Sabtu, 26 Januari 2013

teori tidurnya ashabul kahfi dan bisnis komoditi hewani

Setelah mengikuti pelantikan HIPSI (Himpunan Pengusaha Santri Indonesia) di kantor NU Jawa Timur beberapa waktu yang lalu, saya bertemu dengan pengusaha yang bergerak dalam penyembelihan sapi dari Jambi. Tiba-tiba KH Ahmad Sofwan datang bersama kepala divisi Bank Jatim Syariah dan mengajak shalat dan makan siang bersama di rumah yang tidak jauh dari kantor NU.
Sambil berjalan memasuki rumahnya, kiai besar dan terkenal dengan puluhan unit bisnis itu  bercerita tentang suka duka ekspor ikan kerapu ke Hong Kong dan Taiwan. “Yang paling rumit adalah menjaga ruh ikan. Siapa bisa ikut campur dalam urusan ruh..ha ha?,” Kata kiai yang semua anak, menantu dan semua cucunya hafal Al Qur’an itu. Jika ikan seharga Rp. 125.000 perekor di restoran Indonesia itu mati dalam pengiriman, maka harganya bisa jatuh lima puluh persen atau tidak laku sama sekali. Untuk antisipasi hal itu, agar ikan tidak bertarung dengan kawannya sendiri atau stres yang membawa kematiannya, maka ikan dibius dengan oksigen yang telah diamasukkan air. Baru enam jam berikutnya ikan hidup kembali, persis ketika sudah mendarat di bandara negara tujuan.
Sebelum kiai bercerita, pengusaha Jambi sudah berbagi pengalaman kepada saya tentang susahnya “menjaga ruh” sapi yang dikirim dari Jawa. Jika sapi dikirim selama lima hari dari Jawa ke Jambi tanpa istirahat, hampir dipastikan sapi stres atau mati sebelum sampai tujuan. Padahal Jambi amat membutuhkan pasokan sapi dari Jawa. Oleh sebab itu, para pengangkut sapi harus mengajak sapi beristirahat sehari di Batang (Jateng) dan sehari di Lampung. Itulah yang menyebabkan biaya ekonomi tinggi untuk asuransi dan biaya pengiriman.
Perbincangan tentang bisnis yang terkait dengan ruh itu mengingatkan saya tentang kisah  beberapa pemuda yang ditidurkan Allah selama 309 tahun dalam sebuah gua. “Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu.... (QS. Al Kahfi [18]:11), ...”Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun lagi..” (QS Al Kahfi [18]:25). Maksud ayat itu, Allah menutup telinga mereka sehingga tidur mereka lebih nyenyak dan tidak bisa dibangunkan oleh suara apapun.
Di samping banyak pelajaran yang bisa diambil dari ayat di atas, bisa saja Allah menjelaskan kisah itu agar para ahli biologi berkreasi membuat bius semua hewan yang sedang menjadi komoditi bisnis agar hewannya tidak stres dan mati. Pengusahanya juga tidak stres menghadapi resiko kerugian dan angsuran bank. Jika Teori Tidur Al Kahfi ini bisa dikembangkan oleh ahlinya, apalagi dengan biaya yang rendah, maka ayat ini menjadi salah satu kiat sukses bagi para entrepreneur yang sedang berdiskusi di kantor NU sampai sore itu. Di antara pengusaha ekonomi menengah itu terdapat para pemula usaha yang terkait dengan “ruh” yaitu peternak lele, kambing, sapi, ayam, pemasok ikan segar ke beberapa restoran dan sebagainya. Semoga ruh hewan bisnis mereka terjaga, dan ruh bisnis mereka semakin hidup dan berkembang. Selamat bangkit menjadi santri “pemberi” bukan “penerima” dana.

Tidak ada komentar: