meski bagaimanapun banyaknya gambaran yang kita dapatkan tentang filsafat, sebenarnya masih sulit untuk mendefinisikan secara konkret apa itu filsafat dan apa kriteria suatu pemikiran hingga kita bisa memvonisnya, karena filsafat bukanlah sebuah disiplin ilmu. Sebagaimana definisinya, sejarah dan perkembangan filsafat pun takkan pernah habis untuk dikupas. Tapi justru karena itulah mengapa fisafat begitu layak untuk dikaji demi mencari serta memaknai segala esensi kehidupan.

B. Klasifikasi Filsafat

Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan menurut latar belakang agama. Menurut wilayah bisa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan “Filsafat Timur Tengah”. Sementara latar belakang agama dibagi menjadi: “Filsafat Islam”, “Filsafat Budha”, “Filsafat Hindu”, dan “Filsafat Kristen”.

1.) Klasifikasi Filsafat Menurut Wilayah

a. Filsafat Barat

‘‘‘Filsafat Barat’’’ adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. Namun pada hakikatnya, tradisi falsafi Yunani sebenarnya sempat mengalami pemutusan rantai ketika salinan buku filsafat Aristoteles seperti Isagoge, Categories dan Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi bersamaan dengan eksekusi mati terhadap Boethius, yang dianggap telah menyebarkan ajaran yang dilarang oleh negara. Selanjutnya dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan Boethius menjadi sumber perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropah, maka John Salisbury, seorang guru besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan menyalin kembali buku Organon karangan Aristoteles dari terjemahan-terjemahan berbahasa Arab, yang telah dikerjakan oleh filosof Islam pada dinasti Abbasyah.

Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, George Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.

Gambar 1.1. Dari kiri; Socrates, Plato, Aristotales, Niestche, Kalr Marx

Dalam tradisi filsafat Barat di Indonesia sendiri yang notabene-nya adalah bekas jajahan bangsa Eropa-Belanda, dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu. Tema-tema tersebut adalah: ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

Tema pertama adalah ontologi. Ontologi membahas tentang masalah “keberadaan” sesuatu yang dapat dilihat dan dibedakan secara empiris (kasat mata), misalnya tentang keberadaan alam semesta, makhluk hidup, atau tata surya.

Tema kedua adalah epistemologi. Epistemologi adalah tema yang mengkaji tentang pengetahuan (episteme secara harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan.

Tema ketiga adalah aksiolgi. Aksiologi yaitu tema yang membahas tentang masalah nilai atau norma sosial yang berlaku pada kehidupan manusia. Nilai sosial .

b. Filsafat Timur

‘‘‘Filsafat Timur’’’ adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filsuf Timur, antara lain Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.

Gambar 1.2. Foto Mao Zedong muda

‘‘‘Filsafat Timur Tengah’’’ ini sebenarnya mengambil tempat yang istimewa. Sebab dilihat dari sejarah, para filsuf dari tradisi ini sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Yunani. Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam dan juga beberapa orang Yahudi, yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafi mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani.

Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah: Avicenna(Ibnu Sina), Ibnu Tufail, Kahlil Gibran (aliran romantisme; kalau boleh disebut bergitu)dan Averroes.

Gambar 1.3 dari kanan ke kiri

Averroes, ibnu tufail, Kahlil Gibran, Ibnu Sina

2.) Klasifikasi Filsafat Menurut Latar Belakang Agama

a. Filsafat Islam

‘‘‘Filsafat Islam’’’ bukanlah filsafat Timur Tengah. Bila memang disebut ada beberapa nama Yahudi dan Nasrani dalam filsafat Timur Tengah, dalam filsafat Islam tentu seluruhnya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih ‘mencari Tuhan’, dalam filsafat Islam justru Tuhan ’sudah ditemukan.’

Pada mulanya filsafat berkembang di pesisir samudera Mediterania bagian Timur pada abad ke-6 M yang ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan untuk menjawab persoalan seputar alam, manusia, dan Tuhan. Dari sinilah lahirlah sains-sains besar, seperti fisika, etika, matematika, dan metafisika yang menjadi batubara kebudayaan dunia.

Dari Asia Minor (Mediterania) bergerak menuju Athena yang menjadi tanah air filsafat. Ketika Iskandariah didirikan oleh Iskandar Agung pada 332 SM, filsafat mulai merambah dunia timur, dan berpuncak pada 529 M.

b. Filsafat Kristen

‘‘‘Filsafat Kristen’’’ mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk menghadapi tantangan zaman di abad pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam zaman kegelapan (dark age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali kepercayaan agamanya. Tak heran, filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis[1] dan filsafat ketuhanan. Hampir semua filsuf Kristen adalah teologian atau ahli masalah agama. Sebagai contoh: Santo Thomas Aquinas, Santo Bonaventura, dan lain sebagainya.

Selain dua agama terbesar diatas, masih ada beberapa agama lainya yang melahirkan pemahaman falsafi yang sampai sekarang masih eksis. Misalnya Budha, Taoisme, dan lain sebagainya.

Buddha dalam bahasa Sansekerta berarti mereka yang sadar, atau yang mencapai pencerahan sejati (Dari perkataan Sansekerta: untuk mengetahui). Budha merupakan gelar kepada individu yang menyadari potensi penuh mereka untuk memajukan diri dan yang berkembang kesadarannya. Dalam penggunaan kontemporer, ia sering digunakan untuk merujuk Siddharta Gautama yang dilahirkan pada tahun 623 SM di Taman Lumbini.

Sidharta adalah guru agama dan pendiri Agama Buddha (dianggap “Buddha bagi waktu ini”). Dalam pandangan lainnya, ia merupakan tarikan dan contoh bagi manusia yang telah sadar.

Penganut Buddha tidak menganggap Siddharta Gautama sebagai sang hyang Buddha pertama atau terakhir. Secara teknis, Buddha, seseorang yang menemukan Dharma atau Dhamma (yang bermaksud: Kebenaran; perkara yang sebenarnya, akal budi, kesulitan keadaan manusia, dan jalan benar kepada kebebasan melalui Kesadaran, datang selepas karma yang bagus (tujuan) dikekalkan seimbang dan semua tindakan buruk tidak mahir ditinggalkan. Pencapaian nirwana (nibbana) di antara ketiga jenis Buddha[2] adalah serupa, tetapi Samma-Sambuddha menekankan lebih kepada kualitas dan usaha dibandingkan dengan dua lainnya.

Taoisme merupakan filsafat Laozi[3] dan Zhuangzi (570 SM ~470 SM) tetapi bukan agama. Taoisme berasalkan dari kata “Dao” yang berarti tidak berbentuk, tidak terlihat tetapi merupakan asas atau jalan atau cara kejadian kesemua benda hidup dan benda-benda alam semesta dunia. Dao yang wujud dalam kesemua benda hidup dan kebendaan adalah “De”. Gabungan Dao dengan De diperkenalkan sebagai Taoisme merupakan asasi alamiah. Taoisme bersifat tenang, tidak berbalah, bersifat lembut seperti air, dan berabadi. Keabadian manusia adalah apabila seseorang mencapai “Kesedaran Dao”. Penganut-penganut Taoisme mempraktekan Dao untuk mencapai “Kesedaran Dao” dan juga mendewakan.

Taoisme juga memperkenalkan teori Yinyang. Yin dan Yang dengan saintifiknya diterjemahkan sebagai negatif dan positif. Setiap benda adalah dualisme, terdapat positif mesti adanya negatif; tidak bernegatif dan tidak berpositif jadinya kosong, tidak ada apa-apa. Bahkan magnet, magnet memiliki kutub positif dan negatif, kedua-dua sifat tidak bisa diasingkan; tanpa positif, tidak akan wujud negatif, magnet tidak akan terjadi.

Gambar 1.4. Tse Laozi yang meninggalkan Chuguo dengan koaknya Laozi meninggalkan dua karya yang berjudul De dan Dao (Judul pertama adalah “De” dan kedua adalah “Dao” ) sebelum meninggalkan Chuguo. Kedua kitab digabungkan dan diperkenalan sebagai Daode Jing yang memiliki 5000 huruf Tionghua dalam 81 bab.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kajian Filsafat

Definisi kata filsafat bisa dikatakan sebagai sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan mendasar (radikal).

Kerapkali ilmu filsafat dipandang sebagai ilmu yang abstrak dan berada di awang-awang (tidak mendarat) saja, padahal ilmu filsafat itu dekat dan berada dalam kehidupan kita sehari-hari. Benar, filsafat bersifat tidak konkrit (atau lebih bisa dikatakan tidak tunggal), karena menggunakan metode berpikir sebagai cara pergulatannya dengan realitas hidup kita.

Ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa[4].

Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), filsafat merupakan pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.

Beberapa filsuf mengajukan beberapa definitif pokok filsafat seperti: Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas. Upaya untuk melukiskan hakekat realitas akhir dan dasar serta nyata, Upaya untuk menentukan batas-batas jangkauan pengetahuan: sumbernya, hakekatnya, keabsahannya, dan nilainya. Penyelidikan kritis dan radikal atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan. Sesuatu yang berupaya untuk membantu kita melihat apa yang kita katakan dan untuk mengatakan apa yang kita lihat.

Kalau menurut tradisi filsafati yang diambil dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.)[5], setelah dia membaca tulisan Herakleides Pontikos (penganut ajaran Aristoteles) yang memakai kata sophia. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos” (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan.

Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab فلسة, yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia (Φιλοσοφία) Dalam bahasa ini, kata tersebut merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = “kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”.

Dalam istilah Inggris, philosophy, yang berarti filsafat, juga berasal dari kata Yunani “philosophia” yang lazim diterjemahkan ke dalam bahasa tersebut sebagai cinta kearifan. Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu, filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999).

Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti semesta dalam hal makna (hakikat) dan nilai-nilainya (esensi) yang tidak cukup dijangkau hanya dengan panca indera manusia sekalipun.Bidang filsafat sangatlah luas dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh pikiran. Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang merupakan tujuan hidupnya. Filsafat menggunakan bahan-bahan dasar deskriptif yang disajikan bidang-bidang studi khusus dan melampaui deskripsi tersebut dengan menyelidiki atau menanyakan sifat dasarnya, nila-nilainya dan kemungkinannya.Tujuannya adalah pemahaman dan kebijaksanaan. Karena itulah filsafat merupakan pendekatan yang menyeluruh terhadap kehidupan dan dunia. Suatu bidang yang berhubungan erat dengan bidang-bidang pokok pengalaman manusia.

B. Munculnya Filsafat

Akibat dari berkembangnya kesusasteraan Yunani dan masuknya ilmu pengetahuan serta semakin hilangnya kepercayaan akan kebenaran yang diberikan oleh pemikiran keagamaan, peran mitologi yang sebelumnya mengikat segala aspek pemikiran kemudian secara perlahan-lahan digantikan oleh logos (rasio/ ilmu).

Pada saat inilah, para filsofof kemudian mencoba memandang dunia dengan cara yang lain yang belum pernah dipraktekkan sebelumnya, yaitu berpikir secara ilmiah. Dalam mencari keterangan tentang alam semesta, mereka melepaskan diri dari hal-hal mistis yang secara turun-temurun diwariskan oleh tradisi. Dan selanjutnya mereka mulai berpikir sendiri. Di balik aneka kejadian yang diamati secara umum, mereka mulai mencari suatu keterangan yang memungkinkan mereka mampu mengerti kejadian-kejadian itu. Dalam artian inilah, mulai ada kesadaran untuk mendekati problem dan kejadian alam semesta secara logis dan rasional.

Sebab hanya dengan cara semacam ini, terbukalah kemungkinan bagi pertanyaan-pertanyaan lain dan penilaian serta kritik dalam memahami alam semesta. Semangat inilah yang memunculkan filosof-filosof pada jaman Yunani. Filsafat dan ilmu menjadi satu.

Filsafat, terutama Filsafat Barat, muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berfikir-fikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama pada saat itu yang dianggap sebagai “tirai besi keilmuan” lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.

Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang berberadaban lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.

C. Sejarah Perkembangan Awal Filsafat Dunia

Meski istilah philosophia (Φιλοσοφία) pertama kali dimunculkan oleh Pythagoras, namun orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales (640-546 S.M.) dari Mileta (sekarang di pesisir barat Turki). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).

Dalam buku History and Philosophy of Science karangan L.W.H. Hull (1950), menulis setidaknya sejarah filsafat dan ilmu dapat dibagi dalam beberapa periode, termasuk di dalamnya tokoh-tokoh yang terkenal pada periode itu.

a. Periode pertama, filsafat Yunani abad 6 SM

Pada masa ini ahli filsafatnya adalah Thales, Anaximandros, dan Anaximenes yang dianggap sebagai bapak-bapak fisafat dari Mileta. Thales berpendapat bahwa sumber kehidupan adalah air. Makhluk yang pertama kali hidup adalah ikan dan menusia yang pertama kali terlahir dari perut ikan. Thales juga berpendapat bahwa bumi terletak di atas air. Tentang bumi, Anaximandros mengatakan bahwa bumi persis berada di pusat jagat raya dengan jarak yang sama terhadap semua badan yang lain. Sementara Anaximenes dapat dikatakan sebagai pemikir pertama yang mengemukakan persamaan antara tubuh manusia dan jagat raya. Udara di alam semesta ibarat jiwa yang dipupuk dengan pernapasan di dalam tubuh manusia.

Setelah mereka bertiga, Yunani kemudian memiliki pemikir-pemikir terkenal yang lebih berpengaruh lagi terhadap perkembangan fisafat, seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Phythagoras, Hypocrates, dan lain sebagainya.

b. Periode Kedua, Periode setelah kelahiran Al Masih (Abad 0-6 M)

Pada masa ini pertentangan antara gereja yang diwakili oleh para pastur dan para raja yang pro kepada gereja, dengan para ulama filsafat. Sehingga pada masa ini filsafat mengalami kemunduran. Para raja membatasi kebebasan berfikir sehingga filsafat seolah-olah telah mati suri. Ilmu menjadi beku, kebenaran hanya menjadi otoritas gereja, gereja dan para raja yang berhak mengatakan dan menjadi sumber kebenaran.

c. Periode Ketiga, Periode kejayaan Islam (Abad 6-13 M)

Pada masa ini dunia Kristen Eropa mengalami abad kegelapan, ada juga yang menyatakan periode ini sebagai periode pertengahan. Masa keemasan atau kebangkitan Islam ditandai dengan banyaknya ilmuan-ilmuan Islam yang ahli dibidang masing-masing, berbagai buku inilah diterbitkan dan ditulis. Di antara tokoh-tokoh tersebut adalah Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali yang ahli dalam hokum Islam, Al-farabi ahli astronomi dan matematika, Ibnu Sina ahli kedokteran dengan buku terkenalnya yaitu The Canon of Medicine. Al-kindi ahli filsafat, Al-ghazali intelek yang meramu berbagai ilmu sehingga menjadi kesatuan dan kesinambungan dan mensintesis antara agama, filsafat, mistik dan sufisme . Ibnu Khaldun ahali sosiologi, filsafat sejarah, politik, ekonomi, social dan kenegaraan. Anzahel ahli dan penemu teori peredaran planet. Tetapi setelah perang salib terjadi umat Islam mengalami kemundurran, umat Islam dalam keadaan porak-poranda oleh berbagai peperangan.

Terdapat 2 pendapat mengenai sumbangan peradaban Islam terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan, yang terus berkembang hingga saat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa orang Eropa belajar filsafat dari filosof Yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang disalin oleh St. Agustine (354 – 430 M), yang kemudian diteruskan oleh Anicius Manlius Boethius (480 – 524 M) dan John Scotus. Pendapat kedua menyatakan bahwa orang Eropah belajar filsafat orang-orang Yunani dari buku-buku filasafat Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh filosof Islam seperti Al-Kindi dan Al-Farabi. Terhadap pendapat pertama Hoesin (1961) dengan tegas menolaknya, karena menurutnya salinan buku filsafat Aristoteles seperti Isagoge, Categories dan Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi bersamaan dengan eksekusi mati terhadap Boethius, yang dianggap telah menyebarkan ajaran yang dilarang oleh negara. Selanjutnya dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan Boethius menjadi sumber perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropa, maka John Salisbury, seorang guru besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan menyalin kembali buku Organon karangan Aristoteles dari terjemahan-terjemahan berbahasa Arab, yang telah dikerjakan oleh filosof Islam.

Sebagaimana telah diketahui, orang yang pertama kali belajar dan mengajarkan filsafat dari orang-orang sophia atau sophists (500 – 400 SM) adalah Socrates (469 – 399 SM), kemudian diteruskan oleh Plato (427 – 457 SM). Setelah itu diteruskan oleh muridnya yang bernama Aristoteles (384 – 322 SM). Setelah zaman Aristoteles, sejarah tidak mencatat lagi generasi penerus hingga munculnya Al-Kindi pada tahun 801 M. Al-Kindi banyak belajar dari kitab-kitab filsafat karangan Plato dan Aristoteles. Oleh Raja Al-Makmun dan Raja Harun Al-Rasyid pada Zaman Abbasiyah, Al-Kindi diperintahkan untuk menyalin karya Plato dan Aristoteles tersebut ke dalam Bahasa Arab.

Sepeninggal Al-Kindi, muncul filosof-filosof Islam kenamaan yang terus mengembangkan filsafat. Filosof-filosof itu diantaranya adalah : Al-Farabi, Ibnu Sina, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhamad Iqbal, dan

Ibnu Rushd.

Berbeda dengan filosof-filosof Islam pendahulunya yang lahir dan besar di Timur, Ibnu Rushd dilahirkan di Barat (Spanyol). Filosof Islam lainnya yang lahir di barat adalah Ibnu Baja (Avempace) dan Ibnu Tufail (Abubacer).

Ibnu baja dan Ibnu Tufail[6] merupakan pendukung rasionalisme Aris-toteles. Akhirnya kedua orang ini bisa menjadi sahabat.

Sedangkan Ibnu Rushd[7] yang lahir dan dibesarkan di Cordova, Spanyol meskipun seorang dokter dan telah mengarang Buku Ilmu Kedokteran berjudul Colliget, yang dianggap setara dengan kitab Canon karangan Ibnu Sina, lebih dikenal sebagai seorang filosof.

Pandangan Ibnu Rushd yang menyatakan bahwa jalan filsafat merupakan jalan terbaik untuk mencapai kebenaran sejati dibanding jalan yang ditempuh oleh ahli agama, telah memancing kemarahan pemuka-pemuka agama, sehingga mereka meminta kepada khalifah yang memerintah di Spanyol untuk menyatakan Ibnu Rushd sebagai atheis. Sebenarnya apa yang dikemukakan oleh Ibnu Rushd sudah dikemukakan pula oleh Al-Kindi dalam bukunya Falsafah El-Ula (First Philosophy). Al-Kindi menyatakan bahwa kaum fakih tidak dapat menjelaskan kebenaran dengan sempurna, oleh karena pengetahuan mereka yang tipis dan kurang bernilai.

Pertentangan antara filosof yang diwakili oleh Ibnu Rushd dan kaum ulama yang diwakili oleh Al-Ghazali semakin memanas dengan terbitnya karangan Al-Ghazali yang berjudul Tahafut-El-Falasifah, yang kemudian digunakan pula oleh pihak gereja untuk menghambat berkembangnya pikiran bebas di Eropah pada Zaman Renaisance. Al-Ghazali berpendapat bahwa mempelajari filsafat dapat menyebabkan seseorang menjadi atheis. Untuk mencapai kebenaran sejati menurut Al-Ghazali hanya ada satu cara yaitu melalui tasawuf (mistisisme). Buku karangan Al-Ghazali ini kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushd dalam karyanya Tahafut-et-Tahafut (The Incohenrence of the Incoherence).

Kemenangan pandangan Al-Ghazali atas pandangan Ibnu Rushd telah menyebabkan dilarangnya pengajaran ilmu filsafat di berbagai perguruan-perguruan Islam. Hoesin (1961) menyatakan bahwa pelarangan penyebaran filsafat Ibnu Rushd merupakan titik awal keruntuhan peradaban Islam yang didukung oleh maraknya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini sejalan dengan pendapat Suriasumantri (2002) yang menyatakan bahwa perkembangan ilmu dalam peradaban Islam bermula dengan berkembangnya filsafat dan mengalami kemunduran dengan kematian filsafat.

Pada pertengahan abad 12 kalangan gereja melakukan sensor terhadap karangan Ibnu Rushd, sehingga saat itu berkembang 2 paham yaitu paham pembela Ibnu Rushd (Averroisme) dan paham yang menentangnya. Kalangan yang menentang ajaran filsafat Ibnu Rushd ini antara lain pendeta Thomas Aquinas, Ernest Renan dan Roger Bacon. Mereka yang menentang Averroisme umumnya banyak menggunakan argumentasi yang dikemukakan oleh Al-Ghazali dalam kitabnya Tahafut-el-Falasifah. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa apa yang diperdebatkan oleh kalangan filosof di Eropah Barat pada abad 12 dan 13, tidak lain adalah masalah yang diperdebatkan oleh filosof Islam.

d. Periode Keempat, Periode kebangkitan Eropa (Abad 12-17)

Bersamaannya dengan mundurnya kebudayaan Islam, Eropah mengalami kebangkitan. Pada masa ini, buku-buku filsafat dan ilmu pengetahuan karangan dan terjemahan filosof Islam seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Rushd diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin. Pada zaman itu Bahasa Latin menjadi bahasa kebudayaan bangsa-bangsa Eropah. Penterjemahan karya-karya kaum muslimin antara lain dilakukan di Toledo, ketika Raymund menjadi uskup Besar Kristen di Toledo pada Tahun 1130 – 1150 M. Hasil terjemahan dari Toledo ini menyebar sampai ke Italia. Dante menulis Divina Comedia setelah terinspirasi oleh hikayat Isra dan Mikraj Nabi Muhammad SAW. Universitas Paris menggunakan buku teks Organon karya Aristoteles yang disalin dari Bahasa Arab ke dalam Bahasa Latin oleh John Salisbury pada tahun 1182.

