Setelah
mengikuti pelantikan HIPSI (Himpunan Pengusaha Santri Indonesia) di
kantor NU Jawa Timur beberapa waktu yang lalu, saya bertemu dengan
pengusaha yang bergerak dalam penyembelihan sapi dari Jambi. Tiba-tiba
KH Ahmad Sofwan datang bersama kepala divisi Bank Jatim Syariah dan
mengajak shalat dan makan siang bersama di rumah yang tidak jauh dari
kantor NU.
Sambil
berjalan memasuki rumahnya, kiai besar dan terkenal dengan puluhan unit
bisnis itu bercerita tentang suka duka ekspor ikan kerapu ke Hong Kong
dan Taiwan. “Yang paling rumit adalah menjaga ruh ikan. Siapa bisa ikut
campur dalam urusan ruh..ha ha?,” Kata kiai yang semua anak, menantu
dan semua cucunya hafal Al Qur’an itu. Jika ikan seharga Rp. 125.000
perekor di restoran Indonesia itu mati dalam pengiriman, maka harganya
bisa jatuh lima puluh persen atau tidak laku sama sekali. Untuk
antisipasi hal itu, agar ikan tidak bertarung dengan kawannya sendiri
atau stres yang membawa kematiannya, maka ikan dibius dengan oksigen
yang telah diamasukkan air. Baru enam jam berikutnya ikan hidup kembali,
persis ketika sudah mendarat di bandara negara tujuan.
Sebelum
kiai bercerita, pengusaha Jambi sudah berbagi pengalaman kepada saya
tentang susahnya “menjaga ruh” sapi yang dikirim dari Jawa. Jika sapi
dikirim selama lima hari dari Jawa ke Jambi tanpa istirahat, hampir
dipastikan sapi stres atau mati sebelum sampai tujuan. Padahal Jambi
amat membutuhkan pasokan sapi dari Jawa. Oleh sebab itu, para pengangkut
sapi harus mengajak sapi beristirahat sehari di Batang (Jateng) dan
sehari di Lampung. Itulah yang menyebabkan biaya ekonomi tinggi untuk
asuransi dan biaya pengiriman.
Perbincangan
tentang bisnis yang terkait dengan ruh itu mengingatkan saya tentang
kisah beberapa pemuda yang ditidurkan Allah selama 309 tahun dalam
sebuah gua. “Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu.... (QS. Al Kahfi [18]:11), ...”Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun lagi..”
(QS Al Kahfi [18]:25). Maksud ayat itu, Allah menutup telinga mereka
sehingga tidur mereka lebih nyenyak dan tidak bisa dibangunkan oleh
suara apapun.
Di samping banyak pelajaran yang bisa diambil dari ayat di atas, bisa
saja Allah menjelaskan kisah itu agar para ahli biologi berkreasi
membuat bius semua hewan yang sedang menjadi komoditi bisnis agar
hewannya tidak stres dan mati. Pengusahanya juga tidak stres menghadapi
resiko kerugian dan angsuran bank. Jika Teori Tidur Al Kahfi ini bisa
dikembangkan oleh ahlinya, apalagi dengan biaya yang rendah, maka ayat
ini menjadi salah satu kiat sukses bagi para entrepreneur yang sedang
berdiskusi di kantor NU sampai sore itu. Di antara pengusaha ekonomi
menengah itu terdapat para pemula usaha yang terkait dengan “ruh” yaitu
peternak lele, kambing, sapi, ayam, pemasok ikan segar ke beberapa
restoran dan sebagainya. Semoga ruh hewan bisnis mereka terjaga, dan ruh
bisnis mereka semakin hidup dan berkembang. Selamat bangkit menjadi
santri “pemberi” bukan “penerima” dana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar