Sabtu, 21 Januari 2012

Sunan Gunung Jati


Syech Syarief Hidayatulloh dilahirkan Tahun 1448 Masehi. Ayahanda Syech Syarief Hidayatulloh adalah Syarief Abdullah, seorang dari Mesir keturunan ke 17 Rosulullah SAW, bergelar Sultan Maulana Muhamad, Ibunda Syech Syarief Hidayatullah adalah Nyai Rara Santang dan setelah masuk Islam berganti nama menjadi Syarifah Muda’im adalah Putri Prabu Siliwangi dari kerajaan Padjajaran. Syech Syarief Hidayatullah berkelana untuk belajar Agama Islam dan sampai di Cirebon pada tahun 1470 Masehi.


Syech Syarief Hidayatullah dengan didukung uwanya, Tumenggung Cerbon Sri Manggana Cakrabuana alias Pangeran Walangsungsang dan didukung Kerajaan Demak, dinobatkan menjadi Raja Cerbon dengan gelar Maulana Jati pada tahun 1479.

Sejak itu pembangunan insfrastruktur Kerajaan Cirebon kemudian dibangun dengan dibantu oleh Sunan Kalijaga, Arsitek Demak Raden Sepat, yaitu Pembangunan Keraton Pakungwati, Masjid Agung Sang Cipta Rasa, jalan pinggir laut antara Keraajaan Pakungwati dan Amparan Jati serta Pelabuhan Muara Jati.

Syech Maulana Jati pada Tahun 1526 Masehi, menyebarkan Islam sampai Banten dan menjadikannya Daerah Kerajaan Cirebon. Dan pada Tahun 1526 Masehi juga tentara Kerajaan Cirebon dibantu oleh Kerajaan Demak dipimpin oleh Panglima Perang bernama Fatahillah merebut Sunda Kelapa dan Portugis, dan diberi nama baru yaitu Jayakarta.

Pada tahun 1533 Masehi, Banten menjadi Kasultanan Banten dengan Sultannya adalah Putra dari Syech Maulana Jati yaitu Sultan Hasanuddin.

Syech Maulana Jati salah seorang Wali Sanga yang mempekenalkan visi baru bagi masyarakat tentang apa arti menjadi Pemimpin, apa makna Masyarakatm, apa Tujuan, Masyarakat, bagaimana seharusnya berkiprah di dalam dunia ini lewat Proses Pemberdyaan.

Syech Maulan Jati melakukan tugas dakwah menyebarkan Agama Islam ke berbagai lapisan Masyarakat dengan dukungan personel dan dukungan aspek organisasi kelompok Forum Walisanga, dimana forum Walisanga secara efektif dijadikan sebagai organisasi dan alat kepentingan dakwah, merupakan siasat yang tepat untuk mempercepat teresebarnya Agama Islam.

Syech Maulana Jati berpulang ke Rahmatullah pada tanggal 26 Rayagung tahun 891 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1568 Masehi.

Tanggal Jawanya adalah 11 Krisnapaksa bulan Badramasa tahun 1491 Saka.

Meninggal dalam usia 120 tahun, sehingga Putra dan Cucunya tidak sempat memimpin Cirebon karena meninggal terlebih dahulu. Sehingga cicitnya yang memimpin setelah Syech Maulana Jati.

Syech Syarief Hidayatullah kemudian dikenal dengan Sunan Gunung Jati karena dimakamkan di Bukit Gunung Jati.

Sunan Muria


Ia putra Dewi Saroh --adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke utara kota Kudus. Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam.


Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya. Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.

Sunan Kalijaga


Joko Said dilahirkan sekitar tahun 1450 M. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban. Arya Wilatikta ini adalah keturunan dari pemberontak legendaris Majapahit, Ronggolawe. Riwayat masyhur mengatakan bahwa Adipati Arya Wilatikta sudah memeluk Islam sejak sebelum lahirnya Joko Said. Namun sebagai Muslim, ia dikenal kejam dan sangat taklid kepada pemerintahan pusat Majapahit yang menganut Agama Hindu. Ia menetapkan pajak tinggi kepada rakyat. Joko Said muda yang tidak setuju pada segala kebijakan Ayahnya sebagai Adipati sering membangkang pada kebijakan-kebijakan ayahnya. Pembangkangan Joko Said kepada ayahnya mencapai puncaknya saat ia membongkar lumbung kadipaten dan membagi-bagikan padi dari dalam lumbung kepada rakyat Tuban yang saat itu dalam keadaan kelaparan akibat kemarau panjang.


Karena tindakannya itu, Ayahnya kemudian ‘menggelar sidang’ untuk mengadili Joko Said dan menanyakan alasan perbuatannya. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Joko Said untuk mengatakan pada ayahnya bahwa, karena alasan ajaran agama, ia sangat menentang kebijakan ayahnya untuk menumpuk makanan di dalam lumbung sementara rakyatnya hidup dalam kemiskinan dan kelaparan.

Ayahnya tidak dapat menerima alasannya ini karena menganggap Joko Said ingin mengguruinya dalam masalah agama. Karena itu, Ayahnya kemudian mengusirnya keluar dari istana kadipaten seraya mengatakan bahwa ia baru boleh pulang jika sudah mampu menggetarkan seisi Tuban dengan bacaan ayat-ayat suci Al Qur’an. Maksud dari ‘menggetarkan seisi Tuban’ di sini ialah bilamana ia sudah memiliki banyak ilmu agama dan dikenal luas masyarakat karena ilmunya.

Riwayat masyhur kemudian menceritakan bahwa setelah diusir dari istana kadipaten, Joko Said berubah menjadi seorang perampok yang terkenal dan ditakuti di kawasan Jawa Timur. Sebagai Perampok, Joko Said selalu ‘memilih’ korbannya dengan seksama. Ia hanya merampok orang kaya yang tak mau mengeluarkan zakat dan sedekah.

Dari hasil rampokannya itu, sebagian besarnya selalu ia bagi-bagikan kepada orang miskin. Kisah ini mungkin mirip dengan cerita Robin Hood di Inggris. Namun itulah riwayat masyhur tentang beliau. Diperkirakan saat menjadi perampok inilah, ia diberi gelar ‘Lokajaya’ artinya kurang lebih ‘Perampok Budiman’.

Semuanya berubah saat Lokajaya alias Joko Said bertemu dengan seorang ulama , Syekh Maulana Makhdum Ibrahim alias Sunan Bonang. Sunan Bonang inilah yang kemudian mernyadarkannya bahwa perbuatan baik tak dapat diawali dengan perbuatan buruk –sesuatu yang haq tak dapat dicampuradukkan dengan sesuatu yang batil- sehingga Joko Said alias Lokajaya bertobat dan berhenti menjadi perampok. Joko Said kemudian berguru kepada Sunan Bonang hingga akhirnya dikenal sebagai ulama dengan gelar ‘Sunan Kalijaga’.

Sejarah Nama 'Kalijaga'

Pertanyaan ini masih menjadi misteri dan bahan silang pendapat di antara para pakar sejarah hingga hari ini. Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di Cirebon.

Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Ini dihubungkan dengan kebiasaan wong Cerbon untuk menggelari seseorang dengan daerah asalnya –seperti gelar Sunan Gunung Jati untuk Syekh Syarif Hidayatullah, karena beliau tinggal di kaki Gunung Jati.

Fakta menunjukan bahwa ternyata tidak ada ‘kali’ di sekitar dusun Kalijaga sebagai ciri khas dusun itu. Padahal, tempat-tempat di Jawa umumnya dinamai dengan sesuatu yang menjadi ciri khas tempat itu.

Misalnya nama Cirebon yang disebabkan banyaknya rebon (udang), atau nama Pekalongan karena banyaknya kalong (Kelelawar). Logikanya, nama ‘Dusun Kalijaga’ itu justru muncul setelah Sunan Kalijaga sendiri tinggal di dusun itu. Karena itu, klaim Masyarakat Cirebon ini kurang dapat diterima.

Riwayat lain datang dari kalangan Jawa Mistik (Kejawen). Mereka mengaitkan nama ini dengan kesukaan wali ini berendam di sungai (kali) sehingga nampak seperti orang yang sedang “jaga kali”. Riwayat Kejawen lainnya menyebut nama ini muncul karena Joko Said pernah disuruh bertapa di tepi kali oleh Sunan Bonang selama sepuluh tahun.

Pendapat yang terakhir ini yang paling populer. Pendapat Ini bahkan diangkat dalam film ‘Sunan Kalijaga’ dan ‘Walisongo’ pada tahun 80-an. Saya sendiri kurang sepaham dengan kedua pendapat ini.

Secara sintaksis, dalam tata bahasa-bahasa di Pulau Jawa (Sunda dan Jawa) dan segala dialeknya, bila ada frase yang menempatkan kata benda di depan kata kerja, itu berarti bahwa kata benda tersebut berlaku sebagai subjek yang menjadi pelaku dari kata kerja yang mengikutinya. Sehingga bila ada frase ‘kali jaga’ atau ‘kali jogo’ berarti ada ‘sebuah kali yang menjaga sesuatu’. Ini tentu sangat janggal dan tidak masuk akal.

Bila benar bahwa nama itu diperoleh dari kebiasaan Sang Sunan kungkum di kali atau karena beliau pernah menjaga sebuah kali selama sepuluh tahun non-stop (seperti dalam film), maka seharusnya namanya ialah “Sunan Jogo Kali” atau “Sunan Jaga Kali”.

Kemudian secara logika, silakan anda pikirkan masak-masak. Mungkinkah seorang da’i menghabiskan waktu dengan kungkum-kungkum di sungai sepanjang hari? Tentu saja tidak. Sebagai da’i yang mencintai Islam dan Syi’ar-nya, tentu ada banyak hal berguna yang dapat beliau lakukan.

Riwayat Kejawen bahwa beliau bertapa selama sepuluh tahun non-stop di pinggir kali juga merupakan riwayat yang tidak masuk akal. Bagaimana bisa seorang ulama saleh terus-menerus bertapa tanpa melaksanakan shalat, puasa, bahkan tanpa makan dan minum? Karena itu, dalam pendapat saya, kedua riwayat itu ialah riwayat batil dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Fakta Nama 'Kalijaga'

Pendapat yang paling masuk akal ialah bahwa sebenarnya nama ‘kalijaga’ berasal dari bahasa Arab “Qadli’ dan nama aslinya sendiri, ‘Joko Said’, jadi frase asalnya ialah ‘Qadli Joko Said’ (Artinya Hakim Joko Said). Sejarah mencatat bahwa saat Wilayah (Perwalian) Demak didirikan tahun 1478, beliau diserahi tugas sebagai Qadli (hakim) di Demak oleh Wali Demak saat itu, Sunan Giri.

Masyarakat Jawa memiliki riwayat kuat dalam hal ‘penyimpangan’ pelafalan kata-kata Arab, misalnya istilah Sekaten (dari ‘Syahadatain’), Kalimosodo (dari ‘Kalimah Syahadah’), Mulud (dari Maulid), Suro (dari Syura’), Dulkangidah (dari Dzulqaidah), dan masih banyak istilah lainnya. Maka tak aneh bila frase “Qadli Joko” kemudian tersimpangkan menjadi ‘Kalijogo’ atau ‘Kalijaga’.

Posisi Qadli yang dijabat oleh Kalijaga alias joko Said ialah bukti bahwa Demak merupakan sebuah kawasan pemerintahan yang menjalankan Syariah Islam. Ini diperkuat oleh kedudukan Sunan Giri sebagai Wali di Demak.

Istilah ‘Qadli’ dan ‘Wali’ merupakan nama-nama jabatan di dalam Negara Islam. Dari sini sajasudah jelas, siapa Sunan Kalijaga sebenarnya; ia adalahseorang Qadli, bukan praktisi Kejawenisme.

Da’wah Sunan Kalijaga adalah Da’wah Islam, Bukan Da’wah Kejawen atau Sufi-Pantheistik

Kita kembali ke Sunan Kalijaga alias Sunan Qadli Joko. Riwayat masyhur mengisahkan bahwa masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Ini berarti bahwa beliau mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit pada 1478, Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon, Kesultanan Banten, bahkan hingga Kerajaan Pajang (lahir pada 1546) serta awal kehadiran Kerajaan Mataram. Bila riwayat ini benar, maka kehidupan Sunan Kalijaga adalah sebuah masa kehidupan yang panjang.

Manuskrip-manuskrip dan babad-babad tua ternyata hanya menyebut-nyebut nama beliau hingga zaman Kesultanan Cirebon saja, yakni hingga saat beliau bermukim di dusun Kalijaga.

Dalam kisah-kisah pendirian Kerajaan Pajang oleh Jaka Tingkir dan Kerajaan Mataram oleh Panembahan Senopati, namanya tak lagi disebut-sebut. Logikanya ialah, bila saat itu beliau masih hidup, tentu beliau akan dilibatkan dalam masalah imamah di Pulau Jawa karena pengaruhnya yang luas di tengah masyarakat Jawa.

Fakta menunjukan bahwa makamnya berada di Kadilangu, dekat Demak, bukan di Pajang atau di kawasan Mataram (Yogyakarta dan sekitarnya) –tempat-tempat di mana Kejawen tumbuh subur. Perkiraan saya, beliau sudah wafat saat Demak masih berdiri.

Riwayat-riwayat yang batil banyak menceritakan kisah-kisah aneh tentang Sunan Kalijaga –selain kisah pertapaan sepuluh tahun di tepi sungai. Beberapa kisah aneh itu antara lain, bahwa beliau bisa terbang, bisa menurunkan hujan dengan hentakan kaki, mengurung petir bernama Ki Ageng Selo di dalam Masjid Demak dan kisah-kisah lain yang bila kita pikirkan dengan akal sehat non intelek tidak mungkin bisa masuk ke dalam otak manusia. Kisah-kisah aneh macam itu hanya bisa dipercaya oleh orang gila yang gemar sihir.

Ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dan berbau Hindu-Budha serta Kejawen. Padahal fakta tentang kehidupan Sunan Kalijaga adalah Da’wah dan Syi’ar Islam yang indah. Buktinya sangat banyak sekali.

Sunan Kalijaga adalah perancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi peninggalan Sunan Kalijaga. Mana mungkin seorang kejawen ahli mistik mau-maunya mendirikan Masjid yang jelas-jelas merupakan tempat peribadatan Islam.

Paham keagamaan Sunan Kalijaga adalah salafi –bukan sufi-panteistik ala Kejawen yang ber-motto-kan ‘Manunggaling Kawula Gusti’. Ini terbukti dari sikap tegas beliau yang ikut berada dalam barisan Sunan Giri saat terjadi sengketa dalam masalah ‘kekafiran’ Syekh Siti Jenar dengan ajarannya bahwa manusia dan Tuhan bersatu dalam dzat yang sama.

Kesenian dan kebudayaan hanyalah sarana yang dipilih Sunan Kalijaga dalam berdakwah. Beliau memang sangat toleran pada budaya lokal. Namun beliau pun punya sikap tegas dalam masalah akidah. Selama budaya masih bersifat transitif dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, beliau menerimanya.

Wayang beber kuno ala Jawa yang mencitrakan gambar manusia secara detail dirubahnya menjadi wayang kulit yang samar dan tidak terlalu mirip dengan citra manusia, karena pengetahuannya bahwa menggambar dan mencitrakan sesuatu yang mirip manusia dalam ajaran Islam adalah haram hukumnya.

Cerita yang berkembang mengisahkan bahwa beliau sering bepergian keluar-masuk kampung hanya untuk menggelar pertunjukan wayang kulit dengan beliau sendiri sebagai dalangnya.

Semua yang menyaksikan pertunjukan wayangnya tidak dimintai bayaran, hanya diminta mengucap dua kalimah syahadat. Beliau berpendapat bahwa masyarakat harus didekati secara bertahap.

Pertama berislam dulu dengan syahadat selanjutnya berkembang dalam segi-segi ibadah dan pengetahuan Islamnya. Sunan Kalijaga berkeyakinan bahwa bila Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.

Lakon-lakon yang dibawakan Sunan Kalijaga dalam pagelaran-pagelarannya bukan lakon-lakon Hindu macam Mahabharata, Ramayana, dan lainnya. Walau tokoh-tokoh yang digunakannya sama (Pandawa, Kurawa, dll.) beliau menggubah sendiri lakon-lakonnya, misalnya Layang Kalimasada, Lakon Petruk Jadi Raja yang semuanya memiliki ruh Islam yang kuat.

Karakter-karakter wayang yang dibawakannya pun beliau tambah dengan karakter-karakter baru yang memiliki nafas Islam. Misalnya, karakter Punakawan yang terdiri atas Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng adalah karakter yang sarat dengan muatan Keislaman.

Adapun Istilah dalam Pewayangan merujuk pada Bahasa Arab :

1. Istilah ‘Dalang’ berasal dari bahasa Arab, ‘Dalla’ yang artinya menunjukkan. Dalam hal ini, seorang ‘Dalang’ adalah seseorang yang ‘menunjukkan kebenaran kepada para penonton wayang’. Mandalla’alal Khari Kafa’ilihi (Barangsiapa menunjukan jalan kebenaran atau kebajikan kepada orang lain, pahalanya sama dengan pelaku kebajikan itu sendiri –Sahih Bukhari)

2. Karakter ‘Semar’ diambil dari bahasa Arab, ‘Simaar’ yang artinya Paku. Dalam hal ini, seorang Muslim memiliki pendirian dan iman yang kokoh bagai paku yang tertancap, Simaaruddunyaa.

3. Karakter ‘Petruk’ diambil dari bahasa Arab, ‘Fat-ruuk’ yang artinya ‘tingggalkan’. Maksudnya, seorang Muslim meninggalkan segala penyembahan kepada selain Allah, Fatruuk-kuluu man siwallaahi.

4. Karakter ‘Gareng’ diambil dari bahasa Arab, ‘Qariin’ yang artinya ‘teman’. Maksudnya, seorang Muslim selalu berusaha mencari teman sebanyak-banyaknya untuk diajak ke arah kebaikan, Nalaa Qaarin.

5. Karakter ‘Bagong’ diambil dari bahasa Arab, ‘Baghaa’ yang artinya ‘berontak’. Maksudnya, seorang Muslim selalu berontak saat melihat kezaliman.

Seni ukir, wayang, gamelan, baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, serta seni suara suluk yang diciptakannya merupakan sarana dakwah semata, bukan budaya yang perlu ditradisikan hingga berkarat dalam kalbu dan dinilai sebagai ibadah mahdhah.

Beliau memandang semua itu sebagai metode semata, metode dakwah yang sangat efektif pada zamannya. Secara filosofis, ini sama dengan da’wah Rasulullah SAW yang mengandalkan keindahan syair Al Qur’an sebagai metode da’wah yang efektif dalam menaklukkan hati suku-suku Arab yang gemar berdeklamasi.

Tak dapat disangkal bahwa kebiasaan keluar-masuk kampung dan memberikan hiburan gratis pada rakyat, melalui berbagai pertunjukan seni, pun memiliki nilai filosofi yang sama dengan kegiatan yang biasa dilakukan Khalifah Umar ibn Khattab r.a. yang suka keluar-masuk perkampungan untuk memantau umat dan memberikan hiburan langsung kepada rakyat yang membutuhkannya.

Persamaan ini memperkuat bukti bahwa Sunan Kalijaga adalah pemimpin umat yang memiliki karakter, ciri, dan sifat kepemimpinan yang biasa dimiliki para pemimpin Islam sejati, bukan ahli Kejawen.

Kamis, 19 Januari 2012

reset manual printer cacnon ip2270

1. Printer dalam keadaan mati dan kabel listrik terpasang.
2. Tekan tombol RESUME 2 detik kemudian tekan tombol POWER sampai lampu hijau nyala (saat menekan tombol POWER, ...tombol RESUME jgn dilepas dulu)
3. Kemudian lepas tombol RESUME, tapi jangan lepas tombol POWER.
4. Sambil tombol POWER masih tertekan, tekan tombol RESUME 5 kali. Led akan menyala bergantian orange hijau dengan nyala terakhir orange. (jangan sampai keliru 4x karena printer akan mati total, tapi sifatnya sementara juga) Kemudian ...
5. Lepaskan kedua tombol bersamaan.
6. Led akan blink sebentar kemudian akan nyala HIJAU.
7. Komputer akan mendeteksi device baru, abaikan saja .....
8. Keadaan ini menunjukkan printer iP2770 dalam keadaan SERVICE MODE dan siap direset.

Rabu, 18 Januari 2012

MENGENANG SEJARAH KA'BAH

Mengenang Sejarah Ka’bah


Ka’bah awalnya dibangun oleh Adam dan kemudian anak Adam, Syist, melanjutkannya. Saat terjadi banjir Nabi Nuh, Ka’bah ikut musnah dan Allah memerintahkan Nabi Ibrahim membangun kembali. Al-Hafiz Imaduddin Ibnu Katsir mencatat riwayat itu berasal dari ahli kitab (Bani Israil), bukan dari Nabi Muhammad.

Ka’bah yang dibangun Ibrahim pernah rusak pada masa kekuasaan Kabilah Amaliq. Ka’bah dibangun kembali sesuai rancangan yang dibuat Ibrahim tanpa ada penambahan ataupun pengurangan. Saat dikuasai Kabilah Jurhum, Ka’bah juga mengalami kerusakan dan dibangun kembali dengan meninggikan fondasi. Pintu dibuat berdaun dua dan dikunci.

Di masa Qusai bin Kilab, Hajar Aswad sempat hilang diambil oleh anak-anak Mudhar bin Nizar dan ditanam di sebuah bukit. Qusai adalah orang pertama dari bangsa Quraisy yang mengelola Ka’bah selepas Nabi Ibrahim. Di masa Qusai ini, tinggi Ka’bah ditambah menjadi 25 hasta dan diberi atap. Setelah Hajar Aswad ditemukan, kemudian disimpan oleh Qusai, hingga masa Ka’bah dikuasai oleh Quraisy pada masa Nabi Muhammad.

Dari masa Nabi Ibrahim hingga ke bangsa Quraisy terhitung ada 2.645 tahun. Pada masa Quraisy, ada perempuan yang membakar kemenyan untuk mengharumkan Ka’bah. Kiswah Ka’bah pun terbakar karenanya sehingga juga merusak bangunan Ka’bah. Kemudian, terjadi pula banjir yang juga menambah kerusakan Ka’bah. Peristiwa kebakaran ini yang diduga membuat warna Hajar Aswad yang semula putih permukaannya menjadi hitam.

Untuk membangun kembali Ka’bah, bangsa Quraisy membeli kayu bekas kapal yang terdampar di pelabuhan Jeddah, kapal milik bangsa Rum. Kayu kapal itu kemudian digunakan untuk atap Ka’bah dan tiga pilar Ka’bah. Pilar Ka’bah dari kayu kapal ini tercatat dipakai hingga 65 H. Potongan pilarnya tersimpan juga di museum.

Empat puluh sembilan tahun sepeninggal Nabi (yang wafat pada 632 Masehi atau tahun 11 Hijriah), Ka’bah juga terbakar. Kejadiannya saat tentara dari Syam menyerbu Makkah pada 681 Masehi, yaitu di masa penguasa Abdullah bin Az-Zubair, cucu Abu Bakar, yang berarti juga keponakan Aisyah.

Untuk membangun kembali, seperti masa-masa sebelumnya, Ka’bah diruntuhkan terlebih dulu. Abdullah AzZubair membangun Ka’bah dengan dua pintu. Satu pintu dekat Hajar Aswad, satu pintu lagi dekat sudut Rukun Yamani, lurus dengan pintu dekat Hajar Aswad. Abdullah bin Az-Zubair memasang pecahan Hajar Aswad itu dengan diberi penahan perak. Yang terpasang sekarang adalah delapan pecahan kecil Hajar Aswad bercampur dengan bahan lilin, kasturi, dan ambar. Jumlah pecahan Hajar Aswad diperkirakan mencapai 50 butir.

Pada 693 Masehi, Hajjaj bin Yusuf Ath-Taqafi berkirim surat ke Khalifah Abdul Malik bin Marwan (khalifah kelima dari Bani Umayyah yang mulai menjadi khalifah pada 692 Masehi), memberitahukan bahwa Abdullah bin Az-Zubair membuat dua pintu untuk Ka’bah dan memasukkan Hijir Ismail ke dalam bangunan Ka’bah.

Hajjaj ingin mengembalikan Ka’bah seperti di masa Quraisy; satu pintu dan Hijir Ismail berada di luar bangunan Ka’bah. Maka, oleh Hajjaj, pintu kedua–yang berada di sebelah barat dekat Rukun Yamani–ditutup kembali dan Hijir Ismail dikembalikan seperti semula, yakni berada di luar bangunan Ka’bah.

Akan tetapi, Khalifah Abdul Malik belakangan menyesal setelah mengetahui Ka’bah di masa Abdullah bin AzZubair dibangun berdasarkan hadis riwayat Aisyah. Di masa berikutnya, Khalifah Harun Al-Rasyid hendak mengembalikan bangunan Ka’bah serupa dengan yang dibangun Abdullah bin Az-Zubair karena sesuai dengan keinginan Nabi.

Namun, Imam Malik menasihatinya agar tidak menjadikan Ka’bah sebagai bangunan yang selalu diubah sesuai kehendak setiap pemimpin. Jika itu terjadi, menurut Imam Malik, akan hilang kehebatannya di hati kaum Mukmin.

Pada 1630 Masehi, Ka’bah rusak akibat diterjang banjir. Sultan Murad Khan IV membangun kembali, sesuai bangunan Hajjaj bin Yusuf hingga bertahan 400 tahun lamanya pada masa pemerintahan Sultan Abdul Abdul Aziz. Sultan inilah yang memulai proyek pertama pelebaran Masjidil Haram.

rabo wekasan

REBO WEKASAN

Yang jelas, seluruh tulisan di bawah ini ada hubungannya dengan :
· KH.M. Djamaluddin Achmad Pengasuh Bumi Damai Al-Muhibbin Tambakberas Jombang.
· KH. Muhammad Sholeh Qasim Ngelom Sepanjang, sebagai Ketua Lembaga Ta’mir Masjid Indonesia Cabang Sidoarjo.
· Pustaka al-Muhibbin, Tambakberas Jombang
· Kitab Kanzun Najah was Surur fil ad’iyyah allati Tasyroqush Shudur susunan seorang ulama Sunni, Asy-Syech Abdul Hamid Muhammad Ali al-Qudsi 1234-1280 H, Guru Besar dan Imam Besar di Masjidil Haram.( waktu itu mungkin Wahabi belum berkuasa).
· Kitab Risalah ‘Amaliyyah disusun Asy-Syeikh al-Qusyairi Hamzah Ibnul Amin Martapura menukil dari kitab Fawaidul Ukhrowiyyah dan kitab Ta’liqoh
· Kitab Fathul Muluk al-Majid linaf’il Abid susunan Al-‘Alim al Allamah Syech Ahmad ad-Dairobi
· Dawuh ‘Ulama ahli Kasyaf, Awliya’illah dan Aarifin billah