Seperti halnya yang dilakukan oleh pemuka agama Islam, berkembangnya filsafat ajaran Ibnu Rushd dianggap dapat membahayakan iman kristiani oleh para pemuka agama Kristen, sehingga sinode gereja mengeluarkan dekrit pada Tahun 1209, lalu disusul dengan putusan Papal Legate pada tahun 1215 yang melarang pengajaran dan penyebaran filsafat ajaran Ibnu Rushd.

Pada Tahun 1215 saat Frederick II menjadi Kaisar Sicilia, ajaran filsafat Islam mulai berkembang lagi. Pada Tahun 1214, Frederick mendirikan Universitas Naples, yang kemudian memiliki akademi yang bertugas menterjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab ke dalam Bahasa latin. Pada tahun 1217 Frederick II mengutus Michael Scot ke Toledo untuk mengumpulkan terjemahan-terjemahan filsafat berbahasa latin karangan kaum muslimin. Berkembangnya ajaran filsafat Ibnu Rushd di Eropah Barat tidak lepas dari hasil terjemahan Michael Scot. Banyak orientalis menyatakan bahwa Michael Scot telah berhasil menterjemahkan Komentar Ibnu Rushd dengan judul de coelo et de mundo dan bagian pertama dari Kitab Anima.

Pekerjaan yang dilakukan oleh Kaisar Frederick II untuk menterje-mahkan karya-karya filsafat Islam ke dalam Bahasa Latin, guna mendorong pengembangan ilmu pengetahuan di Eropah Barat, serupa dengan pekerjaan yang pernah dilakukan oleh Raja Al-Makmun dan Harun Al-Rashid dari Dinasti Abbasiyah, untuk mendorong pengembangan ilmu pengetahuan di Jazirah Arab.

Setelah Kaisar Frederick II wafat, usahanya untuk mengembangkan pengetahuan diteruskan oleh putranya. Untuk tujuan ini putranya mengutus orang Jerman bernama Hermann untuk kembali ke Toledo pada tahun 1256. Hermann kemudian menterjemahkan Ichtisar Manthiq karangan Al-Farabi dan Ichtisar Syair karangan Ibnu Rushd. Pada pertengahan abad 13 hampir seluruh karya Ibnu Rushd telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin, termasuk kitab tahafut-et-tahafut, yang diterjemahkan oleh Colonymus pada Tahun 1328.

e. Periode Filsafat Modern (Abad 17-20 M)

Dikenal Juga sebagai abad Äufklarung. Pada masa ini Kristen yang berkuasa dan menjadi sumber otoritas kebenaran mengalami kehancuran, dan juga awal abad kemunduran bagi umat Islam. Berbagai pemikiran Yunani muncul, alur pemikiran yang mereka anut adalah rasionalitas, empirisrme, dan Kritisme. Peradaban Eropa bangkit melampaui dunia islam. Masa ini juga memunculkan intelektual Gerard Van Cromona yang menyalin buku Ibnu Sina, ”The canon of medicine”, Fransiscan Roger Bacon, yang menganut aliran pemikiran empirisme dan realisme berusaha menentang berbagai kebijakan gereja dan penguasa pada waktu itu. Dalam hal ini Galileo dan Copernicus juga mengalami penindasan dari penguasa. Masa ini juga menyebabkan perpecahan dalam agama Kristen, yaitu Kristen Katolik dan Protestan. Perlawanan terhadap gereja dan raja yang menindas terus berlangsung Revolusi ilmu pengetahuan makin gencar dan meningkat. Pada masa ini banyak muncul para ilmuwan seperti Newton dengan teori gravitasinya, John Locke yang menghembuskan perlawanan kepada pihak gereja dengan mengemukakan bahwa manusia bebas untuk berbicara, bebas mengeluarkan pendapat, hak untuk hidup, hak untuk merdeka, serta hak berfikir. Hal serupa juga dilakuklan ole J.J .Rousseau mengecam penguasa dalam bukunya yang berjudul Social Contak.

Hal berbeda terjadi didunai Islam, pada masa ini umat Islam tertatih untuk bangkit dari keterpurukan spiritual. Intelektual Islam yang gigih menyeru umat Islam untuk kembali pada ajaran al-Quran dan Hadis. Pada masa krisis moral dan peradaban muncul ilmuwan lainnya yaitu Muhammad Abduh. Muhammad Abduh berusaha membangkitkan umat Islam untuk menggunakan akalnya. Ia berusaha mengikis habis taklid. Hal tersebut dilakukan oleh Muhammad Abduh agara umat Islam menemukan ilmu yang berasal dari al-Quran dan hadis.

Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan ada beda pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Lalu muncul aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu.

Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M). Dalam buku Discourse de la Methode[8] tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara metodis. Kalau suatu kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan bagi seluruh pengetahuan.

Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu “saya ragu-ragu”. Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan, bahwa “aku ragu-ragu”. Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya. Dengan lain kata kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah “cogito ergo sum”, aku berpikir ( menyadari) maka aku ada. Itulah kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi. — Mengapa kebenaran itu pasti? Sebab aku mengerti itu dengan “jelas, dan terpilah-pilah” — “clearly and distinctly”, “clara et distincta”. Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai benar. Dan itu menjadi norma Descartes dalam menentukan kebenaran.

Descartes adalah pelopor kaum rasionalis, yaitu mereka yang percaya bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam pikiran.

Aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna.

Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari indera. Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.

Gambar 3.3 David Humedan Immanuel Kant

Adapun Kritisisme oleh Imanuel Kant (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia. Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak mengetahui secara pasti seperti apa dunia “itu sendiri” (”das Ding an sich”), namun hanya dunia itu seperti tampak “bagiku”, atau “bagi semua orang”. Namun, menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan. Demikian Kant membuat kritik atas seluruh pemikiran filsafat, membuat suatu sintesis, dan meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat masa kini.

Begitulah pergulatan antar aliran filsafat Modern. Rasionalist diwakili Descartes, Empirist diwakili Hume, dan Kritisme oleh Kant saling menkritik satu sama lain.


BAB III

PENUTUP

Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang kita sebut sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan lain sebagainya, umat manusia lebih dulu memfikirkan dengan bertanya tentang berbagai hakikat apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah yang nanti akan kita sebut sebagai sebuah jawaban filsafati. Kalau ilmu diibiratkan sebagai sebuah pohon yang memiliki berbagai cabang pemikiran, ranting pemahaman, serta buah solusi, maka filsafat adalah tanah dasar tempat pohon tersebut berpijak dan tumbuh.

Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang bertanya. Sedang objek materinya ialah semua yang ada yang bagi manusia perlu dipertanyakan hakikatnya. Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan segala sesuatu yang ada sampai akhirnya menemukan kebijaksanaan universal.

Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang berberadaban lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.

Dalam perkembanganya, filsafat Yunani sempat mengalami masa pasang surut. Ketika peradaban Eropa harus berhadapan dengan otoritas Gereja dan imperium Romawi yang bertindak tegas terhadap keberadaan filsafat di mana dianggap mengancam kedudukannya sebagai penguasa ketika itu.

Filsafat Yunani kembali muncul pada masa kejayaan Islam dinasti Abbasiyah sekitar awal abad 9 M. Tetapi di puncak kejayaannya, dunia filsafat Islam mulai mengalami kemunduran ketika antara para kaum filsuf yang diwakili oleh Ibnu Rusd dengan para kaum ulama oleh Al-Ghazali yang menganggap filsafat dapat menjerumuskan manusia ke dalam Atheisme bergolak. Hal ini setelah Ibnu Rusd sendiri menyatakan bahwa jalan filsafat merupakan jalan terbaik untuk mencapai kebenaran sejati dibanding jalan yang ditempuh oleh ahli atau mistikus agama.

Setelah abad ke-13, peradaban filsafat islam benar-benar mengalami kejumudan setelah kaum ulama berhasil memenangkan perdebatan panjang dengan kaum filosof. Kajian filsafat dilarang masuk kurikulum pendidikan. Pemerintahan mempercayakan semua konsep berfikir kepada para ulama dan ahli tafsir agama. Beriringan dengan itu, di Eropa, demam filsafat sedang menjamur. Banyak buku-buku karangan filosof muslim yang diterjemahkan kedalam bahasa latin. Ini sekaligus menunjukkan bahwa setelah pihak gereja berkuasa pada masanya dan sebelum peradaban Islam mulai menerjemahkan teks-teks aristoteles dan lain sebagainya oleh Al Kindhi, di Eropa benar-benar tidak ditemukan lagi buku-buku filsafat hasil peradaban Yunani.

Entah kebetulan atau tidak, ketika filsafat di dunia islam bisa dikatakan telah usai dan berpindah ke eropa, peradaban islam pun mengalami kemunduran sementara di eropa sendiri mengalami masa yang disebut sebagai abad Renaissance atau abad pencerahan, pada sekitar abad ke-15 M.

Tapi tidak demikian halnya dalam komunitas gereja. Periode ini juga menghantarkan dunia kristen menjadi terbelah. Doktrin para pendeta katolik terus mendapatkan protes dari kaum Protestan.

Adapun para filsuf zaman modern setelah masa aufklarung, abad ke-17 M, menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Para filsuf modern yang tercatat dalam sejarah ialah Descartes, Karl Marx, Nietsche, JJ Rosseau, Dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

è www.muslimphilosophy.com

è id.wikipedia.org

è www.cidcm.umd.edu

è blog.wordpress.com

è philosopi Mingguan Indonesia

è Harian KOMPAS Rabu, 02 Mar 2005 Halaman: 46

è kognItar.wordpres.org

[1] Ontologi adalah cabang pemikiran yang membahas tentang masalah “keberadaan” sesuatu yang dapat dilihat dan dibedakan secara empiris (kasat mata), misalnya tentang keberadaan alam semesta, makhluk hidup, atau tata surya.

[2] Tiga jenis golongan Buddha adalah:

Samma-Sambuddha yang mendapat Kesadaran penuh tanpa guru, hanya dengan usaha sendiri

Pacceka-Buddha atau Pratyeka-Buddha yang menyerupai Samma-Sambuddha, tetapi senantiasa diam dan menyimpan pencapaian Dharma pada diri sendiri.

Savaka-Buddha yang merupakan Arahat (pengikut kesadaran), tetapi mencapai tahap Kesadaran dengan mendengar Dhamma

[3] Pada waktu keruntuhan Dinasti Zhou, Laozi meletak jawatan dan meninggalkan negerinya dengan koaknya. Ketika beliau tiba di Kastam Hangu (函谷关), Guan Yixi (关尹喜) meminta beliau meninggalkan filsafat dalam bentuk tulisan. Atas permintaan Guan Yixi, Laozi meninggalkan dua karya yang berjudul De dan Dao (Judul pertama adalah “De” dan kedua adalah “Dao” ) sebelum meninggalkan Chuguo. Kedua-dua kitab digabungkan dan diperkenalan sebagai Daode Jing yang kepunyaan 5000 huruf Tionghua dalam 81 bab.

[4] Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filsafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, dan couriousity ‘ketertarikan’.

[5] Pythagoras ialah seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2.

[6] Menurut Ibnu Tufail, manusia dapat mencapai kebenaran sejati dengan menggunakan petunjuk akal dan petunjuk wahyu. Pendapat ini dituangkan dengan baik dalam cerita Hayy-Ibnu Yakdzhan, yang menceritakan bagaimana Hayy yang tinggal pada suatu pulau terpencil sendirian tanpa manusia lain dapat menemukan kebenaran sejati melalui petunjuk akal, kemudian bertemu dengan Absal yang memperoleh kebenaran sejati dengan petunjuk wahyu.

[7] Ibnu Rushd telah menyusun 3 komentar mengenai Aristoteles, yaitu : komentar besar, komentar menengah dan komentar kecil. Ketiga komentar tersebut dapat dijumpai dalam tiga bahasa : Arab, Latin dan Yahudi. Dalam komentar besar, Ibnu Rushd menuliskan setiap kata dalam Stagirite karya Aristoteles dengan Bahasa Arab dan memberikan komentar pada bagian akhir. Dalam komentar menengah ia masih menyebut-nyebut Aritoteles sebagai Magister Digit, sedang pada komentar kecil filsafat yang diulas murni pandangan Ibnu Rushd.

[8] “aku meragukan segalanya, kecuali aku ragu”, Kalimat yang menjadi trademark Descartes