Jumat, 23 September 2011

MENGENAL TOKOH AL ZARNŪJI dan kitab ta'limul muta'allim

A. Riwayat Hidup al-Zarnūji
Sejauh keterangan yang penulis dapatkan, belum ada sebuah karya yang menerangkan sejarah hidup al-Zarnūji secara rinci, tetapi rata-rata hanya keterangan sekilas. Itu pun hanya rentetan dari keterangan nama kitab karangannya. Hal ini dimungkinkan karena nama beliau yang tidak begitu dikenal, tapi justru kitabnya yang sangat terkenal. Sampai sekarang kitab beliau masih mendapatkan tempat yang layak di kalangan penuntut ilmu, khususnya di kalangan pesantren.
Menurut Muhammad Abdul Qodir Ahmad (1986 : 10), al-Zarnūji nama aslinya adalah “Burhān al-Islām al-Zarnūji”, terkenal dengan panggilan al-Zarnūji, karena berasal dari kota Zarnuj. Pendapat lain mengatakan bahwa nama lengkapnya adalah “Burhān al-Din al-Zarnūji”. Menurut hemat penulis, walau ada perbedaan pendapat tentang nama, namun tidak menunjukkan perbedaan arti.
Plessner, yang dikutip dalam “Encyclopedia of Islam”(1913-1934 : 1218) mengatakan bahwa nama asli tokoh ini, sampai sekarang belum diketahui secara pasti, begitu pula tentang karir dan kehidupannya. Plessner memang telah mengkalkulasikan sejumlah kemungkinan tentang waktu kehidupan al-Zarnūji, namun secara detail tentang siapakah dia, masih menjadi penelitian yang menantang. Menurut Plessner, al-Zarnūji hidup antara abad ke-12 dan ke-13. Von Grunebaum dan Abel mengatakan bahwa al-Zarnūji hidup pada akhir abad ke-12 dan awal abad ke-13, beliau mengatakan bahwa al-Zarnūji adalah seorang ulama fiqih bermadzhab Hanafiyah, dan tinggal di wilayah Persia (Muhammad al-Baqir, 1990 : 285-303).
Plessner memperkirakan tahun yang relatif lebih mendekati pasti mengenai kehidupan al-Zarnūji, juga merujuk pada data yang dinyatakan oleh Ahlwardt dalam katalog perpustakaan Berlin, nomor III, bahwa al-Zarnūji hidup pada sekitar tahun 640 H (1243 M), perkiraan ini didasarkan pada informasi dari Mahbub b. Sulaeman al-Kaffawi dalam kitab “A’lam al-Akhyar min Fuqaha’ Madzhab al-Nu’man al-Mukhdar”, yang menempatkan al-Zarnūji dalam kelompok generasi keduabelas ulama Madzhab hanafiyah (Muhammad bin Abdul Qodir Ahmad, 1986 : 13).
Kemudian, Plessner menguji perkiraan Ahlwardt itu dengan mengumpulkan data kehidupan sejarah ulama’ yang diidentifikasikan sebagai guru al-Zarnūji atau paling tidak pernah berhubungan langsung dengannya. Memang al-Zarnūji sendiri dalam kitabnya seringkali menggunakan panggilan syaikhuna kepada ulama’ sambil mengambil pandangan mereka. Salah seorang di antara mereka menurut Abu al A’la al-Maududi (1990: 285), yang sering disebut al-Zarnūji adalah Imam Burhān al-Dīn Ali bin Abi Bakr al-Farghinani al-Marghinani. Ulama’ Hanafiyah yang mengarang kitab, “Hidāyah Fī Furū al-Fiqh” dan beliau wafat pada tahun 593 H/ 1195.
Ulama lain yang diidentifikasikan sebagai gurunya adalah Imam Fakhr al-Islām al-Hasan bin Mansur al-Farghani Kadikhan. Beliau juga ulama Fiqih bermadzhab Hanafiyah. Data kewafatannya tercatat pada Bulan Romadlon Tahun 592 H/ 1196 M. Al-Zarnūji juga menyebut Imam Zahir al-Din al-Hasan bin Ali al-Marghinani, wafat sekitar tahun 600 H/ 1204 M, Imam Fakhr al-Din al-Kashani wafat tahun 587 H/ 1191 M, dan Imam Rukhn al-Din Muhammad bin Abi Bakr Imam Khwarzade, yang diperkirakan hidup sekitar tahun 491 – 576 H (Abu al A’la al-Maududi, 1990: 285-303).
Berdasarkan beberapa data di atas, Plessner sampailah pada kesimpulan bahwa waktu kehidupan Al-Zarnūji sedikit lebih awal dari waktu yang diperkirakan Ahlwardt. Namun ia sendiri tidak menyebut tahun yang pasti. Hal lain yang ia simpulkan secara lebih meyakinkan adalah bahwa kitab Ta’lim al-Muta’allim ditulis setelah tahun 593 H. Ahmad Fuad al-Ahwani (1955: 238) memperkirakan, bahwa Al-Zarnūji wafat pada tahun 591 H/ 1195 M. Dengan demikian belum diketahui masa hidupnya, hal ini disebabkan dari berbagai referensi yang penulis lacak, tidak menyebutkan secara pasti, kapan beliau dilahirkan. Namun jika diambil jalan tengah dan berbagai pendapat di atas, Al-Zarnūji wafat sekitar tahun 620-an Hijriyah.
Mengenai dimana Al-Zarnūji hidup dan berkembang, agaknya belum ada penelitian yang serius. Dalam Kitab Dairat al-Ma’arif al-Islamiyah, dinyatakan bahwa Al-Zarnūji, adalah ulama’ berkebangsaan Arab. Namun pendapat tersebut dibantah oleh Muhamad Abdul qodir Ahmad, katanya lebih lanjut, “kemampuan dalam berbahasa arab tidak dapat dijadikan suatu alasan bahwa beliau adalah orang Arab, karena berbagai rujukan telah penulis lacak, Namun tidak ada satupun pendapat yang mengatakan bahwa beliau berkebangsaan Arab (Muhammad bin Abdul Qodir Ahmad, 1986 : 11). Penulis mempunyai pandangan bahwa, pendapat yang mengatakan Al-Zarnūji orang Arab, bisa juga benar, sebab pada masa awal penyebaran Islam, banyak orang Arab yang berdakwah ke berbagai negeri dan tinggal (muqim) dimana mereka berdakwah. Disamping itu, Al-Zarnūji merupakan merupakan orang yang pandai dan cakap berbahasa Arab disamping bahasa Persia.
Adalah Von Grunebaum dan abel, memberikan dua informasi penting dalam hal ini. Pertama, Al-Zarnūji adalah seorang ulama’ yang hidup di wilayah Persia; Kedua, lebih khusus dia mengatakan Al-Zarnūji adalah seorang ahli Fiqih bermadzhab Hanafiyah yang dikenal luas di daerah Khurasan dan Transoxiana. Kemungkinan lain adalah pada wilayah ia mengembangkan ilmunya, yakni di daerah Marghinan, ini dijadikan kemungkinan dengan mempertimbangkan wilaah asal ulama’ yang dianggap gurunya seperti, Imam Burhān al-Dīn al-Marghinani. Data ini paling tidak menguatkan pendapat para ulama’ yang selama ini beranggapan bahwa Al-Zarnūji hidup dan berkembang di wilayah Persia (Muhammad bin Abdul Qodir Ahmad, 1986 : 11).
B. Karya Al-Zarnūji.
Kitab Talim al-Muta’allim, merupakan satu-satunya karya Al-Zarnūji yang sampai sekarang masih ada. Sebagaimana pendapat Haji Khalifah dalam bukunya “Kasf al-Żunūn ‘An Asma’il Kitāb al-Funūn”, dikatakan bahwa di antara 15.000 judul literatur yang dimuat karya abad ke-17 itu tercatat penjelasan bahwa kitab Ta’lim al-Muta’allim merupakan satu-satunya karya Imam Al-Zarnūji. Kitab ini telah diberi catatan komentar (Sharah) oleh Ibnu Ismail, yang kemungkinan juga dikenal dengan al-Nau’i yang diterbitkan pada tahun 996 H. Kitab ini juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Turki oleh Abd. Majid bin Nusuh bin Isra’il dengan judul “Irsyād al-Ta’lim Fi Ta’lim al-Muta’allim” (Affandi Muchtar, 1995: 67).
Dalam sumber lain, yakni “Gesechichteder Arabischen Litteratur”, yang biasa dikenal dengan singkatan GAL, karya Carl Brockelmann, informasinya lebih lengkap dibanding sumber pertama. Menurut GAL, kitab Ta’lim al-Muta’allim, pertama kali diterbitkan di Mursidabad pada tahun 1265, kemudian diterbitkan di Tunis pada tahun 1286 dan 1873, di Kairo tahun 1281, 1307, dan 1318, di Istambul 1292, dan di Kasan pada tahun 1898. Selain itu menurut GAL, Kitab Ta’lim al-Muta’allim, telah diberi catatan komentar (sarah) dalam tujuh penerbitan. Kedua, atas nama Ibrahim bin Ismail pada tahun 996 H/ 1588 M. Ketiga, atas nama Sa’rani pada tahun 710-711 H. Keempat, atas nama Ishaq b. Ibn Ar-Rumi Qili pada tahun 720 H dengan judul “Mir’ah at-Tālibin”. Kelima atas nama Qodi b. Zakariya al-Anshari A’ashaf. Keenam, Otman Pazari, 1986 dengan judul “Tafhim al-Mutafahhim”. Ketujuh, H. b. ‘Al. al-Faqir, tanpa keterangan tahun penerbitan (Affandi Muhtar, 1995 : 68).
Kepopuleran kitab Ta’lim al-Muta’allim diakui oleh Kholil A. Tatah dalam bukunya, “The Contribution of The Arabs to Education” (1926) dan Mehdi Nakosteen dalam bukunya, “History of Islamic Origins of Western Education, A.D. 800-1350” (1964). Ketika masing-masing melakukan survey atas sumber-sumber kependidikan Islam Klasik dan abad pertengahan. Menurut Tatah dan Nakosteen, kitab ini merupakan karya kependidikan yang paling terkenal di antara sejumlah karya kependidikan yang berhasil diidentifikasi mereka. Bahkan penerjemahan ke dalam Bahasa Latin dengan judul Enchiridion Studiosi telah dilakukan sebanyak dua kali yakni oleh H. Roland pada tahun 1709 dan oleh Caspari pada tahun 1838. Sementara menurut Brockelmann, kitab ini hampir tersedia di seluruh perpustakaan pada zamannya (Affandi Muhtar, 1995 : 69).
Walau kepopuleran kitab Ta’lim al-Muta’allim, telah diakui oleh kalangan ilmuwan barat dan timur, namun penulis masih sedikit menyangsikan, kalau Al-Zarnūji hanya menulis sebuah buku saja. Alasannya bagaimana pendapat Muhammad Abdul Qodir Ahmad (1986: 24) yang mengatakan, orang alim seperti Al-Zarnūji yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dan atas perhatiannya kepada para penuntut ilmu ang tekun, tetai kurang berhasil dalam belajar dan kemampuannya dalam menulis kitab, maka tidaklah mungkin kalau beliau hanya menulis sebuah buku. Disamping itu guru-gurunya dan orang yang seangkatan dengan guru-gurunya dan dirinya sendiri banyak menulis kitab dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan.
Bahkan dimungkinkan, kalaulah ada karya lain Al-Zarnūji, ikut hangus terbakar karena penyerbuan biadab bangsa Mongol yang dipimpin oleh Jengis Khan. Jengis Khan dan pasukannya selama lima tahun (1220-1225) menaklukan dan menghancurkan Persia Timur, sehingga daerah tersebut menjadi padang ang tidak berpenduduk, Khurasan dan Transoxiana yang merupakan daerah terkaya, termakmur dan berbudaya Persia dan menikmati kebudayaan yang maju, hancur lebur berantakan, tinggal puing-puingnya saja yang sudah tak berarti lagi. Menurut seorang sejarawan dari barat, Roger Garaudy, kejadian itu dikatakan “Penyerbuan Biadab”/ Invasion Barbare (Muhammad Abdurrahman Khan, 1986 : 60).
Sungguh besar kerugian umat islam dan umat manusia pada umumnya, khazanah ilmu pengetahuan, seni sastra dan sumber-sumber lain lenyap semua disebabkan serbuan biadab dari Bangsa Mongol. Namun ntuk mengetahui apakah karya Al-Zarnūji sungguh hangus terbakar, atau memang hanya sebuah buku saja, diperlukan penelitian lanjutan dari penelitian yang penulis lakukan.

C. Gambaran Global Isi Kitab Ta’lim al-Muta’allim.
Berdasarkan pengamatan penulis, al-Zarnūji dalam menulis karyanya (Ta’lim al-Muta’allim) sangat kronologis. Beliau memulai dengan bacaan basmalah, kemudian memuji kepada Alloh SWT, Tuhan yang telah melebihkan manusia dengan ilmu dan amal atas semesta alam, Sholawat semoga tetap terlimpah ke haribaan Muhammad, penghulu/ tokoh Arab dan ‘Ajam, lalu keluarga dan sahabat-sahabat beliau yang merupakan sumber pengetahuan dan hikmah.
Al-Zarnūji kemudian mengemukakan alasan beliau menulis kitab Ta’lim al-Muta’allim yaitu banyak penuntut ilmu di zamannya yang tekun tetapi tidak bisa memetik kemanfaatan dan buahnya, yakni mengamalkan dan menyiarkannya. Lantaran mereka salah jalan dan meninggalkan syarat-syaratnya, padahal sesuatu yang salah jalan itu akan tersesat dan gagal tujuannya. Alasan ini diambil dari kitab guru beliau yang alim dan arif.
Kitab Ta’lim al-Muta’allim terbagi kedalam tiga belas fasal dengan perincian sebagai berikut : Fasal 1. Pengertian ilmu, fiqih dan keutamaannya; Fasal 2. Tentang niat dikala belajar; Fasal 3. Tentang memilih guru, teman dan mengenai ketabahan; Fasal 4. Menghormati ilmu dan ulama’; Fasal 5. Sungguh-sungguh, kontinuitas dan antusias; Fasal 6. Permulaan, ukuran dan tata tertib belajar; Fasal 7. Tawakkal; Fasal 8. Saat terbaik untk belajar; Fasal 9. Kasih sayang dan nasihat; Fasal 10. Istifadlah (mengambil pelajaran); Fasal 11. Wara’ dikala belajar; Fasal 12. Penyebab hafal dan lupa; Fasal 13. Hal-hal yang menyebabkan bertambah atau berkurangnya rizqi dan umur.

Pasal 1. Hakikat, ilmu, Fikih dan keutamaannya.
Belajar adalah kewajiban setiap insan laki-laki dan perempuan. Semenjak dilahirkan hingga akhir hayatnya, orang muslim menurut al-Zarnūji, tidak diwajibkan menuntut segala cabang ilmu pengetahuan, tetapi diwajibkan menuntut ilmu al-Hal.
Orang muslim juga diwajibkan menuntut ilmu yang selalu diperlukan setiap saat. Karena orang muslim diwajibkan menunaikan ibadah sholat, puasa dan haji, maka ia diwajibkan menuntut ilmu yang berkaitan dengan kewajiban tersebut. Sebab apa yang menjadi perantara perbuatan wajib, wajib pula bagi muslim mempelajari ilmu-ilmu tersebut.
Wajib bagi muslim mempelajari ilmu-ilmu perdagangan jikalau mereka berdagang. Misalnya bagaimana cara menyingkiri hal-hal yang haram, makruh dan syubhat. Setiap orang yang mengerjakan muamalah, wajib mengetahui ilmu-ilmu tentang bagaimana cara menyingkiri haram yang mungkin terjadi dalam muamalah tersebut.
Termasuk yang wajib diketahui oleh setiap muslim pula, adalah ilmu gerak hati (ahwal al-qalb) seperti tawakkal, ridla, inabah, taqwa dan rendah hati.
Tentang kemuliaan ilmu sudah jelas dapat diketahui oleh setiap orang, sebab ilmu khusus dimiliki oleh manusia, misalnya Alloh SWT mengunggulkan Adam a.s atas malaikat, bahkan mereka diperintah pula agar sujud menghormat kepada adam lantaran Adam dianugerahi ilmu pengetahuan oleh Alloh SWT.
Akhlak yang luhur seperti dermawan, penyabar, rendah hati, ikhlas, dan yang buruk seperti bakhil, sombong serta cara menjauhinya, menurut al-Zarnūji juga harus dipelajari, sehingga ia selalu menjaga dan menghiasi diri dengan akhlak mulia.
Mempelajari ilmu yang kegunaannya hanya dalam waktu-waktu tertentu, maka hukumnya fardlu kifayah. Sementara mempelajari ilmu yang akan membahayakan atau tidak ada manfaatnya, maka haram mempelajarinya. Dikatakan mengetahui ilmu yang diperlukan setiap saat ibarat makan yang diperlukan oleh setiap individu. Adapun ilmu yang diperlukan pada waktu-waktu tertentu saja laksana obat yang hanya dibutuhkan ketika sakit.
Ilmu menurut al-Zarnūji adalah suatu sifat yang menjadikan jelas identitas pemiliknya. Adapun fikih adalah mengetahui keindahan dan kelembutan macam-macam ilmu. Sedangkan fiqih menurut Imam Abu Hanifah adalah mengetahui hal-hal yang berguna dan berbahaya bagi seseorang. Lebih lanjut beliau mengatakan, ilmu tidak lain hanya untuk diamalkan, dan mengamalkan ilmu berarti meninggalkan orientasi duniawi demi ukhrowi.
Pasal 2. Niat dikala Belajar
Niat adalah perbuatan hati yang menjadi pokok dari segala hal (perbuatan). Maka dari itu “Tidak sah” perbuatan yang dilaksanakan tanpa niat. Karena niat pula, amal perbuatan yang bersifat duniawi bisa menjadi amal ukhrowi, demikian pula sebaliknya. Dikala belajar hendaklah berniat : a. Mencari ridlo Alloh SWT; b. kebahagiaan akhirat; c. memerangi kebodohan sendiri dan segenap kaum bodoh; d. mengembangkan agama dan melanggengkan Islam; e. memperoleh kebahagiaan akhirat serta mensyukuri nikmat akal dan badan yang sehat.
Al-Zarnūji mengingatkan kepada segenap penuntut ilmu, agar dalam belajar tidak diniatkan untuk mencari pengaruh, mendapatkan kenikmatan duniawi atau kehormatan dihadapan orang lain. Sesungguhnya seseorang yang dapat merasakan lezatnya ilmu dan amal, maka kecintaannya terhadap harta akan semakin kecil.
Tetapi jikalau dalam meraih keagungan itu demi amar ma’ruf nahi munkar, memperjuangkan kebenaran dan meluhurkan agama, bukan untuk keperluan hawa nafsu sendiri maka diperbolehkan.
Disamping itu, al-Zarnūji juga mengingatkan agar penuntut ilmu yang telah bersusah payah belajar tidak memanfaatkan ilmunya untuk urusan-urusan duniawi yang hina dina dan rendah nilainya. Oleh sebab itu, hendaknya ia selalu menghiasi diri dengan akhlak mulia.
Pasal 3. Memilih ilmu, Guru, Teman dan Ketabahan Ber-ilmu
Bagi pelajar (penuntut ilmu) hendaknya memilih ilmu yang terbaik dan dibutuhkan dalam kehidupan, berguna untuk agama, di waktu itu dan pada masa yang akan datang. Hendaknya lebih dahulu mempelajari ilmu tauhid, ma’rifat serta memilih ilmu kuno (‘atiq).
Belajar jangan sampai kena pengaruh perbantahan yang tumbuh subur setelah habisnya ulama’ besar, sebab hal itu akan menjauhkannya dari mengenali ilmu fiqih. Dan ini termasuk tanda-tanda kiyamat akan tiba, yaitu lenyapnya fiqih dari kehidupan manusia.
Dalam memilih guru hendaknya yang lebih alim, wara’, lebih lapang dada, penyabar dan lebih tua usianya. Sebagaimana yang telah dilakukan Abu Hanifah setelah lebih dahulu dan mempertimbangkan lebih lanjut, maka menentukan pilihannya kepada Tuan Hammad bin Abu Sulaiman. Dalam hal ini beliau berkata “Beliau saya kenal sebagai orang tua yang berbudi luhur, berlapang dada serta penyabar”, saya mengabdi di pangkuan Tuan Hammad bin Abu Sulaiman dan ternyata saya pun makin berkembang.
Menuntut ilmu adalah urusan yang paling mulia, tetapi juga paling sulit, karena itulah kita diperintah untuk bermusyawarah dalam menuntut ilmu. Sebagaimana Alloh SWT memerintahkan kepada Rosululloh untuk bermusyawarah dalam segala urusan kehidupan, walaupun tidak ada orang lain yang lebih pintar dari beliau.
Para penuntut ilmu hendaknya sabar dan tabah dalam menuntut ilmu kepada gurunya yang dipilihnya itu. Disamping itu juga sabar di dalam menghadapi berbagai cobaan, karena dibalik cita-cita terdapat bermacam-macam cobaan dan rintangan yang selalu silih berganti.
Dalam memilih teman hendaknya yang tekun, wara’, jujur dan tanggap terhadap masalah (problem) rekannya. Adalah perlu dihindari teman yang pemalas, banyak bicara, penganggur, senang mengacau dan memfitnah. Selain itu, penuntut ilmu hendaknya memilih tempat belajar (sekolah) yang sesuai dengan keinginannya. Untuk itu perlu dipertimbangkan masak-masak selama dua bulan dan dilakukan dengan musyawarah.
Pasal 4. Mengagungkan Ilmu dan Ahlinya.
Merupakan kewajiban bagi penuntut ilmu untuk menghormati ilmu, ahli ilmu, guru dan putranya. Ali bin Abi Tholib berkata, “Aku adalah hamba orang yang telah mengajarku sekalipun hanya satu huruf”. Murid hendaklah melakukan hal-hal yang membuat guru rela, tidak marah dan menjunjung tinggi perintahnya yang tidak bertentangan dengan agama. Melukai hati guru mengakibatkan ilmunya “kurang berkah” dan sedikit manfaatnya.
Termasuk dalam memuliakan ilmu, yaitu memuliakan kitab, hendaklah penuntut ilmu tidak mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci. Demikian pula dalam belajar, hendaklah ia selalu dalam keadaan suci. Ilmu adalah cahaya, wudlu’pun cahaya, maka ilmu akan semakin bertambah cahayanya bila dibarengi dengan wudlu’.
Penuntut ilmu wajib menghormati ilmu dengan menulis secara rapi dan jelas, sehingga tidak terjadi penyesalan di kemudian hari. Abu Hanifah pernah berkata, ”Jangan kamu menulis dengan tidak jelas, sebab kalau kamu berumur panjang akan menyesal dan kalau mati akan dimaki”. Termasuk menghargai ilmu adalah menghormati teman dan guru. Hendaklah penuntut ilmu memperhatikan segala ilmu secara seksama terhadap suatu masalah, walaupun telah diulang seribu kali.
Bagi pelajar tidak dibenarkan untuk menentukan pilihannya sendiri terhadap ilmu yang akan dipelajari. Ia mempersilahkan kepada sang guru untuk memilihkannya, sebab sang guru lebih berpengalaman dan lebih mampu memilihkan tabiatnya. Dicontohkan, pada mulanya Muhamad bin Ismail al-Bukhori belajar sholat kepada Muhamad bin Hasan. Lalu guru tersebut memerintahkannya belajar hadits yang dinilai lebih tepat bagi muridnya. Akhirnya ia menuntut ilmu hadits dan menjadi salah seorang ahli hadits yang terkenal sampai sekarang.
Tidak diperkenankan pula, seorang murid untuk duduk berdekatan dengan guru, karena kan mengurangi rasa hormat mereka kepada guru. Hendaklah para murid tidak berakhlak tercela, karena akhlak tercela ibarat anjing dan para malaikat tidak akan mengunjungi sebuah rumah yang terdapat di dalamnya anjing, sehingga tertutuplah pintu hidayah terhadap orang yang berakhlak tercela.
Pasal 5. Sungguh-sungguh, Kontinuitas, dan cita-cita luhur.
Penuntut ilmu harus bersungguh-sungguh dan berkesinambugan dalam belajar. Di sisi lain agar kesuksesan dapat diraih, maka diperlukan kesungguhan dari ketiga pihak; murid, guru, dan orang tua.
Bagi pelajar hendaknya sanggup belajar dan mengulangi pelajaran secara kontinyu pada awal waktu malam dan di akhir waktu malam. Sebab antara waktu dari maghrib sampai isya, serta waktu sahur adalah membawa berkah.
Penuntut ilmu jangan sampai membuat dirinya kelelahan, sehingga lemah dan tidak dapat berbuat sesuatu, sabda Rosululloh SAW, “Ingatlah bahwa gama ini (Islam) adalah agama yang kokoh, santunilah dirimu dalam menunaikan tugas agama, janganlah kau buat diimu sengsara lantaran ibadahmu kepada Alloh. Sesungguhnya orang yang telah hilang kekuatannya tidak akan bisa meneruskan perjalanan dan menunggangi kendaraannya”. Lebih lanjut beliau bersabda, “Ilmu adalah kendaraanmu, maka santunilah”.
Pangkal kesuksesan adalah kesungguhan dan himmah. Oleh sebab itu barang siapa yang berhimmah menghafalkan sebuah kitab, misalnya, dan disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh dan tak kenal menyerah (kontinyu), maka secara lahiriyah ia akan mampu menghafalnya, baik sebagian, separoh atau semuanya. Sebagaimana Abu Hanifah dalam pesannya kepada Abu Yusuf; “Hati dan akalmu tertutup, tapi engkau bisa keluar dari belenggu itu dengan cara terus-menerus belajar. Dan jauhilah kemalasan, sesungguhnya bahayanya amat besar”.
Kemalasan timbul disebabkan kurangnya penghayatan terhadap kemuliaan dan keutamaan ilmu. Dapat diketahui, diantara manfaat ilmu adalah menjunjung tinggi pemiliknya dan namanya akan tetap harum, sekalipun pemiliknya telah meninggal dunia.
Kemalasan pada pelajar biasanya disebabkan karena lendir dahak yang cukup banyak, dan lendir tersebut dikarenakan terlalu banyak minum dan makan. Cara menguranginya adalah dengan cara makan yang sedikit. Manfaat dari makan yang sedikit, diantaranya badan menjadi sehat, terhindar dari barang haram dan ikut memikirkan nasib orang lain. Sesungguhnya Nabi sendiri pernah menyatakan bahwa Alloh membenci tiga jenis manusia bukan karena dosa, yakni: orang yang banyak makan, orang kikir, dan orang yang sombong. Dan dinyatakan bahwa perut kenyang dapat menghilangkan kecerdasan.
Pasal 6. Permulaan, Ukuran dan Tata tertib dalam Belajar
Belajar hendaknya dimulai pada hari Rabu. Syekh Burhanudin, Imam Abu Hanifah, dan Syekh Abu Yusuf al-Hamdani memulai perbuatan-perbuatan baiknya, termasuk mulai belajar pada hari Rabu. Sebab pada hari tersebut Alloh menciptakan al-Nuur (cahaya), dan merupakan hari sial bagi orang kafir, dan ini berarti merupakan hari berkahnya orang mukmin.
Mengenai ukuran pelajaran yang akan dipelajari, menurut keterangan Abu Khanifah adalah bahwa Syekh Qodli Imam Umar bin Abu Bakar al-Zanjiy berkata; Guru-guru kami berkata, “Sebaiknya bagi orang yang baru mulai belajar, hendaknya mengambil pelajaran yang sekiranya dapat dikuasai dengan baik setelah diulang dua kali, kemudian setiap hari ditambah sedikit demi sedikit, sehingga apabila telah banyak masih mungkin dikuasai dengan baik dengan mengulangnya dua kali, seraya bertambah sedikit demi sedikit. Apabila pelajaran pertama yang dipelajari banyak dan memerlukan pengulangan (muroja’ah) sepuluh kali, maka seterusnya harus juga dilakukan seperti itu, karena suatu kebiasaan akan sulit untuk dihilangkan. Ada sebuah ungkapan yang mengatakan, “Pelajaran baru satu huruf, Repetisinya seribu kali”.
Selain itu, untuk pemula hendaknya dipilih kitab-kitab yang kecil. Sebab dengan begitu akan mudah dimengerti dan dikuasai sebaik-baiknya serta tidak menimbulkan kebosanan. Ilmu pengetahuan yang telah dipelajari hendaknya dicatat dan sering diulang-ulang kembali. Hal ini mempunyai manfaat yang sangat besar, murid jangan sampai menulis sesuatu yang tidak dipahaminya, karena akan menumpulkan kecerdasan.
Pelajar/ Mahasiswa hendaknya bersungguh-sungguh dan memikirkan secara mendalam apa yang diterima dari guru, serta mengulanginya. Apabila ia meremehkan satu kali, dua kali hingga menjadi kebiasaannya, maka ia tidak akan bisa memahami sesuatu sekalipun gampang.
Penuntut ilmu harus senantiasa berdo’a kepada Alloh, karena Alloh pasti akan mengabulkan do’a hamba-Nya.
Dalam memperoleh kebenaran harus dngan jalan musyaarah seperti mudzakarah (saling mengingatkan), munadharah (saling berargumentasi), dan muthorohah (diskusi). Hal ini dilakukan dengan penuh penghayatan, kalem dan penuh keinsafan. Dan tidak akan berhasil, bila dilaksanakan dengan cara kekerasab dab berlatar belakang yang tidak baik. Mutarahat dan Munadharah lebih besar manfaatnya dari pada sekedar repetisi, sebab disamping berarti repetisi, juga menambah ilmu pengetahuan. Bahkan Mutarohah yang dilakukan sebentar lebih baik dari pada repetisi (tikrar) satu bulan.
Penuntut ilmu hendaklah membiasakan diri untuk memikirkan sungguh-sungguh pelajaran yang sulit di setiap waktu. Dikatakan, “Pikirkanlah dalam-dalam, engkau akan mengetahuinya”. Lain dari itu penuntut ilmu hendaknya pandai-pandai mengambil pelajaran dari siapapun. Abu Yusuf ketika ditanya cara memperoleh ilmu, beliau menjawab, “Saya tidak merasa malu untuk belajar dan tidak kikir untuk mengajar”, sedang Ibnu Abbas juga menjawab pertanyaan yang sama, “Dengan lisan banyak bertanya dan hatiku (qaalb) selalu berfikir banyak-banyak.
Para pelajar hendaknya selalu bersyukur dengan lisan, anggota badan, hati dan harta benda kepada Alloh SWT, karena Dia-lah yang meberikan hidayah kepada siapa yang memohon-Nya. Dan kepada-Nya pula hendaknya menuntut ilmu bertawakkal. Janganlah ia semata-mata hanya mengandalkan pada akal dan kemampuan dirinya sendiri.
Penuntut ilmu hendaknya senang membeli kitab, karena dengan demikian akan memudahkan ia belajar dan menelaah pelajarannya. Oleh sebab itu janganlah seseorang itu tamak mengharap harta orang lain. Dalam kata mutiara disebutkan, “ barang siapa mencukupi diri dengan harta orang lain, berarti ia melarat”.
Penuntut ilmu hendaknya dapat memperhitungkan berapa kali ia harus mengulangi pelajaran dan ia tidak akan tenang sebelum terpenuhinya target tersebut. Seyogyanya pelajaran kemarin diulang lima kali, pelajaran lusa diulang empat kali, kemarin lusa tiga kali, pelajaran sebelumnya dua kali dan sebelumnya lagi satu kali. Cara yang demikian akan mempermudah hafal. Dalam belajr dan menghafal para santri atau pelajar, hendaknya tidak membiasakan dengan suara yang pelan (dalam hati) dan tidak terlalu keras, yang baik adalah yang sedang-sedang saja dan penuh semangat. Dianjurkan seseorang belajar hendaklah hafal dengan baik sebuah kitab fiqih yang yang baru saja diterimanya. Selain itu, jangan sampai belajarnya terputus, karena hal itu akan merupakan afat (yang sangat menyusahkan) baginya.
Pasal 7. Tawakkal
Dalam belajar penuntut ilmu haruslah bertawakkal kepada Alloh dan jangan tergoda oleh urusan-urusan rizki. Sebagaimana sabda Rosululloh, “Barang siapa mempelajari agama, Alloh akan mencukupi kebutuhan dan memberinyarizki dari suatu jalan yang tidak disangka-sangka”. Seseorang yang tergoda oleh urusan rizki tidak gampang menghilangkannya demi kemuliaan akhlak dan urusan-urusan yang bernilai tinggi.
Orang yang bijaksana hendaknya tidak digelisahkan oleh urusan duniawi, karena gelisah dan sedih tidak akan bisa mengelakkan musibah, berguna pun tidak. Bahkan membahayakan hati, akal, badan dan merusak perbuatan-perbuatan yang baik. Oleh karena itu, penuntut ilmu hendaknya berusaha sekuat mungkin untuk mengurangi (meninggalkan) urusan-urusan duniawi.
Penuntut ilmu hendaknya bersabar dalam perjalanannya menuntut ilmu. Sebagaimana dialami oleh Nabi Musa sewaktu pergi belajar, beliau berkata, “benar-benar kudapati kesulitan dalam kelanaku ini”, padahal selain kepergian tersebut tidak pernah ia katakan seperti itu. Hendaknya perlu dimaklumi bahwa dalam belajar tidak mungkin terlepas dari kesulitan. Sebab belajar merupakan perkara yang besar dan menurut kebanyakan ulama’ lebih afdhol dari pada berperang, barang siapa yang bersabar menghadapi kesulitan, maka ia akan merasakan lezatnya ilmu.
Pasal 8. Waktu Belajar
Waktu belajar itu sejak manusia dalam ayunan hingga ke liang lahat (kubur). Adapun masa yang paling untuk belajar adalah awal masa pemuda, waktu antara maghrib dan isya’ dan waktu sahur. Namun sebaiknya pelajar, mahasiswa dan penuntut ilmu lainnya hendaknya memanfaatkan semua waktunya untuk belajar. Bilamana telah merasa bosan terhadap suatu ilmu, maka berganti mempelajari ilmu lainnya. Muhammad Ibnu al-Hasan tidak tidur semalaman untuk mempelajari buku-bukunya. Apabila ia telah jenuh mempelajari suatu ilmu, kemudian berpindah ke ilmu lain. Ia pun menyediakan air untuk menghilangkan kantuknya, katanya tidur itu dari panas yang bisa dihilangkan dengan air.
Pasal 9. Kasih sayang dan Nasihat
Orang yang alim hendaknya, memiliki rasa kasih sayang, mau memberi nasihat, serta jangan berbuat dengki, karena dengki itu tidak akan bermanfaat, justru akan membahayakan diri sendiri. Banyak ulama’ berkata, “Putra guru dapat menjadi ‘alim karena sang guru itu selalu menghendaki agar muridnya kelak menjadi orang yang alim. Diceritakan bahwa al-Shadr al-Ajall Burhan al-Aimmah mengajar kedua putranya yakni Hisamuddin dan Tajuddin di siang hari, saat panasnya matahari setelah mengajar murid-muridnya yang berdatangan dari berbagai penjuru, dan mereka itulah yang lebih didahulukan dari pada kedua puteranya. Namun berkat kasih sayang sang ayah, kedua putranya menjadi ahli fikih yang melebihi ahli-ahli fikih di zamannya.
Yang harus diperhatikan adalah menghiasi diri dengan akhlak mulia bukan menghancurkan musuhmu. Apabila telah kau hiasi dirimu dengan akhlak mulia maka akan luluh musuhmu dengan sendirinya. Dan janganlah sampai melibatkan diri dalam permusuhan. Sebab hal itu hanya akan menghabiskan waktu dan membuka aib sendiri. Dan bagi penuntut ilmu hendaknya tidak berburuk sangka kepada sesama mu’min, karena ini merupakan sumber permusuhan.
Pasal 10. Mengambil Pelajaran (al-Istifadah)
Pelajar hendaknya menggunakan setiap kesempatan waktunya untuk belajar, terus menerus sampai memperoleh keutamaan. Caranya bisa dilakukan dengan menyediakan alat tulis di setiap saat untuk mencatat hal-hal ilmiah yang diperolehnya. Ada dikatakan, “Hafalan bisa lari, tapi tulisan tetap berdiri”. Yang disebut ilmu yaitu segala apa yang didapat dari ucapan ahli ilmu, karena mereka telah menghafal yang bagus dari hasil pendengarannya dan mengucapkan yang bagus dari hafalan tersebut. Zain al-Islam pernah berkata bahwa pada suatu ketika Hilal bin Yasar menyampaikan pesan, “ Kulihat Rosululloh SAW menyampaikan ilmu dan hikmah kepada sahabatnya”, seraya berkata, “Ya Rasululloh ulangilah untukku apa yang telah Tuan sampaikan kepada mereka”. Beliau berkata, “ Apakah engkau bawa alat tulis ?”. Jawab. “ Tidak”. Lalu beliau bersabda, “Oh Hilal, janganlah engkau terpisah dari alat tulis, karena sampai hari kiyamat kebaikan itu selalu disana dan pada pemiliknya”.
Al-Zarnūji mengingatkan, umur itu pendek dan ilmu itu banyak. Oleh karena itu penuntut ilmu, janganlah menyia-nyiakan waktu dan kesempatan serta memanfaatkan waktu-waktu malamnya dan saat-saat yang sepi (hening) untuk belajar. Yahya bin Muaz al-Razi berkata, “Malam itu panjang, maka jangan engkau habiskan untuk tidur dan sinar itu cemerlang, maka jangan engkau kotori dengan dosa-dosa. Ali R.a. berkata : Apabila kamu menghadapi sesuatu, maka tekunilah ia, berpaling dari ilmu Alloh akan membuatnya merugi dan menyesal, maka mohonlah perlindungan kepada-Nya di malam dan siang hari.
Pasal 11. Wara’ pada Waktu belajar
Dalam masalah ini sebagian ulama’ meriwayatkan hadits dari Rosululloh SAW, “Barang siapa tidak berbuat wara’ dikala belajarnya, maka Alloh memberinya ujian diantara tiga perkara berikut : pertama, dimatikan dalam usia muda, kedua, ditempatkan perkampungan orang-orang yang bodoh, ketiga, dijadikan pembantu (khodim), akan tetapi apabila ia bersifat wara’ maka ilmunya lebih bermanfaat, lebih besar manfaatnya dan studinya dimudahkan”.
Adalah termasuk wara’ menjaga diri dari kekenyangan, tidak banyak tidur, tidak banyak bicara mengenai hal-hal yang tidak bermanfaat. Selain itu juga, bila mungkin menghindari makan-makanan pasar yang diperkirakan lebih mudah terkena najis atau kotoran. Para pelajar terdahulu bersifat wara’, maka ulama’ terdahulu memperoleh ilmu yang tidak sedikit dan mampu menyebarluaskannya, sehingga namanya tetap harum walau telah meninggal dunia,
Penuntut ilmu hendaklah menjaga diri dari ghibah dan bergaul dengan kawan yang banyak bicara. Hal itu hanya menghabiskan umur dan menyia-nyiakan waktu saja, disamping—itu termasuk wara—menjauhkan diri dari orang yang berbuat kerusakan, berlaku maksiyat dan pengangguran, tapi bergaullah dengan orang-orang yang saleh. Kawan sepergaulan itu pasti mempunyai pengaruh. Seyogyanya pnuntut ilmu mohon didoakan oleh Ahl al-Khoir dan menjaga diri dari do’a orang yang teraniaya.
Penuntut ilmu janganlah mengabaikan adab, sopan santun dan perbuatan sunnah, hendaknya ia memperbanyak sholat dan menjalankannya dengan khusyu’, karena hal itu akan membantu mencapai keberhasilan dan kesuksesan studi.
Pasal 12. Faktor Penyebab Mudah Hafal dan Lupa.
Faktor yang paling utama dalam hafalan seseorang adalah; kesungguhan, kontinuitas, mengurangi makan dan sholat di malam hari. Membaca al-Qur’an juga termasuk penyebab mudah hafal. Dikatakan, “Tiada sesuatu yang lebih bisa menguatkan hafalan seseorang kecuali membaca al-Qur’an dengan penuh pengertian (kearifan)”. Berdo’a sebelum dan sesudah menghafal juga menguatkan hafalan. Selain itu bersiwak, minum madu, memakan kundur (sejenis susu) dan minum dua puluh satu zabib merah setiap hari dengan penuh syukur menyebabkan hafal, disamping juga bisa menyembuhkan berbagai jenis penyakit.
Adapuhn hal-hal yang menyebabkan lupa yakni; banyak berbuat maksiyat dan dosa, gila dan gelisah dengan urusan duniawi. Gila dunia tak lepas dari akibat kegelapan hati, sedang gila akhirat tak lepas dari akibat hati yang penuh dengan cahaya yang dapat dirasakan ketika sholat. Gila dunia akan menghalangi berbuat kebajikan, tetapi kegilaan akhirat akan membawa kepada amal kebajikan.
Penyebab lupa yang lain adalah makan ketumbar, buah apel yang masam, melihat salib, membaca tulisan pada nisan, berjalan disela-sela onta terkait, membuang ke tanah kutu yang masih hidup dan bebekam pada palung tengkuk kepala. Singkirilah semua itu, karena dapat membuat orang jadi pelupa.
Pasal 13. Hal-hal yang menjadi Penyebab Bertambah atau Berkurangnya
Rizki dan Umur
Penuntut ilmu hendaknya mengetahui hal-hal yang dapat menambah rizki, umur dan berbadan sehat, sehingga dapat mencurahkan segala kemampuannya untuk belajar agar mencapai apa yang dicita-citakan.
Sesungguhnya lantaran berbuat dosa, rizki seseurang menjadi tertutup, terutama berbuat dusta adalah mendatangkan kefakiran. Demikian pula tidur di pagi hari dan terlalu banyak tidur, keduanya mengakibatkan kemelaratan harta dan juga kemelaratan ilmu.
Sebaiknya bangun pagi-pagi, itu dibekali dan membawa berbagai macam-macam kenikmatan, khususnya rizki. Bisa menulis bagus adalah kunci memperoleh rizki, muka berseri-seri dan tutur kata manis akan menambah banyak rizki. Disebutkan dari Hasan bin Ali R.a, menyapu lantai dan mencuci wadah menjadi sumber kekayaan”. Sedangkan yang merupakan penyebab kuat untuk memperoleh rizki adalah melakukan sholat malam dengan rasa ta’zim, khusyu’, dengan menyempurnakan segala rukun, wajib, kesunahan dan adabnya. Demikian pula melaksanakan sholat dluha, membaca surat al Waqi’ah khususnya dimalam hari ketika orang tidur, surat al-Mulk, al-Muzammil, al-Lail dan surat al-Insyiroh, datang ke masjid sebelum adzan, selalu suci. Sholat sunnat sebelu, shubuh, melakukan sholat witir di rumah, sholat fajar dan berbagai macam do’a untuk mendapatkan rizki.
Termasuk pula jangan terlampau banyak bergaul dengan wanita kecuali bila ada keperluan yang baik, jangan pula omong kosong.
Adapun faktor yang menjadi penyebab bertambahnya usia adalah; berbuat bakti, menyingkiri perbuatan yang menyakitkan orang lain, menghormati sesepuh dan bersilaturrahmi dan selalu membaca do’a di setiap pagi dan sore hari. Disamping itu janganlah menebang pohon yang masih hidup kecuali terpaksa, berwudlu secara sempurna, melakukan sholat dengan ta’zim, haji serta menjaga kesehatan.
Para penuntut ilmu hendaknya mengetahui ilmu medis, sehingga dapat dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan dirinya.
Mengakhiri karyanya al-Zarnūji menutup dengan memuji kepada Alloh SWT dan salam yang disampaikan kepada Rosululloh SAW.