Bismillahirrahmaanirrahiim
Menurut para Wali-wali Allah, Ulama’ al-Arifin Billah dan para ahli Kasyaf, hari Rabo yang terakhir di bulan Shofar ( Jawa : Rebo pungkasan/ Rebo Wekasan ing sasi Sapar ) adalah hari terberat dalam setahun karena pada hari itu biasanya diturunkan 320.000 bencana(entah bencana itu terlihat jelas atau tidak tampak). Oleh karena itu, beliau-beliau mengajak kita pada malam itu (Selasa malam/malam Rabo terakhir bulan Shofar) untuk munajat, berdoa, dengan bahasa apapun di dunia ini, berdoa dan memohon keselamatan dunia-akherat. Berikut ini bentuk doa/ritual yang insya Allah pernah/biasanya/akan beliau-beliau lakukan.Semua lafadz bahasa arab, karena kebetulan kebanyakan Wali-wali yang mendapat ilham tentang hal ini itu kesehariannya berbahasa arab. Juga ada lafadz2 yang berasal dari nukilan dari surat/ayat al-Quran yang memang berbahasa Arab.Namun intinya, isi dari semua doa-doa nanti sarat dengan pengakuan bahwa kita hamba, lemah,gak mampu apa-apa, dengan berwasilah kepada Rasulullah dengan bershalawat kepada beliau, kita memohon pada Allah yang Maha Kuasa, Maha Agung, Maha berkehendak, agar selalu menganugerahi kita keselamatan, kebahagiaan hidup, dalam agama, di dunia, alam barzakh, dan akherat kelak.

1) Melaksanakan shalat sunnah muthlaq ( shalat yg tdk bernama, tapi tetap trmasuk sunnah):
Shalatnya {2 raka’at} x 2 ( berarti total 4 roka’at):
Usholli rok’ataini lillahi taala ( ketika Allohu akbar, dalam hati niyat : saya sholat 2 raka’at karena Allah Ta’ala)
Setiap rokaatnya membaca :
- Al-Fatihah : 1 x
- Al-Kautsar : 17 x
- Al-Ikhlas : 5 x
- Al-Falaq : 1 x
- An-Nas : 1 x
2) Surat Yasin :1 x. Ketika sampai pada : Salaamun Qoulam mir Robbir Rohiim, maka diulang-ulang hingga mencapai 313 x. Setelah itu, surat Yasin tersebut diteruskan hingga selesai.
3) Sholawat Munjiyat 3 x:
اَللّـهُمَّ صَلِّ عَلى سَـيِّدِناَ مُحَمَّدٍ صَلاَةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ اْلأَهْوَالِ وَاْلآفَاتِ وَتَقْضِى لَنَا بِهَاجَمِيْعَ اْلحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّـيِّئَآتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِّّغُنَا بِهَا أَقْصَى اْلغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ اْلخَيْرَاتِ فِى اْلحَيَاةِ وَ بَعْدَ اْلمَمَاتِ x٣
4) Doa Shafar
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَللّـهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سَـيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَ عَلَى ألِهِ وَ أَصْحَابِهِ
اَللّـهُمَّ ياَ شَدِيْدَ الْقُوَى , وَ ياَ شَدِيْدَ اْلمِحَالِ , ياَ عَزِيْزُ , ياَ مَنْ ذَلَّتْ لِعِزَّتِكَ جَمِيْعُ خَلْقِكَ , اِكْفِنىِ مِنْ شَرِّ جَمِيْعِ خَلْقِكَ , ياَ مُحْسِنُ, ياَ مُجَمِّلُ ياَ مُفَضِّلُ (ياَ مُتَفَضِّلُ) ياَ مُنْعِمُ , ياَ مُتَكَرِّمُ , ياَ مَنْ لآإِلهَ إِلاَّ أَنْتَ (اِرْحَمْنيِ) بِرَحْمَتِكَ ياَ اَرْحَمَ الرّاحِمِيْنَ , اَللّهُمَّ بِسِرِّالْحَسَنِ وَ أَخِيْهِ وَ جَدِّهِ وَأَبِيْهِ (وَأُمِّهِ وَ بَنِيْهِ), اِكْفِنىِ شَرَّ هذَا الْيَوْمِ , وَمَا يَنْزِلُ فِيْهِ , ياَ كَافِيَ (اْلمُهِمَّاتِ يَا دَافِعَ اْلبَلِـيَّاتِ) فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ , وَحَسْـبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِـيْلُ , وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ , وَصَلّى اللهُ عَلى سَـيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَّ عَلَى ألِهِ وَ صَحْبِه(وَسَلَّمَ) أَجْمَعِيْنَ .
اللّـهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِأَسْماَئِكَ الْحُسْنَى وَبِكَلِمَاتِكَ التَّامَّاتِ وَبِحُرْمَةِ نَبِيِّكَ سَـيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَ ألِهِ وَ صَحْبِه أَنْ تَحْفَظَنِيْ وَ أَنْ تُعَافِيَنِي مِنْ بَلآئِكَ, يَارَافِعَ الْبَلاَياَ, ياَ مُفَرِّجَ الْهَمِّ , وَ ياَ كاَشِفَ الْغَمِّ , اِِكْشِفْ عَنِّي ماَ كُتِبَ عَلَيَّ فِيْ هَذِهِ السَّنَةِِ مِنْ هَمٍّ أَوْ غَمٍِ , إِنَّكَ عَلَي كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. اَللّـهُمَّ صَلِّ عَلى سَـيِّدِناَ مُحَمَّدٍصَلاَةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ اْلأَهْوَالِ وَاْلآفَاتِ وَتَقْضِى لَنَا بِهَاجَمِيْعَ اْلحَاجَاتِ وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّـيِّئَآتِ وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ وَتُبَلِّّغُنَا بِهَا أَقْصَى اْلغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ اْلخَيْرَاتِ فِى اْلحَيَاةِ وَ بَعْدَ اْلمَمَاتِ . اَللّـهُمَّ اصْرِفْ عَنّاَ شَرَّ ماَ يَنْزِلُ مِنَ السَّمآءِ وَمَا يَخْرُجُ مِنَ اْلأَرْضِ , إِنَّكَ عَلَي كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.
Di Kitab Kanzun Najah, hal: 29 disebutkan, yang intinya kurang lebih begini :
Setelah amalan di atas tadi selesai dilakukan, ( tentunya dengan masih dalam keadaan masih punya wudlu, juga masih menghadap kiblat, dan dalam hati mohon keselamatan dunia-akherat, pen) tulislah ayat-ayat “Salam” berikut ini di atas piring/mangkok/nampan, dengan tinta yang mudah luntur ( spidol / boxi/ atau yg lain). Setelah ditulis, maka tuangkanlah air secukupnya pada piring/ mangkok/ nampan yang telah kita persiapakan tadi, sehingga tulisannya dilebur oleh air. Kemudian airnya kita minum, sisakan juga untuk keluarga-sanak famili. Sebaiknya jangan dihabiskan, karena sisa air tadi kalau bisa dimasukkan dalam sumur ( karena zaman sekarang jarang ada sumur, maka bisa saja dimasukkan dalam qulah, jeding, kendi atau galon).Inilah ayat-ayat “Salam” yang dimaksud:
سَلاَمٌ قَوْلاً مِّنْ رَّبِّ رَّحِيْمٍ
سَلاَمٌ عَلَى نُوحٍ فِي الْعَالَمِينَ
سَلاَمٌ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ
سَلاَمٌ عَلَى مُوْسَى وَهَارُوْنَ
سَلاَمٌ عَلَى إِلْ يَاسِيْنَ
سَلاَمٌ عَلَيْكُمْ طِبْـتُمْ فَادْخُلُوْهَا خَالِدِيْنَ
مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

Maka dengan semua itu, Insya Allah dg sifat karom-NYA, ALLAH akan selalu memberikan keselamatan pada kita.

Catatan : Seluruh tulisan ini, kami rangkum dari 2 (dua) file mp3 Pengajian Hikam th 2009 dan 2012 yang disampaikan oleh Guru kami, Syaikhina Romo KH.M Djamaluddin Achmad Bumi Damai Al-Muhibbin Tambakberas Jombang, ketika memberikan pengumuman tentang Rebo Wekasan, sebelum pengajian rutin al-Hikam dimulai.
Jika ada kesalahan tulis dan pemahaman, kami mohon maaf,dan segera klarifikasi ke ardwall_999@yahoo.co.id. Jika kami belum sempat membetulkan, silahkan diedit sendiri.Akhirnya, semoga tulisan ini memberikan manfaat dan mashlahat lanaa wa lil ummah. Mendapatkan Salamah, Sa’adah fid Diini, wad Dunya, wal Barzakh, wal Aakhirah. Aaamin.

Diselesaikan di : Sewulan-Kab.Madiun, 17 Januari 2012 M/ Selasa, 22 Shafar 1433 H
Ttd.
al-Faqiir ila-Alloh Ta’aala, Ardian al-Hidaya

di copy dari blog sobatku:
http://ardwall99.blogspot.com/2012/01/rebo-wekasan-17-januari-2012.html