Selasa, 20 September 2011

HUKUM QUNUT DALAM SHALAT SHUBUH

Qunut shalat Shubuh.
Ada sebagian kalangan yang beranggapan bahwa qunut shubuh adalah tidak sunnah. Bahkan dalam sebuah tulisan di akun facebook saudari kita orang wahabi-salafi yang berinisial PB disitu disebutkan bahwa qunut shubuh haram hukumnya dengan alasan Rasulullah SAW tidak melaksanakannya. Tulisan si PB itu sungguh ceroboh kalau tidak mau dibilang memecah belah umat karena hanya berdalil pada satu hadits dan terjemahnya tapi sudah merasa paling benar dan yang lainnya dianggap salah.
Bagaimana seh sebenarnya hukum membaca qunut dalam shalat shubuh???? Apakah benar Rasulullah SAW tidak pernah melaksanakannya????
Wahai saudaraku ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa hukum membaca qunut pada shalat shubuh termasuk sunnah ab’adh. Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawi (Imam Nawawi) dalam kitab al-Majmu’ mengatakan :
“Dalam madzhab kita (madzhab Syafi’i) disunnahkan membaca qunut dalam shalat shubuh. Baik ada bala’ (cobaan, bencana, adzab dll)maupun tidak, inilah pendapat kebanyakan ulama Salaf dan setelahnya. Di antaranya adalah Abu Bakar al-Shiddiq, ‘Umar bin al-Khaththab, ‘Utsman bin ‘Affan, ‘Ali bin Abi Thalib, Ibn ‘Abbas dan al-Barra’ bin ‘Azib RA.” (Al-Majmu’, Juz I, hal 504)
Dalil yang bisa dijadikan landasan adalah hadits Nabi SAW :
“Diriwayatkan dari Anas Ibn Malik RA,” Beliau berkata : “Rasulullah SAW senantiasa membaca qunut ketika shalat shubuh sehingga beliau wafat.” (Musnah Ahmad bin Hanbal no. 12196)
Mengomentari hadits ini, pakar hadits al-‘Allamah Muhammad bin ‘Allan al-Shiddiqi dalam kitabnya, al-Futuhat al-Rabbaniyyah berkata :
“Adapun qunut di waktu shalat shubuh, maka Nabi SAW tidak pernah meninggalkannya sehingga beliau meninggal dunia. Inilah yang benar, dan diriwayatkan serta di-shahihkan oleh segolongan pakar yang banyak hafal hadits. Diantara orang yang menyatakan ke-shahih-an Hadits ini adalah al-Hafizh Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Ali al-Balkhi, al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak, dan dibeberapa tempat dari kitab yang ditulis oleh al-Baihaqi. Al-Daraquthni juga meriwayatkannya dari beberapa jalur dengan sanad yang shahih.” (Al-Futuhat al-Rabbaniyyah ‘ala al-Adzkar al-Nawawiyah, Juz II, hal 268).
Syaikh Jad al-Haq Ali Jad al-Haq salah seorang syaikh al-Azhar mengatakan :
Barang siapa yang melaksanakan qunut pada shalat shubuh, maka ia telah melaksanakan sunnah Nabi Muhammad SAW yang telah diikuti oleh sahabat Nabi SAW serta diamalkan para ulama mujtahid, fuqaha dan para ahli hadits. (al-Qunut bayn al-Syir’ah wa al-bid’ah, 46)
Memang ada hadits yang menyatakan bahwa Nabi SAW tidak melakukan qunut, namun hadits itu tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak mensunnahkan, apalagi sampai melarang dan mengharamkan qunut. Itu sesuai dengan Kaidah Ushul Fiqh yang berbunyi :
“Dalil yang menjelaskan adanya (terjadinya) suatu perkara, didahulukan dari dalil yang menyatakan bahwa perkara tersebut tidak ada. Sebab adanya penjelasan pada suatu dalil, menunjukan adanya pengetahuan (ilmu) yang lebih pada dalil tersebut.” (Syarh al-Kawkab al-Sathi’ fi Nadzm Jam’ al-Jawami’, Juz II, ha 475)
Dengan demikian membaca qunut shubuh dalam segala keadaan itu hukumnya sunnah, karena Nabi Muhammad SAW selalu melakukannya hingga beliau wafat.
Bagi saudara-saudariku yang tidak suka qunut ya tinggal tidak usah pakai saja, jangan menyalahkan orang lain yang berbeda. apa susahnya seh untuk menghormati pendapat orang lain. Contohlah akhlak Rasulullah SAW dan para salafus shalih, mereka berbeda pendapat tapi tidak saling menjelekan satu sama lainnya. Wallahu a‘lam..

Catatan : Sunnah ab’adh adalah suatu pekerjaan yang apabila ditinggalkan maka disunnahkan melakukan sujud sahwi. Kebalikannya adalah sunnah hai’at, yaitu sunnah yang apabila ditinggalkan tidak sunnah untuk mengerjakan sujud sahwi.
Untuk lebih jelasnya mengenai qunut shubuh silahkan merujuk pada :
- Sirajuddin Abbas, 40 Masalah Agama Jilid I, Jakarta : Puataka Tarbiyah Baru, 2008.
- Muhyiddin Abdusshomad, FIQIH Tradisionalis ; Jawaban Pelbagai Persoalan Keagamaan Sehari-hari, Malang : Pustaka Bayan bekerjasama dengan PP. Nurul Islam, 2004.

hukum rokok

hukum rokok


Sejak awal abad XI Hijriyah atau sekitar empat ratus tahun yang lalu, rokok dikenal dan membudaya di berbagai belahan dunia Islam. Sejak itulah sampai sekarang hukum rokok gencar dibahas oleh para ulama di berbagai negeri, baik secara kolektif maupun pribadi. Perbedaan pendapat di antara mereka mengenai hukum rokok tidak dapat dihindari dan berakhir kontroversi. Itulah keragaman pendapat yang merupakan fatwa-fatwa yang selama ini telah banyak terbukukan. Sebagian di antara mereka menfatwakan mubah alias boleh, sebagian berfatwa makruh, sedangkan sebagian lainnya lebih cenderung menfatwakan haram.

Kali ini dan di negeri ini yang masih dilanda krisis ekonomi, pembicaraan hukum rokok mencuat dan menghangat kembali. Pendapat yang bermunculan selama ini tidak jauh berbeda dengan apa yang telah terjadi, yakni tetap menjadi kontroversi.

Kontroversi Hukum Merokok

Seandainya muncul fatwa, bahwa korupsi itu hukumnya haram berat karena termasuk tindak sariqah (pencurian), maka semua orang akan sependapat termasuk koruptor itu sendiri. Akan tetapi persoalannya akan lain ketika merokok itu dihukumi haram. Akan muncul pro dari pihak tertentu dan muncul pula kontra serta penolakan dari pihak-pihak yang tidak sepaham. Dalam tinjauan fiqh terdapat beberapa kemungkinan pendapat dengan berbagai argumen yang bertolak belakang.

Pada dasarnya terdapat nash bersifat umum yang menjadi patokan hukum, yakni larangan melakukan segala sesuatu yang dapat membawa kerusakan, kemudaratan atau kemafsadatan sebagaimana termaktub di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai berikut:

Al-Qur'an :

وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ. البقرة: 195

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al-Baqarah: 195)

As-Sunnah :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ. رواه ابن ماجه, الرقم: 2331

Dari Ibnu 'Abbas ra, ia berkata ; Rasulullah SAW. bersabda: Tidak boleh berbuat kemudaratan (pada diri sendiri), dan tidak boleh berbuat kemudaratan (pada diri orang lain). (HR. Ibnu Majah, No.2331)

Bertolak dari dua nash di atas, ulama' sepakat mengenai segala sesuatu yang membawa mudarat adalah haram. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah apakah merokok itu membawa mudarat ataukah tidak, dan terdapat pula manfaat ataukah tidak. Dalam hal ini tercetus persepsi yang berbeda dalam meneliti dan mencermati substansi rokok dari aspek kemaslahatan dan kemafsadatan. Perbedaan persepsi ini merupakan babak baru munculnya beberapa pendapat mengenai hukum merokok dengan berbagai argumennya.

Seandainya semua sepakat, bahwa merokok tidak membawa mudarat atau membawa mudarat tetapi relatif kecil, maka semua akan sepakat dengan hukum mubah atau makruh. Demikian pula seandainya semuanya sepakat, bahwa merokok membawa mudarat besar, maka akan sepakat pula dengan hukum haram.

Beberapa pendapat itu serta argumennya dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam hukum.

Pertama ; hukum merokok adalah mubah atau boleh karena rokok dipandang tidak membawa mudarat. Secara tegas dapat dinyatakan, bahwa hakikat rokok bukanlah benda yang memabukkan.

Kedua ; hukum merokok adalah makruh karena rokok membawa mudarat relatif kecil yang tidak signifikan untuk dijadikan dasar hukum haram.

Ketiga; hukum merokok adalah haram karena rokok secara mutlak dipandang membawa banyak mudarat. Berdasarkan informasi mengenai hasil penelitian medis, bahwa rokok dapat menyebabkan berbagai macam penyakit dalam, seperti kanker, paru-paru, jantung dan lainnya setelah sekian lama membiasakannya.

Tiga pendapat di atas dapat berlaku secara general, dalam arti mubah, makruh dan haram itu bagi siapa pun orangnya. Namun bisa jadi tiga macam hukum tersebut berlaku secara personal, dengan pengertian setiap person akan terkena hukum yang berbeda sesuai dengan apa yang diakibatkannya, baik terkait kondisi personnya atau kwantitas yang dikonsumsinya. Tiga tingkatan hukum merokok tersebut, baik bersifat general maupun personal terangkum dalam paparan panjang 'Abdur Rahman ibn Muhammad ibn Husain ibn 'Umar Ba'alawiy di dalam Bughyatul Mustarsyidin (hal.260) yang sepotong teksnya sebagai berikut:

لم يرد في التنباك حديث عنه ولا أثر عن أحد من السلف، ....... والذي يظهر أنه إن عرض له ما يحرمه بالنسبة لمن يضره في عقله أو بدنه فحرام، كما يحرم العسل على المحرور والطين لمن يضره، وقد يعرض له ما يبيحه بل يصيره مسنوناً، كما إذا استعمل للتداوي بقول ثقة أو تجربة نفسه بأنه دواء للعلة التي شرب لها، كالتداوي بالنجاسة غير صرف الخمر، وحيث خلا عن تلك العوارض فهو مكروه، إذ الخلاف القوي في الحرمة يفيد الكراهة

Tidak ada hadits mengenai tembakau dan tidak ada atsar (ucapan dan tindakan) dari seorang pun di antara para shahabat Nabi SAW. … Jelasnya, jika terdapat unsur-unsur yang membawa mudarat bagi seseorang pada akal atau badannya, maka hukumnya adalah haram sebagaimana madu itu haram bagi orang yang sedang sakit demam, dan lumpur itu haram bila membawa mudarat bagi seseorang. Namun kadangkala terdapat unsur-unsur yang mubah tetapi berubah menjadi sunnah sebagaimana bila sesuatu yang mubah itu dimaksudkan untuk pengobatan berdasarkan keterangan terpercaya atau pengalaman dirinya bahwa sesuatu itu dapat menjadi obat untuk penyakit yang diderita sebagaimana berobat dengan benda najis selain khamr. Sekiranya terbebas dari unsur-unsur haram dan mubah, maka hukumnya makruh karena bila terdapat unsur-unsur yang bertolak belakang dengan unsur-unsur haram itu dapat difahami makruh hukumnya.

Senada dengan sepotong paparan di atas, apa yang telah diuraikan oleh Mahmud Syaltut di dalam Al-Fatawa (hal.383-384) dengan sepenggal teks sebagai berikut:

إن التبغ ..... فحكم بعضهم بحله نظرا إلى أنه ليس مسكرا ولا من شأنه أن يسكر ونظرا إلى أنه ليس ضارا لكل من يتناوله, والأصل في مثله أن يكون حلالا ولكن تطرأ فيه الحرمة بالنسبة فقط لمن يضره ويتأثر به. .... وحكم بعض أخر بحرمته أوكراهته نظرا إلى ما عرف عنه من أنه يحدث ضعفا فى صحة شاربه يفقده شهوة الطعام ويعرض أجهزته الحيوية أو أكثرها للخلل والإضطراب.

Tentang tembakau … sebagian ulama menghukumi halal karena memandang bahwasanya tembakau tidaklah memabukkan, dan hakikatnya bukanlah benda yang memabukkan, disamping itu juga tidak membawa mudarat bagi setiap orang yang mengkonsumsi. ...Pada dasarnya semisal tembakau adalah halal, tetapi bisa jadi haram bagi orang yang memungkinkan terkena mudarat dan dampak negatifnya. Sedangkan sebagian ulama' lainnya menghukumi haram atau makruh karena memandang tembakau dapat mengurangi kesehatan, nafsu makan, dan menyebabkan organ-organ penting terjadi infeksi serta kurang stabil.

Demikian pula apa yang telah dijelaskan oleh Prof Dr Wahbah Az-Zuhailiy di dalam Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh (Cet. III, Jilid 6, hal. 166-167) dengan sepotong teks, sebagai berikut:

القهوة والدخان: سئل صاحب العباب الشافعي عن القهوة، فأجاب: للوسائل حكم المقاصد فإن قصدت للإعانة على قربة كانت قربة أو مباح فمباحة أو مكروه فمكروهة أو حرام فمحرمة وأيده بعض الحنابلة على هذا التفضيل. وقال الشيخ مرعي بن يوسف الحنبلي صاحب غاية المنتهى: ويتجه حل شرب الدخان والقهوة والأولى لكل ذي مروءة تركهما

Masalah kopi dan rokok; penyusun kitab Al-'Ubab dari madzhab Asy-Syafi'i ditanya mengenai kopi, lalu ia menjawab: (Kopi itu sarana) hukum, setiap sarana itu sesuai dengan tujuannnya. Jika sarana itu dimaksudkan untuk ibadah maka menjadi ibadah, untuk yang mubah maka menjadi mubah, untuk yang makruh maka menjadi makruh, atau haram maka menjadi haram. Hal ini dikuatkan oleh sebagian ulama' dari madzhab Hanbaliy terkait penetapan tingkatan hukum ini. Syaikh Mar'i ibn Yusuf dari madzhab Hanbaliy, penyusun kitab Ghayah al-Muntaha mengatakan : Jawaban tersebut mengarah pada rokok dan kopi itu hukumnya mubah, tetapi bagi orang yang santun lebih utama meninggalkan keduanya.

Ulasan 'Illah (reason of law)

Sangat menarik bila tiga tingkatan hukum merokok sebagaimana di atas ditelusuri lebih cermat. Kiranya ada benang ruwet dan rumit yang dapat diurai dalam perbedaan pendapat yang terasa semakin sengit mengenai hukum merokok. Benang ruwet dan rumit itu adalah beberapa pandangan kontradiktif dalam menetapkan 'illah atau alasan hukum yang di antaranya akan diulas dalam beberapa bagian.

Pertama; sebagian besar ulama' terdahulu berpandangan, bahwa merokok itu mubah atau makruh. Mereka pada masa itu lebih bertendensi pada bukti, bahwa merokok tidak membawa mudarat, atau membawa mudarat tetapi relatif kecil. Barangkali dalam gambaran kita sekarang, bahwa kemudaratan merokok dapat pula dinyaakan tidak lebih besar dari kemudaratan durian yang jelas berkadar kolesterol tinggi. Betapa tidak, sepuluh tahun lebih seseorang merokok dalam setiap hari merokok belum tentu menderita penyakit akibat merokok. Sedangkan selama tiga bulan saja seseorang dalam setiap hari makan durian, kemungkinan besar dia akan terjangkit penyakit berat.

Kedua; berbeda dengan pandangan sebagian besar ulama' terdahulu, pandangan sebagian ulama sekarang yang cenderung mengharamkan merokok karena lebih bertendensi pada informasi (bukan bukti) mengenai hasil penelitian medis yang sangat detail dalam menemukan sekecil apa pun kemudaratan yang kemudian terkesan menjadi lebih besar. Apabila karakter penelitian medis semacam ini kurang dicermati, kemudaratan merokok akan cenderung dipahami jauh lebih besar dari apa yang sebenarnya. Selanjutnya, kemudaratan yang sebenarnya kecil dan terkesan jauh lebih besar itu (hanya dalam bayangan) dijadikan dasar untuk menetapkan hukum haram. Padahal, kemudaratan yang relatif kecil itu seharusnya dijadikan dasar untuk menetapkan hukum makruh.

Hal seperti ini kemungkinan dapat terjadi khususnya dalam membahas dan menetapkan hukum merokok. Tidakkah banyak pula makanan dan minuman yang dinyatakan halal, ternyata secara medis dipandang tidak steril untuk dikonsumsi. Mungkinkah setiap makanan dan minuman yang dinyatakan tidak steril itu kemudian dihukumi haram, ataukah harus dicermati seberapa besar kemudaratannya, kemudian ditentukan mubah, makruh ataukah haram hukumnya.

Ketiga; hukum merokok itu bisa jadi bersifat relatif dan seimbang dengan apa yang diakibatkannya mengingat hukum itu berporos pada 'illah yang mendasarinya. Dengan demikian, pada satu sisi dapat dipahami bahwa merokok itu haram bagi orang tertentu yang dimungkinkan dapat terkena mudaratnya. Akan tetapi merokok itu mubah atau makruh bagi orang tertentu yang tidak terkena mudaratnya atau terkena mudaratnya tetapi kadarnya kecil.

Keempat; kalaulah merokok itu membawa mudarat relatif kecil dengan hukum makruh, kemudian di balik kemudaratan itu terdapat kemaslahatan yang lebih besar, maka hukum makruh itu dapat berubah menjadi mubah. Adapun bentuk kemaslahatan itu seperti membangkitkan semangat berpikir dan bekerja sebagaimana biasa dirasakan oleh para perokok. Hal ini selama tidak berlebihan yang dapat membawa mudarat cukup besar. Apa pun yang dikonsumsi secara berlebihan dan jika membawa mudarat cukup besar, maka haram hukumnya. Berbeda dengan benda yang secara jelas memabukkan, hukumnya tetap haram meskipun terdapat manfaat apa pun bentuknya karena kemudaratannya tentu lebih besar dari manfaatnya.


KH Arwani Faishal
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU
di kutip dari web pbnu.

HUKUM "PDKT" MELALUI FACEBOOK

Berikut ini adalah salah satu hasil bahtsul masail diniyyah atau pembahasan masalah keagamaan oleh Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) se-Jawa Timur di Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadiat Lirboyo Kediri 20-21 Mei 2009 lalu. Beberapa media massa sempat memberitakan bahwa forum ini mengharamkan Facebook, sebuah jaringan komunikasi dunia maya. Ternyata tidak sesederhana itu. ***(Teks Arab tidak disertakan. Redaksi)

Dewasa ini, perubahan yang paling ngetop dengan terciptanya fasilitas komunikasi ini adalah tren hubungan muda-mudi (ajnabi) via HP yang begitu akrab, dekat dan bahkan over intim. Dengan fasilitas audio call, video call, SMS, 3G, Chatting, Friendster, facebook, dan lain-lain. Jarak ruang dan waktu yang tadinya menjadi rintangan terjalinnya keakraban dan kedekatan hubungan lawan jenis nyaris hilang dengan hubungan via HP.

Lebih dari itu, nilai kesopanan dan keluguan seseorang bahkan ketabuan sekalipun akan sangat mudah ditawar menjadi suasana fair dan vulgar tanpa batas dalam hubungan ini. Tren hubungan via HP ini barangkali dimanfaatkan sebagai media menjalin hubungan lawan jenis untuk sekedar "main-main" atau justru lebih ekstrim dari itu. Sedangkan bagi mereka yang sudah mengidap "syndrome usia," hubungan lawan jenis via HP sangat efektif untuk dimanfaatkan sebagai media PDKT (pendekatan) untuk menjajaki atau mengenali karakteristik kepribadian seseorang yang dihasrati yang pada gilirannya akan ia pilih sebagai pasangan hidup atau hanya berhenti pada hubungan sahabat.

Pertanyaan pertama:

Bagaimana hukum PDKT via HP (telpon, SMS, 3G, chatting, friendster, facebook, dan lain-lain) dengan lawan jenis dalam rangka mencari jodoh yang paling ideal atau untuk penjajakan dan pengenalan lebih intim tentang karakteristik kepribadian seseorang yang diminati untuk dijadikan pasangan hidup, baik sebelum atau pasca khitbah (pertunangan)?

Jawaban:

Komunikasi via HP pada dasarnya sama dengan komunikasi secara langsung. Hukum komunikasi dengan lawan jenis tidak diperbolehkan kecuali ada hajat seperti dalam rangka khitbah, muamalah, dan lain sebagainya.

Mengenai pengenalan karakter dan penjajakan lebih jauh terhadap lawan jenis seperti dalam deskipsi tidak dapat dikategorikan hajat karena belum ada ‘azm (keinginan kuat untuk menikahi orang tertentu). Sedang hubungan via 3G juga tidak diperbolehkan bila menimbulkan syahwat atau fitnah.

(Kitab-kitab rujukan: Bariqah Mahmudiyyah vol. IV hal. 7, Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah vol. I hal. 12763, Ihya ‘Ulumiddin vol. III hal. 99, Hasyiyah al-Jamal vol. IV hal. 120, Is’adur Rafiq vol. II hal. 105, Al-Fiqhul Islamy vol. IX hal. 6292, I’anatut Thalibin vol. III hal. 301, Qulyuby ‘Umairah vol. III hal. 209, I’anatut Thalibin vol. III hal. 260, Al-Fatawi al-Fiqhiyyah al-Kubra vol. I hal. 203, Tausyih ‘ala ibn Qosim hal.197)

Pertanyaan kedua:

Mempertimbangkan ekses negatif yang ditimbulkan, kontak via HP (telpon, SMS, 3G, chatting, Friendster, facebook, dan lain-lain) dengan ajnaby (bukan muhrim), bisakah dikategorikan atau semakna dengan khalwah (mojok) jika dilakukan di tempat-tempat tertutup?

Jawaban:

Kontak via HP sebagaimana dalam deskripsi di atas yang dapat menimbulkan syahwat atau fitnah tidak dapat dikategorikan khalwah namun hukumnya haram.

(Beberapa kitab yang dirujuk: Hasyiyah Al-Jamal vol. IV hal. 125, Al-Qamus al-Fiqhy vol. I hal. 122, Bughyatul Mustarsyidin hal. 200, Asnal Mathalib vol. IV hal. 179, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah vol. IXX hal. 267, Hasyiyah Al-Jamal vol. IV hal. 467, Al-Fatawi al-Fiqhiyyah al-Kubra vol. IV hal. 107-107, Hasyiyah Jamal vol. IV hal. 121, Is’adur Rafiq vol. II hal. 93, dan Hasyiyah Al-Jamal vol. IV hal. 121 I’anatut Thalibin vol. III hal. 301, Qulyuby ‘Umairah vol. III hal. 209)

apa sih Guru profesional itu?

Guru profesional adalah guru yang meramu kualitas dan integritasnya. Mereka tidak hanya memberikan pembelajaran bagi peserta didiknya tapi mereka juga harus menambah pembelajaran bagi mereka sendiri karena jaman terus berubah. Guru Proffesional harus terus meningkatkan kemampuan serta keterampilannya dalam berbagai bidang.Tidaklah berlebihan jika beberapa komponen masyarakat bergembira terlebih kalangan guru dengan disyahkannya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD). Karena undang-undang tersebut memberi gambaran arah paradigma baru dunia pendidikan.

Bagi guru, memberi perhatian dan perlindungan khusus terhadap mutu dan kesejahteraannya. Dalam dunia pendidikan bahwa pertimbangan disyahkannya undang-undang tersebut untuk peningkatan mutu guru demi menjamin peningkatan mutu pendidikan. Harapan peningkatan mutu dan kesejahteraan guru inilah yang membuat orang berharap akan peningkatan mutu pendidikan melalui UUGD tersebut.

Untuk menjadi guru professional ,menurut UU RI No. 20/2003 tentang SISDIKNAS, UU RI No 14/2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah RI No 19/2005 tentang Standar nasional Pendidikan, harus memiliki 2 kreteria utama yaitu :

1. Kualifikasi Akademik.
Syarat menjadi guru profesional menurut perspektif UUGD adalah harus memiliki kualifikasi akademik yang sesuai, yaitu minimal Sarjanaatau Diploma IV

2. Kompetensi Dasar Guru.
Kompotensi guru sebagaimana dijabarkan pada pasal 10 ayat 1 adalah menyangkut kompetensi pedagogik, kompetensi keperibadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Kalau kualifikasi akademik, saya yakin semua guru bisa mencapai tingkat sarjana atau diploma IV, trus..bagaimana dengan kompetensi akademik. ? Nah kalau yang ini tampaknya belum deh...karena belum semua guru memiliki kompetensi atau kemampuan yang merata atau minimal belum mengembangkan kompetensinya secara maksimal.

Oke lah kalau begitu...... pada postingan yang akan datang saya akan menuliskan beberapa kompetensi yang wajib dan harus dimiliki dan dikembangkan oleh mereka yang ingin menjadi Guru Proffesional.

Sabtu, 17 September 2011

tulislah sholawat dalam bukumu...

tulislah sholawat dalam bukumu...
oleh Muhammad Mahbubi pada 27 Desember 2010 jam 10:38

المدخل للعبدري - (ج 4 / ص 121)

مَنْ كَتَبَ الصَّلَاةَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي كِتَابٍ بَقِيَتْ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَيْهِ مَا دَامَتْ الصَّلَاةُ عَلَيْهِ مَكْتُوبَةً فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ ) وَكَفَى بِهَا نِعْمَةً .



barang siapa yang menulis sholawat kepada Nabi Saw. dalam sebuah buku, maka malaikat tetap terus mendoakan memintakan ampunan baginya selama tulisan itu masih tetap terdapat dalam buku tersebut. cukuplah kiranya hal ini sebagai suatu kenikmatan yang tiada bandingannya

Mbok SANIYEM dan petugas PLN

Mbok SANIYEM dan petugas PLN
oleh Muhammad Mahbubi pada 25 Desember 2010 jam 10:20

Mbok saniyem wadol karo bojone, si doel gemmel “kang aku wes telat swulan tp jo ngomong sopo2,rahasia soale isin aku nek ora dadi“ beres bu, sambil pamit mangkat ngarit neng sawah.

barang ora suwe bojone lungo ngarit, petugas PLN teko nang omah e mbok saniyem, "bu sampeyan wes telat sewulan” lha kok sampeyan ngerti pak petugas,? lha ono catetane kabeh, yo aku ngerti sak deso iki sing podo telat sewulan, rong wulan, contone tonggomu yu jiyem, wes telat rong wulan”

dasar Mbok saniyem lugu bin blo'on mbatin nang sak jerone ati, hebat tenan ptugas PLN kuwi sakti2 tenan, nduwe ilmu trawangan opo kerjane merangkap ngintip wong sek garapan yo, jan mbingungi tenan.

Pengantar Fiqh Thibb (Pengobatan Islami

Pengantar Fiqh Thibb (Pengobatan Islami)
oleh Muhammad Mahbubi pada 16 Juli 2010 jam 19:38

Islam merupakan sebuah diin yang syaamil mutakammil (integral dan sempurna). Tidak ada sekat antara satu aspek kehidupan dengan aspek yang lainnya. Asy-Syahid Hasan al-Banna menyatakan kesempurnaan Islam dengan menjabarkan Islam sebagai negara dan tanah air atau pemerintahan dan ummat; moral dan kekuatan atau kasih sayang dan keadilan; wawasan dan undang-undang atau ilmu pengetahuan dan peradilan; materi dan sumber daya alam atau penghasilan dan kekayaan; serta jihad dan da’wah atau pasukan dan pemikiran. Ia adalah ‘aqidah dan ‘ibadah, agama dan negara, spiritualisme dan amal, serta mush`haf dan pedang.

Maka dari itu, Islam pun tidak bisa dilepaskan dari aspek kesehatan dan pengobatan di dalamnya. Bahkan, Rasulullah Muhammad saw. telah mengajarkan kepada kita sebuah metode pengobatan yang bersumber langsung dari Sang Pemilik Kesembuhan, Dzat Yang Maha Memberi Kesehatan serta Yang Maha Menghendaki Keadaan hambaNya. Metode pengobatan nabi telah terbukti ampuh dan tidak memiliki efek samping apapun. Karena pengobatan ini memang bersumber langsung dari Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu sehingga keampuhannya tidak perlu dipertanyakan lagi. FirmanNya.

“Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku.” (QS. Asy-Syu’araa`, 26: 80)

Sayangnya, pada zaman yang modern ini, kita telah melupakan ajaran yang kita anut sendiri sedikit demi sedikit. Kita telah membuang serta mengikis kesempurnaan Islam ini dengan mengesampingkan metode pengobatan a la Nabi Muhammad saw. (ath-Thibb an-Nabawi) dan menggantikannya dengan metode pengobatan lain yang jauh dari nilai-nilai Islam dengan anggapan bahwa metode pengobatan nabi telah ketinggalan zaman, kuno, atau lain sebagainya. Atau bahkan di antara kita mungkin sangat terkejut saat mengetahui bahwa ternyata Islam pun mengatur aspek kesehatan dan pengobatan. Padahal, Allah swt. berfirman dalam surat Al-Baqarah, 2: 208:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaaffah (keseluruhan), dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu.”

Allah swt. memberikan sebuah penjelasan kepada kita bahwa ternyata banyak di antara orang-orang beriman yang belum masuk ke dalam Islam secara keseluruhan. Hal ini terbukti dengan seruannya “Hai orang-orang yang beriman”. Maka, sudah sepatutnya kita sebagai orang yang beriman untuk memenuhi seruanNya dengan sesegera mungkin. Sebagaimana Allah swt. telah menggambarkan sikap seorang mu’min terhadap seruanNya, yaitu mereka (orang-orang mu’min) menjawab sami’na wa atha’na (kami dengar dan kami taat).

Masuk ke dalam Islam secara keseluruhan berarti juga termasuk melaksanakan pengobatan sesuai dengan kaidah-kaidah yang ditetapkan oleh Allah dan RasulNya. Menggunakan metode pengobatan Nabi saw. dalam aspek kesehatan merupakan sebuah konsekwensi logis dari keimanan kita terhadap ayat tersebut.

Namun, kita harus akui bahwa metode pengobatan Nabi saw. kian hari kian tenggelam di tengah-tengah kedigjayaan metode pengobatan modern (alopati) yang berasal dari Barat. Hal ini dikarenakan mereka tidak akan pernah ridha terhadap ummat Islam hingga ummat mengikuti millah mereka. Firman Allah swt.

“Dan tidaklah ridha orang-orang Yahudi dan juga Nashrani hingga kalian mengikuti millah mereka. Katakanlah sesungguhnya petunjuk Allah adalah sebenar-benarnya petunjuk. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. Al-Baqarah, 2: 120)

Kata millah dalam kaidah Bahasa Arab setidaknya mengandung tiga pengertian, yaitu fikrah (ideologi), akhlaq (kebiasaan/ kebudayaan), dan diin (agama/ keyakinan). Maka, yang diinginkan oleh musuh-musuh Allah adalah bukan sekedar memindahkan keyakinan ummat (riddah / memurtadkan) saja. Karena mereka tahu bahwa ummat Islam cukup sulit untuk berpindah keyakinan. Mereka kemudian mencari cara lain agar secara kasat mata, ummat itu masih beragama Islam, namun pada hakikatnya mereka telah dimurtadkan tanpa sadar. Yaitu dengan menjauhkan ideologi dan kebudayaannya dari ideologi dan kebudayaan Islam menuju ideologi dan kebudayaan jahiliyah.

Hal tersebut ternyata berhasil mereka lakukan. Musuh-musuh Allah telah berhasil menjauhkan ummat dari al-Quran dan as-Sunnah. Mereka telah berhasil menjauhkan kehidupan ummat dari Islam. Mulai dari cara berbicara, berpakaian, berfikir, berbudaya, berekonomi, berpolitik, hingga dalam aspek pengobatan dan kesehatan. Padahal, Imam Ahmad Ibn Hanbal (Imam Hanbali) rahimahullah, Syaikh al-Hadits Imam Bukhari, serta diulang dan disepakati oleh Imam Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah; bahwa mereka melarang seorang muslim untuk menerima racikan obat yang dibuat oleh seorang kafir dzimmi. Hal tersebut dikarenakan kekhawatiran akan adanya satu ramuan yang diharamkan oleh Allah swt., sebagaimana sabda Rasulullah saw. “Sesungguhnya Allah swt. tidak akan menjadikan kesembuhan dengan sesuatu yang Dia haramkan atasmu.”

Ada sebuah pernyataan yang menarik. Syaikh Abu Abdullah Syaikh Musthafa ibn al-‘Adawi, ketika memberikan pengantar dalam kitab Asy-Syifaa` min Wahyi Khaatami `l-Anbiyaa’, beliau berkata, “Berbagai hadits menganjurkan, bahkan kadang-kadang memerintahkan berobat. Kemudian, pengobatan memerlukan fiqh tersendiri, sebagaimana bidang-bidang lainnya. Kadang-kadang, berobat adalah wajib, kadang-kadang makruh, kadang-kadang sunnah, kadang-kadang mubah, kadang-kadang haram. Berobat dengan barang-barang haram, hukumnya haram. Membuka aurat tanpa sebab yang mengharuskan, juga haram, dan sebagainya.”

Perhatikan bahwa Syaikh Abu Abdullah Syaikh Musthafa ibn al-‘Adawi menyebutkan perlu adanya sebuah fiqh tersendiri yang mengatur bidang pengobatan (fiqh thibb). Hal ini tentu saja sangat masuk akal dan dapat diterima berdasarkan pemahaman yang benar tentang diin ini. Tidak ada pertentangan di kalangan ‘ulama salaf bahwa metode pengobatan nabi saw. merupakan bagian yang integral dan tidak mungkin dapat dipisahkan dari aspek-aspek lainnya yang juga diatur dalam fiqh tersendiri.

Metode Pengobatan Nabi saw. telah ditulis dalam banyak kitab Hadits dan Fiqh. Imam al-Bukhari menyusun hadits-hadits yang berkaitan dengan ath-Thibb an-Nabawi dalam kitab Shahih Bukhari BAB ath-Thibb an- Nabiy. Imam Shuyuthi dan Imam Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah pun demikian. Kedua fuqaha ini sengaja menyimpan ath-Thibb an-Nabawi menjadi salah satu pembahasan dalam uraian fiqhnya.
Maka dari itu, kewajiban mempelajari ath-Thibb an-Nabawi serta mengamalkannya sama dengan kewajiban kita dalam mempelajari dan mengamalkan ilmu-ilmu fiqh yang lainnya, seperti thaharah, shalat, shiyaam, zakat, haji, jihad, buyu’ atau jinayat. Hal ini berarti dalam satu wilayah harus ada seorang yang faqih terhadap masalah ini yang kemudian dapat mengajarkan ilmu ini kepada yang lainnya. Sedangkan masyarakat yang lain berkewajiban mengamalkannya sebagai bentuk peribadahan yang sempurna terhadapNya.

Para ‘ulama dan fuqaha kontemporer harus kembali membuka catatan kedokteran Islam untuk dikembangkan dan dikolaborasikan dengan metode kedokteran modern yang tidak bertentangan dengan syari’at demi menjawab tantangan zaman. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Ibn al-Qayyim ataupun Ibn Sina.


Wallahu a'lam...

tingkatan wali.... (2)

tingkatan wali....
oleh Muhammad Mahbubi pada 16 April 2010 jam 13:13

Tingkatan Wali

Syaikhul Akbar Ibnu Araby dalam kitab Futuhatul Makkiyah membuat klasifikasi tingkatan wali dan kedudukannya. Jumlah mereka sangat banyak, ada yang terbatas dan yang tidak terbatas. Sedikitnya terdapat 9 tingkatan, secara garis besar dapat diringkas sebagai berikut :


Wali Aqthab atau Wali Quthub
Wali yang sangat paripurna. Ia memimpin dan menguasai wali diseluruh alam semesta. Jumlahnya hanya seorang setiap masa. Jika wali ini wafat, maka Wali Quthub lainnya yang menggantikan.


Wali Aimmah
Pembantu Wali Quthub. Posisi mereka menggantikan Wali Quthub jika wafat. Jumlahnya dua orang dalam setiap masa. Seorang bernama Abdur Robbi, bertugas menyaksikan alam malakut. Dan lainnya bernama Abdul Malik, bertugas menyaksikan alam malaikat.


Wali Autad
Jumlahnya empat orang. Berada di empat wilayah penjuru mata angin, yang masing-masing menguasai wilayahnya. Pusat wilayah berada di Kakbah. Kadang dalam Wali Autad terdapat juga wanita. Mereka bergelar Abdul Haiyi, Abdul Alim, Abdul Qadir dan Abdu Murid.


Wali Abdal
Abdal berarti pengganti. Dinamakan demikian karena jika meninggal di suatu tempat, mereka menunjuk penggantinya. Jumlah Wali Abdal sebanyak tujuh orang, yang menguasai ketujuh iklim. Pengarang kitab Futuhatul Makkiyah dan Fushus Hikam yang terkenal itu, mengaku pernah melihat dan bergaul baik dengan ke tujuh Wali Abdal di Makkatul Mukarramah.
Pada tahun 586 di Spanyol, Ibnu Arabi bertemu Wali Abdal bernama Musa al-Baidarani. Abdul Madjid bin Salamah sahabat Ibnu Arabi pernah bertemu Wali Abdal bernama Mu’az bin al-Asyrash. Beliau kemudian menanyakan bagaimana cara mencapai kedudukan Wali Abdal. Ia menjawab dengan lapar, tidak tidur dimalam hari, banyak diam dan mengasingkan diri dari keramaian.


Wali Nuqoba’
Jumlah mereka sebanyak 12 orang dalam setiap masa. Allah memahamkan mereka tentang hukum syariat. Dengan demikian mereka akan segera menyadari terhadap semua tipuan hawa nafsu dan iblis. Jika Wali Nuqoba’ melihat bekas telapak kaki seseorang diatas tanah, mereka mengetahui apakah jejak orang alim atau bodoh, orang baik atau tidak.


Wali Nujaba’
Jumlahnya mereka sebanyak 8 orang dalam setiap masa.


Wali Hawariyyun
Berasal dari kata hawari, yang berarti pembela. Ia adalah orang yang membela agama Allah, baik dengan argumen maupun senjata. Pada zaman nabi Muhammad sebagai Hawari adalah Zubair bin Awam. Allah menganugerahkan kepada Wali Hawariyyun ilmu pengetahuan, keberanian dan ketekunan dalam beribadah.


Wali Rajabiyyun
Dinamakan demikian, karena karomahnya muncul selalu dalam bulan Rajab. Jumlah mereka sebanyak 40 orang. Terdapat di berbagai negara dan antara mereka saling mengenal. Wali Rajabiyyun dapat mengetahui batin seseorang. Wali ini setiap awal bulan Rajab, badannya terasa berat bagaikan terhimpit langit. Mereka berbaring diatas ranjang dengan tubuh kaku tak bergerak. Bahkan, akan terlihat kedua pelupuk matanya tidak berkedip hingga sore hari. Keesokan harinya perasaan seperti itu baru berkurang. Pada hari ketiga, mereka menyaksikan peristiwa ghaib.

Berbagai rahasia kebesaran Allah tersingkap, padahal mereka masih tetap berbaring diatas ranjang. Keadaan Wali Rajabiyyun tetap demikian, sesudah 3 hari baru bisa berbicara.

Apabila bulan Rajab berakhir, bagaikan terlepas dari ikatan lalu bangun. Ia akan kembali ke posisinya semula. Jika mereka seorang pedagang, maka akan kembali ke pekerjaannya sehari-hari sebagai pedagang.


Wali Khatam
Khatam berarti penutup. Jumlahnya hanya seorang dalam setiap masa. Wali Khatam bertugas menguasai dan mengurus wilayah kekuasaan ummat nabi Muhammd,saw

kepangkatan para wali

kepangkatan para wali
oleh Muhammad Mahbubi pada 16 April 2010 jam 13:50

Berikut di bawah ini Pangkat/ Maqom nya para Aulia Alloh yang diambil dari kitab Jami'u Karomatil Aulia:

1.Qutub Atau Ghauts ( 1 abad 1 Orang )
2. Aimmah ( 1 Abad 2 orang )
3. Autad ( 1 Abad 4 Orang di 4 penjuru Mata Angin )
4. Abdal ( 1 Abad 7 Orang tidak akan bertambah & berkurang Apabila ada wali Abdal yg Wafat Alloh menggantikannya dengan mengangkat Wali abdal Yg Lain ( Abdal=Pengganti ) Wali Abdal juga ada yang Waliyahnya ( Wanita )
5. Nuqoba’ ( Naqib ) ( 1 Abad 12 orang Di Wakilkan Alloh Masing2 pada tiap2 Bulan)
6. Nujaba’ ( 1 Abad 8 Orang )

7. Hawariyyun ( 1 Abad 1 Orang ) Wali Hawariyyun di beri kelebihan Oleh Alloh dalam hal keberanian, Pedang ( Zihad) di dalam menegakkan Agama Islam Di muka bumi.

8. Rojabiyyun ( 1 Abad 40 Orang Yg tidak akan bertambah & Berkurang Apabila ada salah satu Wali Rojabiyyun yg meninggal Alloh kembali mengangkat Wali rojabiyyun yg lainnya, Dan Alloh mengangkatnya menjadi wali Khusus di bulan Rajab dari Awal bulan sampai Akhir Bulan oleh karena itu Namanya Rojabiyyun.

9. Khotam ( penutup Wali )( 1 Alam dunia hanya 1 orang ) Yaitu Nabi Isa A.S ketika diturunkan kembali ke dunia Alloh Angkat menjadi Wali Khotam ( Penutup ).

10. Qolbu Adam A.S ( 1 Abad 300 orang )
11. Qolbu Nuh A.S ( 1 Abad 40 Orang )
12. Qolbu Ibrohim A.S ( 1 Abad 7 Orang )
13. Qolbu Jibril A.S ( 1 Abad 5 Orang )

14. Qolbu Mikail A.S ( 1 Abad 3 Orang tidak kurang dan tidak lebih Alloh selau mengangkat wali lainnya Apabila ada salah satu Dari Wali qolbu Mikail Yg Wafat )

15.Qolbu Isrofil A.S ( 1 Abad 1 Orang )
16. Rizalul ‘Alamul Anfas ( 1 Abad 313 Orang )

17. Rizalul Ghoib ( 1 Abad 10 orang tidak bertambah dan berkurang tiap2 Wali Rizalul Ghoib ada yg Wafat seketika juga Alloh mengangkat Wali Rizalul Ghoib Yg lain, Wali Rizalul Ghoib merupakan Wali yang di sembunyikan oleh Alloh dari penglihatannya Makhluq2 Bumi dan Langit tiap2 wali Rizalul Ghoib tidak dapat mengetahui Wali Rizalul Ghoib yang lainnya, Dan ada juga Wali dengan pangkat Rijalul Ghoib dari golongan Jin Mu’min, Semua Wali Rizalul Ghoib tidak mengambil sesuatupun dari Rizqi Alam nyata ini tetapi mereka mengambil atau menggunakan Rizqi dari Alam Ghaib.

18. Adz-Dzohirun ( 1 Abad 18 orang )
19. Rizalul Quwwatul Ilahiyyah (1 Abad 8 Orang )
20. Khomsatur Rizal ( 1 Abad 5 orang )
21. Rizalul Hanan ( 1 Abad 15 Orang )
22. Rizalul Haybati Wal Jalal ( 1 Abad 4 Orang )

23. Rizalul Fath ( 1 Abad 24 Orang ) Alloh mewakilkannya di tiap Sa'ah ( Jam ) Wali Rizalul Fath tersebar di seluruh Dunia 2 Orang di Yaman, 6 orang di Negara Barat, 4 orang di negara timur, dan sisanya di semua Jihat ( Arah Mata Angin )

23. Rizalul Ma'arijil 'Ula ( 1 Abad 7 Orang )
24. Rizalut Tahtil Asfal ( 1 Abad 21 orang )

25. Rizalul Imdad ( 1 Abad 3 Orang )
26. Ilahiyyun Ruhamaniyyun ( 1 Abad 3 Orang ) Pangkat ini menyerupai Pangkatnya Wali Abdal
27. Rozulun Wahidun ( 1 Abad 1 Orang )
28. Rozulun Wahidun Markabun Mumtaz ( 1 Abad 1 Orang )

Wali dengan Maqom Rozulun Wahidun Markab ini di lahirkan antara Manusia dan Golongan Ruhanny( Bukan Murni Manusia ), Beliau tidak mengetahui Siapa Ayahnya dari golongan Manusia , Wali dengan Pangkat ini Tubuhnya terdiri dari 2 jenis yg berbeda, Pangkat Wali ini ada juga yang menyebut " Rozulun Barzakh " Ibunya Dari Wali Pangkat ini dari Golongan Ruhanny Air INNALLOHA 'ALA KULLI SAY IN QODIRUN " Sesungguhnya Alloh S.W.T atas segala sesuatu Kuasa.

29. Syakhsun Ghorib ( di dunia hanya ada 1 orang )
30. Saqit Arofrof Ibni Saqitil 'Arsy ( 1 Abad 1 Orang )

31. Rizalul Ghina ( 1 Abad 2 Orang ) sesuai Nama Maqomnya ( Pangkatnya ) Rizalul Ghina " Wali ini Sangat kaya baik kaya Ilmu Agama, Kaya Ma'rifatnya kepada Alloh maupun Kaya Harta yg di jalankan di jalan Alloh, Pangkat Wali ini juga ada Waliahnya ( Wanita ).

31. Syakhsun Wahidun ( 1 Abad 1 Orang )
32. Rizalun Ainit Tahkimi waz Zawaid ( 1 Abad 10 Orang )

33. Budala' ( 1 Abad 12 orang ) Budala' Jama' nya ( Jama' Sigoh Muntahal Jumu') dari Abdal tapi bukan Pangkat Wali Abdal

34. Rizalul Istiyaq ( 1 Abad 5 Orang )

35. Sittata Anfas ( 1 Abad 6 Orang ) salah satu wali dari pangkat ini adalah Putranya Raja Harun Ar-Royid yaitu Syeikh Al-'Alim Al-'Allamah Ahmad As-Sibty

36. Rizalul Ma' ( 1 Abad 124 Orang ) Wali dengan Pangkat Ini beribadahnya di dalam Air di riwayatkan oleh Syeikh Abi Su'ud Ibni Syabil " Pada suatu ketika aku berada di pinggir sungai tikrit di Bagdad dan aku termenung dan terbersit dalam hatiku "Apakah ada hamba2 Alloh yang beribadah di sungai2 atau di Lautan" Belum sampai perkataan hatiku tiba2 dari dalam sungai muncullah seseorang yang berkata "akulah salah satu hamba Alloh yang di tugaskan untuk beribadah di dalam Air", Maka akupun mengucapkan salam padanya lalu Dia pun membalas salam aku tiba2 orang tersebut hilang dari pandanganku.

37. Dakhilul Hizab ( 1 Abad 4 Orang )

Wali dengan Pangkat Dakhilul Hizab sesuai nama Pangkatnya , Wali ini tidak dapat di ketahui Kewaliannya oleh para wali yg lain sekalipun sekelas Qutbil Aqtob Seperti Syeikh Abdul Qodir Jailani, Karena Wali ini ada di dalam Hizab nya Alloh, Namanya tidak tertera di Lauhil Mahfudz sebagai barisan para Aulia, Namun Nur Ilahiyyahnya dapat terlihat oleh para Aulia Seperti di riwayatkan dalam kitab Nitajul Arwah bahwa suatu ketika Syeikh Abdul Qodir Jailani Melaksanakan Towaf di Baitulloh Mekkah Mukarromah tiba2 Syeikh melihat seorang wanita dengan Nur Ilahiyyahnya yang begitu terang benderang sehingga Syeikh Abdul qodir Al-Jailani Mukasyafah ke Lauhil Mahfudz dilihat di lauhil mahfudz nama Wanita ini tidak ada di barisan para Wali2 Alloh, Lalu Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani bermunajat kepada Alloh untuk mengetahui siapa Wanita ini dan apa yang menjadi Amalnya sehingga Nur Ilahiyyahnya terpancar begitu dahsyat , Kemudian Alloh memerintahkan Malaikat Jibril A.S untuk memberitahukan kepada Syeikh bahwa wanita tersebut adalah seorang Waliyyah dengan Maqom/ Pangkat Dakhilul Hizab " Berada di Dalam Hizabnya Alloh ", Kisah ini mengisyaratkan kepada kita semua agar senantiasa Ber Husnudzon ( Berbaik Sangka ) kepada semua Makhluq nya Alloh, Sebetulnya Masih ada lagi Maqom2 Para Aulia yang tidak diketahui oleh kita, Karena Alloh S.W.T menurunkan para Aulia di bumi ini dalam 1 Abad 124000 Orang, yang mempunyai tugasnya Masing2 sesuai Pangkatnya atau Maqomnya

semua jamaah haji, ibadahnya di tolak

semua jamaah haji, ibadahnya di tolak
oleh Muhammad Mahbubi pada 14 Februari 2011 jam 6:54

Diceritakan dalam kitab irsyadul 'ibad, bersumber dari kisah nyata Abdullah bin ruwayh, seorang sufi abad pertengahan : Konon, ia pernah bermimpi sesaat setelah terlelap karena kecapean melaksanakan thawaf di musim haji. Dilihatnya dua malaikat sedang bercengkrama :

Malaikat I : "berapa jumlah jamaah haji tahun ini ?"

Malaikat II : "60 ribu sekian ?"

Malaikat I : "berapa orang dari jumlah itu yang ibadah hajinya diterima oleh Allah ? "

Malaikat II : "Tidak ada, tidak satupun diterima"

Malaikat I : "lohh ?!!!"

Malaikat II : "ia, asalnya begitu, tapi akhirnya Allah-pun menerima semuanya, disebabkan pancaran ibadahnya si-Fulan. Dia tidak sedang berhaji. Saat ini, dia sedang di rumahnya, Damaskus.

Didorong oleh rasa penasaran, Malaikat I menyaru menjadi seorang laki-laki. Ia menemui si Fulan untuk mengorek informasi tentang rahasia ibadah apa yang bisa berdampak luar biasa seperti itu.

Ternyata, Si Fulan bukanlah ulama atau seorang sufi. Ia orang biasa saja, tukang sol sepatu yang mengumpulkan sedikit-demi sedikit uang hasil jerih payahnya untuk memenuhi keinginannya berhaji. Pada suatu hari, Si Fulan mencium bau masakan dari rumah tetangganya, seorang janda dengan beberapa yatim. Ia pun mendatangi rumah janda itu untuk (kalau boleh) ikut mencicipi rasa masakan yang berbau sedap itu.

Janda : "Jangan, masakan ini haram untuk anda, hanya halal untuk kami saja"

Fulan : " lho, kok ????"

Janda : (sambil menangis, ia menuturkan) "sudah beberapa hari kami tidak ada uang, anak-anak menangnis terus karena lapar, aku bingung, lalu aku temukan bangkai di jalan. Daging bangkai itulah yang kemudian aku masak dengan bumbu yang harum itu"

Terdorong oleh keharuannya, Si Fulan melangkah pulang, mengambil uang simpananya untuk haji, lalu diberikanlah kepada si-Janda. Si Fulan tidak jadi berangkat haji, tapi kebajikannya itu sangat istimewa di sisi Allah.

sang terdampar

sang terdampar
oleh Muhammad Mahbubi pada 17 September 2011 jam 12:20

aku yang terdampar di negeri orang.....

hendak kembalipun tak ada tempat bernaung.

karena keserakahan dan matinya hati nurani "segelintir orang" terhadap sesama.



wahai sang "muqollibul quluub...." ampuni dosa2 ku,keluargaku dan orang2 di sekitarku.

lalu berilah kami hidayah, hingga hati nurani kamipun terbuka selebar-lebarnya.

untuk memahami hikmah tersembunyi yang hendak engkau berikan kepada kami.

agar kami menjadi orang2 yang lebih beriman dan bertaqwa kepadaMU.

dan jadikanlah semua yang terjadi ini sebagai pernghapus dosa-dosa kedua orang tua kami, dosa-dosa kami, orang2 di sekitar kami, serta anak turun kami.



amin....



pojokan cafe "bek yah" SMP Khadijah SBY,

jelang dhuhur 17/09/11

PUASA HAMPIR BERAKHIR, OJO LALI ZAKAT E BRO....

PUASA HAMPIR BERAKHIR, OJO LALI ZAKAT E BRO....
oleh Muhammad Mahbubi pada 25 Agustus 2011 jam 8:18

bagi teman2 yang merantau dimana saja berada. jangan lupa zakat fitrahnya di keluarin sebelum mudik.karena zakat fitrah wajib di keluarkan dimana waktu kita banyak berada. artinya kalau kita melakukan ibadah puasa berada di daerah A selama 16 hari lalu kita pindah ke daerah B, maka zakat fitrahnya wajib di keluarkan di daerah A tersebut bukan di daerah B.



kecuali kita puasa penuh di satu daerah saja, maka lebih utama di keluarin sebelum solat Id.



(menurut KH Zainal Abidin Munawwir Krapyak, ketika saya masih "ndekem" di krapyak dan pas ikut pengajian posonan "kitabush shiyam" karangan beliau di masjid pondok munawwir Krapyak Jogyakarta beberapa tahun yang lalu)



KALAU ADA KESALAHAN ATAS PEMAHAMAN SAYA DI ATAS, MOHON KOREKSINYA.

nuhun,

makasih

syukron

LAST WEEK OF FASTING MONTH (romadlon) 1432 H

LAST WEEK OF FASTING MONTH (romadlon) 1432 H
oleh Muhammad Mahbubi pada 25 Agustus 2011 jam 6:06

hari ini kamis tanggal 25 Agustus 2011 atau bertepatan dengan tanggal 25 Romadlon 1432 H, adalah pekan terahir bulan puasa..... (semoga masih bisa bertemu lagi dengan bulan puasa berikut2 nya, amin).



nanti malam adalah malam jum'at terakhir dari bulan puasa tahun ini, kebetulan nanti malam adalah malam jumat legi. malam jumat yang istimewa bagi (sebagian) ummat islam yang benar2 menjalani romadon dengan penuh kehusu'an dan hikmat.



perlu diketahui bahwa:

* bulan yang paling mulia atau utama (saayyidusy syahri/ tuannya bulan) adalah bulan romadlon.

** hari yang paling mulia atau utama adalah hari jum'at ( sayyidul ayyam/ tuannya hari. kalimat ini biasanya di sebut oleh bilal dalam prosesi sholat jumat).

*** sedangkan wuku atau pasaran yang paling utama adalah pasaran legi.



nah, nanti malam adalah MALAM JUM'AT LEGI DAN JUM'AT TERAKHIR DI BULAN ROMADLON TAHUN INI.



jadi pergunakanlah malam ini dengan sebaik2nya......



ada banyak amaliyah2 malam jum'at terkahir romadon yang bisa dilakukan. SALAH SATUNYA adalah melakukan lebih dari satu "resep" dari obat hati yang ada 5 (TOMBO ATI yang di syitir oleh sayyidina ALI KWH) yaitu :

Kaping pisan moco Qur’an lan maknane

Kaping pindo sholat wengi lakonono

Kaping telu wong kang sholeh kumpulono

Kaping papat kudu weteng ingkang luwe

Kaping limo dzikir wengi ingkang suwe.



dari 5 resep itu dapat diartikan bahwa kita harus atau di usahakan agar melek'an diawali dengan 1) melakukan mandi taubat (tengah malam), kemudian dilanjutkan dengan 2) solat taubat dan solat sunnah (qiyamul lail) lainnya, kemudian 3) berdikir ..... , 4) membaca quran dengan memahami maknanya (baca tafsirnya) 5) serta melakukan amaliyah2 lainnya yang bisa dilakukan oleh kita semua,



mari saudara2 (yang berkenan) kita pergunakan malam jum'at terkhir romadon tahun ini sebaik2nya untuk lebih bertaqorrub, lebih mendekatkan diri, lebih berpasrah diri kepada sang KHALIQ...agar hidup kita lebih berkah dan di ridloi olehNYA....



dan jangan lupa agar kita semua saling mendoakan sesama muslim, sesama mu'min semua, agar semua makhluk hidup berbahagia.



akhirnya, saya ucapkan selamat menjalankan puasa, semoga puasa dan seluruh amal ibadah kita diterima oleh ALLAH dengan berlipat ganda pahala serta kebaikan, serta seluruh dosa (besar dan kecil) kita di hapus dan di maafkan dengan maghfiroh oleh ALLAH SWT yang MAHA GHOFUR.......

amiin......



alfaqir, abu hasanal bulqiyah

senja 25 romadlon 1432

wonocolo VIII/27 surabaya.

menunggu sundulan lailatul qodar.....

menunggu sundulan lailatul qodar.....
oleh Muhammad Mahbubi pada 20 Agustus 2011 jam 22:02

hasil ijtihad jumhur ulama, mnyatakan bahwa: untuk mengisi waktu dalam rangka menunggu lailatul qodar, terutama malam "likuran" bulan romadlon, maka di anjurkan membaca:

1. syahadat dengan lafadz yg mantab dan penuh keyakinan. 100x

2. membaca istigfar (sambil mengingat2 dosa-dosa yg telah dilakukan oleh kita, sambil meminta ampunan kepada ALLAH) 100x

3. hauqolah/ tahlil / membaca "laa ila ha illa ALLAH" 100x

4. sholawat nabi (terserah mau baca sholawat apa, lebih panjang lebih baik) 100x

5. surat al-Ikhlas, al-falaq, an-Nas. 100x

6. fatihah 113x

dan ditutup dengan berdoa sesuai hajat. kemudian tawasul kepada nabi, keluarga nabi, sahabat, para aulia, para suhada, para fuqohaa', para hafidz alquran dan hadist, ulama yang sholih dan ikhlas, kedua orang tua kita, para guru dan orang-orang yang shplih serta ikhlas dalam menjalankan agama ALLAh....



ini hanyalah salah satu saran ikhtiyar dari saya, untuk mendapatkan malam seribu bulan, jadi terserah anda semua, mau di amalkan seperti di atas, atau di tambahi atau bahkan tidak diamalkan juga tidak apa2.

semoga kita semua di beri keberkahan dan diberi rizki berupa mendapat lailatul qodar.

amiin

refleksi awal romadon 1432 h

refleksi awal romadon 1432 h
oleh Muhammad Mahbubi pada 31 Juli 2011 jam 22:20

* bulan romadon telah bermula......syaitan dan bala kurawanya-pun sedang "cuti berlibur" selama sebulan penuh.kepada para syaithan dan bala kurawanya, saya ucapkan "SELAMAT BERLIBUR DI PULAU IMPIAN"



** bulan romadon adalah replika perjalanan kehidupan (sifat, etika, watak, karakter, kebiasaan) manusia selama setahun ke belakang.

jika di bulan2 sebelumnya, manusia itu senang ditemani setan untuk bermaksiat (pacaran non islami, nonton yang berbau porno, maksiat, mencuri, nyontek. korupsi, sogok-menyogok dengan berbagai-macam variasinya,merendahkan orang lain/ sesamanya, menghina atau melawan orang tuanya atau gurunya, nyabu, mabuk, miras dsb) maka manusia tersebut pasti akan melakukan hal2 tersebut tanpa d temani setan di bulan romadon ini, karena hal itu sdh menjadi kebiasaan yang mendarah daging di dalam tubuh manusia tersebut.maka dari itu, di perlukan perjuangan lahir batin yang luar biasa dari semua manusia yang mempunyai "IMAN" untuk menghentikan SEMENTARA di bulan romadon dan TIDAK melanjutkannya setelah bulan romadon.



*** maka dari itu, mumpung bulan romadon baru saja di mulai, saya MENGAJAK dan MENGHIMBAU kepada diri saya sendiri dan semua yang baca tulisan saya ini (kapanpun anda yang membacanya.krn menurut hemat saya, tiada kata terlambat untuk melakukannya).



MARI....



@ kita bersihkan fosil2 syaitan dan bala kurawanya yang melekat di dalam tubuh kita, sehingga kita (insyaallah) bisa tenang beribadah di bulan romadan nan suci ini.



@@ kita perkuat BENTENG keimanan kita di bulan romadon ini, sehingga ketika syaitan selesai berlibur, tidak bisa memasuki bangunan benteng keimanan kita. maka ketika romadon telah berakhir, kita semua INSYAALLAH akan menjadi manusia2 yang fitri (suci) seperti bayi yang baru lahir (seperti janji ALLAH dalam Hadis Nabi) yang siap melawan syaitan dan bala kurawanya kapan saja dan dimana saja.



mari bung, jangan sia-siakan bulan romadon yang suci ini.............



kraksaan, 31 juli 2011,22:12

seuntai doa dari "oemar bakri"

seuntai doa dari "oemar bakri"
oleh Muhammad Mahbubi pada 13 Juni 2011 jam 19:20

BESOK, selasa (14-06-2011) ada rapat kenaikan kelas. semua guru (insyaALLAH) hadir semua, membahas siapa-siapa yang naik kelas atau sebaliknya, semua guru pasti punya catatan merah (jelek=calon tidak naik kelas)) atau catatan putih (baik= calon naik kelas) sehari-hari tentang semua anak didik (murid)nya,



* kemaren yang masih bersifat nakal ke-SD-SD-an semoga di beri hidayah dan petunjuk oleh-NYA sehingga lebih dewasa sedikit.



** yang kemaren2 masih mempunyai sifat nakal,kurang atau bahkan tidak (sama sekali) menghormati guru,main2 dalam belajar,sering mbolos(keluar kelas) ketika ada pelajaran AGAMA ataupun pelajaran UMUM semoga di beri hidayah sehingga mau berubah yang lebih baik.



*** yang kemaren2 suka menghina, meremehkan, atau bahkan merendahkan gurunya (dengan cara apapun) semoga di beri hidayah dan petunjuk oleh-NYA, sehingga di tahun pelajaran yang akan bisa menghormati gurunya,sehingga ilmu yang di peroleh bisa bermanfaat bagi dirinya,orang tuanya, masyarakat sekitarnya dan juga bermanfaat bagi agama serta nusa dan bangsa.



**** yang kemaren2 rajin belajar dan selalu mendengarkan guru serta mengerjakan tugasnya dengan rajin, semoga di beri kemudahan dalam segala urusannya, di sayang oleh teman2nya, dan tambah rajin belajarnya,



*, **, ***, **** amien...... 99x.



dan yang pasti, semoga semuanya naik kelas dengan nilai yang sangat memuaskan. amin..... 100x

cara cek nomer hape dari iccd

Melihat nomor HP bisa diketahui dari melihat ICCID atau 16 digit nomer dibelakang kartu. Tapi dengan catatan kartu tersebut benar2 nomer baru, bukan nomor recycle (nomor lama yg sudah hangus kemudian diaktifkan kembali oleh operator tsb) dan masih belum pernah diganti kartu. Jadi masih bisa terbaca nomornya dengan melihat ICCID kartu.



Contohnya :

Nomor dibelakang kartu 6210 1037 3213 4441

Berarti nomornya : 081337134441

081

Semoga bisa dimengerti...



Tapi kalau ternyata nomer tersebut merupakan nomer recycle atau nomornya sudah pernah ganti kartu entah itu karena hilang atau rusak, maka ICCID di belakan kartu tidak akan sama dengan nomer, jadi tidak bisa dibaca dari ICCID-nya.

Untuk solusinya bisa membeli voucher fisik terlebih dahulu sehingga bisa terisi pulsa, dan bisa digunakan untuk miscall agar bisa diketahui nomer kartu tersebut.

Sabtu, 10 September 2011

Doa-doa Nabi Musa as

1) Salah satu kisah panjang al-Qur’an Karim adalah kisah nabi Musa as dan Fir’aun. Para ahli ta’bir (takwil) mimpi dan ahli nujum berkata kepada Fir’aun: Akan segera lahir seorang putera yang akan menghancurkan kerajaan dan kekuasaanmu. Dengan berita menakutkan ini, Fir’aun kemudian bertindak supaya nabi Musa as tidak menapakkan kaki ke muka dunia. Akan tetapi dengan kehendak Ilahi dan meskipun keinginan Fir’aun lain, nabi Musa as membuka matanya ke dunia ini dan dengan mukjizat Ilahi beliau as tumbuh dan besar di sekitar Fir’aun dan ketika beliau as mulai menjadi pemuda kekar Allah swt menganugerahkan ilmu dan hikmah.

Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah, maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israel) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Firaun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu.

Pada saat itu nabi Musa as berubah dan mengangkat tangan berdoa seraya berkata:

رَبِّ إِنّى‏ ظَلَمْتُ نَفْسى‏ فَاغْفِرْ لى

“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku.”[1]
Maka Allah swt pun mengampuni beliau as.

Nabi Musa as tetapi juga berdoa dan mengatakan:

رَبِّ بِما أَنْعَمْتَ عَلَيَّ فَلَنْ أَكونَ ظَهيراً لِلْمُجْرِمينَ

“Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.”[2]

Mak keesokan harinya nabi Musa as di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, maka tiba-tiba orang yang meminta pertolongan kemarin berteriak meminta pertolongan kepadanya. Di lain pihak ia menghadap kepada nabi Musa as dan mengatakan: Hai Musa, apakah kamu bermaksud hendak membunuhku, sebagaimana kamu kemarin telah membunuh seorang manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang dan tiadalah kamu hendak menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian!

Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah dari kota ini!

Maka keluarlah nabi Musa as dari kota itu dengan berhati-hati dan waspada dan beliau as berdoa demikian:

رَبِّ نَجِّنى‏ مِنَ القَوْمِ الظَّالِمينَ

“Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang lalim itu.”[3]

Dan setelah itu tatkala nabi Musa as menghadap ke jurusan negeri Madyan, kota nabi Syu’aib as, beliau as berjalan menuju ke sana dan berdoa lagi:

عَسى‏ رَبّى‏ أَنْ يَهْدِيَنى‏ سَواءَ السَّبيلِ

“Mudah-mudahan Tuhanku memberikan hidayat kepadaku ke jalan yang benar”.[4]

2) Nabi Musa as sampai ke negeri Madyan. Beliau as menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan ternaknya, dan beliau as menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat ternaknya dan dalam penantian. Nabi Musa as mendekat kepada mereka dan bertanya: Kenapa kalian berdiri di sini? Kedua wanita itu menjawab: Kami tidak dapat meminumkan ternak kami, sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan ternaknya.

Maka nabi Musa as karena tugas Ilahi dan semacam persahabatan menuju ke sumur, menimba air dan memberi minum ternak itu. Mereka berdua lalu pergi dan lebih cepat sampai di rumah dari hari-hari biasa.

Nabi Musa as yang merasa asing di negeri Madyan dan tidak dapat pergi ke mana-mana menuju ke bawah pohon yang rindang untuk berteduh untuk menghilangkan rasa lelah dan karena tidak membawa bekal dan makanan beliau as mengangkat tangan berdoa kepada Allah swt:

رَبِّ إِنّى‏ لِما أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقيرٌ

“Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.”[5]

Doa nabi Musa as terkabulkan. Puteri-puteri nabi Syu’aib yang pulang ke rumah lebih cepat dari hari-hari biasanya menceritakan kepada sang ayah kejadian seorang pemuda tak dikenal yang menolong mereka.

Nabi Syu’aib mengirim salah seorang di antara mereka berdua untuk mencari dan membawa nabi Musa as ke hadapan beliau. Nabi Musa as datang ke rumah nabi Syu’aib. Mereka menyambut dan menjamu beliau as dan karena mereka melihat kemampuan, kejujuran dan amanat beliau as mereka menerimanya dengan hangat. Maka nabi Musa as menjadi menantu nabi Syu’aib, beristeri dan hidup berkeluarga.

Walaupun di dalam riwayat-riwayat disebutkan bahwa nabi Musa as ketika berdoa pada waktu itu membutuhkan sepotong roti, akan tetapi doa ini tidak khusus untuk mengharapkan roti dan makanan, namun untuk seluruh kebutuhan. Dalilnya adalah setelah doa ini nabi Musa as memiliki segala sesuatu.

3) Nabi Musa as selama beberapa waktu tinggal di negeri Madyan sesuai dengan perjanjian dengan nabi Syu’aib dan setelah itu nabi Musa as dengan membawa keluarga, gembalaan dan harta bendanya menuju ke negeri Mesir hingga sampai di Thur Sina. Di sana memancarlah seberkas cahaya dari kejauhan. Beliau as menuju ke arahnya untuk mengambilnya sebagai penghangat keluarga. Cahaya itu adalah manifestasi Allah swt yang menjelma dalam pohon. Di sanalah terjadi kejadian terbesar dalam kehidupan nabi Musa as yaitu risalah beliau as. Nabi Musa as diangkat menjadi nabi dan dianugerahkan pula kepadanya mukjizat sebagai bukti kebenaran klaim beliau as.

Permulaan tugas dan risalah beliau as dideklarasikan untuk pergi ke istana Fir’aun, memberikan peringatan dan mengajaknya menuju kepada Allah swt.

Pada saat itu ketika nabi Musa as mendapati tugas sebagai sebuah hal yang berat menghadap kepada Allah swt dan berdoa:

رَبِّ اشْرَحْ لِى‏ صَدْرِى‏ * وَيَسِّرْ لِى‏ أَمْرِى * وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسانِى * يَفْقَهُوا قَوْلِى * وَاجْعَلْ لِى‏ وَزِيراً مِنْ أَهْلِى * هرُونَ أَخِى * اُشْدُدْ بِهِ أَزْرِى * وَأَشْرِكْهُ فِى‏ أَمْرِى * كَىْ نُسَبِّحَكَ كَثِيراً *وَنَذكُرَكَ كَثِيراً * إِنَّكَ كُنْتَ بِنا بَصِيراً

“Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami.”[6]

Allah swt memberikan jawaban: “Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa.”[7]

Setelah itu Allah swt mengajarkan metode menghadapi Fir’aun kepada nabi Musa dan nabi Harun sebagai berikut: “Pergilah kalian berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kalian berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.”[8]

Nabi Musa dan nabi Harun as mengatakan:

رَبَّنا إِنَّنا نَخافُ أَنْ يَفْرُطَ عَلَيْنا اَوْ أَنْ يَطْغى

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui batas.”[9]

Allah swt memberikan jawaban: “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.”[10]

[1] QS. Al-Qashash [28]: 16.

[2] QS. Al-Qashash [28]: 17.

[3] QS. Al-Qashash [28]: 21.

[4] QS. Al-Qashash [28]: 22.

[5] QS. Al-Qashash [28]: 24.

[6] QS. Thaha [20]: 25 – 35.

[7] QS. Thaha [20]: 36.

[8] QS. Thaha [20]: 43 – 44.

[9] QS. Thaha [20]: 45.

[10] QS. Thaha [20]: 46.

WAHAI BANI LATIF....

KH Abdul Latif adalah seorang kiai besar di zamannya, beliau selevel dengan KH Hasan Sepuh Genggong. lulusan pondok KH Kholil Bangkalan dan pernah Mondok di Mekkah (kalau di mekkah beliau belajar sama siapa saya belum dapat info pasti) ilmu agamanya sangat luar biasa, orang2 semua hormat dan ta'dhim sama beliau.....
semenjak saya hijrah di surabaya, terutama ketika bergumul dengan orang2 PWNU, PW Maarif Jatim, kiai2/habib2 sepuh di SBY maupun di lingkungan yayasan Khadijah Surabaya, tak sedikit yang mengenal dan bercerita tentnag kebesaran dan keharuman nama KH Abdul Latif, yang konon membuka PCNU kraksaan dan menjadi ketua PCNU Kraksaan pertama (sebelum PCNU Kab Probolinggo berdiri), sekedar info bahwa PCNU Kraksaan pada saat itu meliputi wilayah Besuki dan semua kec Kab/ Kota Probolinggo.
namun Bagaimana dengan keturunannya????
kenapa tidak bisa bersatu/ kompak????
bahkan saling menjatuhkan satu dengan yang lainnya....(bahkan kakak-adik saling bertikai, saling iri hati dan dengki satu sama lainnya)...
dimana nurani persaudaraan sadarah daging kita?
dimana persaudaraan sesama muslimnya??????
sayang sekali jika nama besar KH Abdul Latif selalu tercoreng di mata dunia karena keturunannya tidak bisa menjaga Ukhuwah Islamiyah, Uhkhuwah persaudaraan sedarah daging hanya karena sebidang tanah dan segepok uang serta haus akan kekuasaan semu duniawi......
dimana keharuman nama besar KH Abdul Latif yang dulu pernah harum semerbak.....?
kenapa peninggalan KH Abdul Latif hanya "LARI DI TEMPAT"......
kalah dengan lembaga2 pendidikan yang baru berumur seumur jagung....
seandainya .........
seandainya ......... dan sejuta seandainya yang lain.......

wahai bani latif......
hanya ANDA-ANDA SEMUA YANG BISA MENJAWAB semua ini.....