Jumat, 07 Oktober 2011

DINASTI SALJUK

DINASTI SALJUK
Adapun kaum saljuk adalah satu persukuan bangsa Turki yang di zaman Sultan Mahmud Sabaktakin, setelah mereka memeluk Agama Islam diberi tanah tempat mereka tinggal yang baru, setelah mereka meninggalkan tanah tumpah darah mereka yang asal. Kabilah ini berasal dari suatu jurnai bangsa Turki yang bernama Gez, keturunan dari Saljuk ibn Taklak, asal turunnya dari Turkistan di bawah perintah Raja Turki yang bernama Bigu. Taklak adalah kepala suku, tempat anak cucunya meminta keputusan di dalam perkara – perkara yang sulit. Puteranya bernama Saljuk. Saljuk ini sangat dipercayai, oleh raja Turki itu sehingga dianggkat menjadi kepala perang. Tetapi permaisuri Raja Turki Bigu memberi nasehat kepada suaminya agar Saljuk lekas dibunuh, karena pengaruhnya nampak kian lama kian besar, takut kelak akan menyaingi baginda.

Maksud raja hendak membunuhnya itu terdengar oleh Saljuk. Maka dikumpulkannya segala pengikut dan persukuannya dan segera berpindah boyongan ke negeri Islam. Kerajaan yang berkuasa di waktu itu ialah Kerajaan Sabaktakin. Kedatangan mereka di sambut sebaik-baiknya oleh Sultan Mahmud, diberi tanah dan negeri dan diberi kepercayaan di dalam peperangan-peperangan yang besar-besar. Dan seluruh mereka di bawah pimpinan Saljuk sendiri menukar agamanya yang lama dengan Agama Islam. Negeri yang disediakan buat mereka ialah Sihun. Dari sana mereka senantiasa melancarkan serangan kenegeri-negeri yang di bawah kuasa musuh lamanya, Bigu Raja Turki itu.

Pada waktu itu terjadilah perebutan kekuasaan dengan perluasan daerah diantara Kerajaan Samaniyah dengan Harun ibn Ailah Khan. Harun adalah seorang pemuka Turki lain yang sedang meluaskan kuasa pula, sehingga beberapa daerah dibawah kekuasaan Bani Saman telah dapat dikuasainya. Maka Kerajaan Samaniyah mendapat akal, yaitu memukul Turki dengan Turki. Mereka meminta bantuan kepada Saljuk memerangi Harun. Permintaan itu dikabulkan oleh Saljuk dan diserahkannya memimpin peperangan kepada puteranya Arselan. Mereka dapat mengusir Harun dan kembali kekuasaan kepada Bani Saman.

Sejak itu bertambah rapatlah hubungan Bani Saman dengan Bani Saljuk.

Saljuk sampai wafatnya tidak pernah berpisah dengan tentaranya, dan seketika dia wafat meninggalkan tiga orang puteranya, yaitu Arselan, Mikail, dan Musa.

Diantara ketiga puteranya itu Mikail terlebih utama, menjadi seorang kepala perang yang gagah perkasa dan tewas di medan perang juga. Dia meninggalkan putera Bigu, Togrol Bey, Muhammad dan Jugri Bey Daud. Keempat pemimpin ini dimuliakan dan dita’ati oleh kaumnya. Akhirnya dapatlah mereka berkuasa dibagian Kharasan dan dibuat mereka pula hubungan yang baik dengan pemimpinnya disana, yaitu Abu Sahl Ahmad ibn Hasan Al-Hamduni. Abu Sahl menyerahkan negeri Dandankan ke bawah kuasa mereka. Kian lama mereka kian besar dan menaklukan, sehingga akhirnya berjumpalah tentera mereka dengan tentera Raja Mas’ud ibn Mahmud ibn Sabaktakin yang dahulunya memberikan perlindungan kepada mereka. Mereka telah kuat sehingga Mas’ud tidak dapat bertahan lagi dan dapat mereka kalahkan pada tahun 430 H. Kekuasaan mereka kian lama kian meluas. Bukan saja Kharasan lagi, bahkan telah melimpah ke Irak.

Diantara keempat putera Mikail itu ada Togral Bey yang lebih gagah perkasa. Dikuasainya negeri Raj (yang terletak di kota Teheran sekarang) dan kemudian diteruskannya perkembangannya ke negeri Kazwin dan dikuasainya pula dengan berdamai. Sesudah itu ditaklukannya pula negeri Hamdan, dan pelopor-pelopor tenteranya akhirnya telah masuk kewilayah Irak, dan telah dekat dari Bagdad.

Bagdab ketika itu bukan seperti Bagdad di zaman Harun Al-Rasyid lagi. Disana hanya kedudukan Khalifah-khalifah yang tidak mempunyai kekuasaan apa-apa. Kekuasaan nenek moyangnya telah dibagi-bagi oleh Raja-raja yang berdiri sendiri, dan sejak Bani Buaihi Bagdad di bawah kuasa mereka dan khalifak-khalifah hanyalah dibacakan namanya dalam khotbah jum’at du samping Raja yang mengasai Bagdad.

Sampai Thogral Bey ke Bagdad dan turunlah tenteranya di pinggir sungai Dajlah. Bani Buaihi yang selama ini berkuasa, pada waktu itu telah pecah kekuasaan-nya dan telah hilang kewibawaannya dari hati. Apa lagi Bani Buaihi terang-terangan berfaham Syi’ah dan seakan-akan memaksakan fahamnya kepada penduduk Bagdad yang sebagian besar menganut faham Sunnah. Sedang Thogral Bey adalah penganut Sunnah, sebagai umumnya bangsa Turki. Dari itu maka orang-orang terkemuka di Bagdad bermupakat menulis surat dan mengantarkannya dengan utusan, menyatakan bahwa penduduk Bagdad Tha’at setia kepada baginda dan khalifah sendiri menyatakan bersedia menyambutnya dan bersedia pula menyuntingkan nama Thogal Bey dalam khotbah jum’at, sebagai ganti dari Bani Buaihi, di samping nama khalifah.

Maka masuklah Thogal Bey ke dalam kota Bagdad dengan beberapa kemenangan. Khalifah sendiri, yaitu Al-Qaim bi Amrillah turut mengagung-agungkannya, yaitu sesudah dibacakannya alamat tha’at pada setiap masjid, yaitu pada 22 hari bulan Muharram 447 H. Dan pada tanggal 25 Muharram Raja itu masauk.

Ada 9 khalifah-khalifah Bani ’Abbas yang di bawah perlindungan Bani Saljuk, yaitu dari mulai khalifah ke-26 (Al-Qaim bi Amrillah) sampai khalifah yang ke-34 (Ahmad An-Na’shir bin Al-Mustadhi’).

Thogrol Bey berusaha pula memperdekat pertalian keluarganya dengan khalifah sehingga saudara perempuannya dikawinkannya dengan beliau. Kemudian itu di jangkaunya pula barang yang menjadi pantangan bangsa Arab turun-temurun, yaitu dipinangnya saudara perempuan khalifah sendiri untuk jadi istrinya. Permohonannya itu terpaksa dikabulkan oleh khalifah. Baginda dikawinkan dengan saudara perempuan baginda yang usianya telah 90 tahun. Tidak pernah istrinya itu dipulanginya, karena maksud baginda hanya untuk menunjukan bahwa kuasanya dapat merobah adat yang begitu keras.

Setelah Togrol Bey meninggal, naiklah menggantikannya puteranya yang bernama Alp Arselan (artinya singa yang menang). Alp Arselan terkenal karena gagah perkasanya dan sangat teguhnya memegang agama Islam dan menyiarkannya.

Musush yang dipandangnya sangat berbahaya ialah kerajaan Romawi Timur, dan Maharaja Romawi waktu itu ialah seorang yang gagah perkasa pula, Armanus namanya. Sampai terjadilah peperangan yang besar dan dasyat.

Sedianya akan kalahkah Alp Arselan karena kekuatan yang tidak seimbang. Tetapi karena sangat beraninya menghalang maut, dapatlah kekalahan itu dilepaskan-nya, bahkan Maharaja Armanuslah yang dapat ditawannya. Alp Arselan meninggal dalam sebuah perang tanding dengan Amir Yusuf dinegeri Khawarizm yang beliau taklukan. Sebab beliau tidak mau mempertahankan diri seketika Amir datang menikamnya dengan Khanjar. Beliau juga memerintahkan untuk menulis dalam nisannya sebuah kalimat ” Wahai segala mereka yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Alp Arselan yang sampai kelangit. Datanglah ke Mervu dan lihatlah kebesaran itu telah terbenam dalam tanah ”.

Zaman pemerintahan Alp Arselan itu dipandang sebagai zaman yang gilang-gemilang. Karena baginda mempunyai pahlawan-pahlawan perang yang gagah perkasa, lagi amat menghormati ulama dan memajukan ilmu pengetahuan. Banyak masjid beliau dirikan dan banyak amal-amal akhirat yang beliau anjurkan. Terutama lagi karena beliau mempunyai seorang Wazir besar yang sangat bijaksana, Al-Wazir Nizam-ul-Mulk. Atas anjuran Wazir inilah beridiri sekolah Tinggi Nizamiyah, yang berpusat di Naisabur. Dengan cita-cita untuk membela kepercayaan kaum Sunni, sebagai tandingan faham Syi’ah. Dalam madrasah-madrasah Nizamiyah itulah timbul bintang-bintang Islam Imam ul Haramain dan Imam Ghazali.

Setelah Alp Arselan meninggal, naiklah putranya Malik Syah. Diapun seorang raja besar seperti ayahnya dan mempunyai jasa-jasa besar dan amat luaslah kerajaan-nya, sampai dengan Kasygar (Singkiang) di Tiongkok, seperti Bukhara, Samarkhan dan Khawarizm, sehingga zaman itu tidak ada sultan atau raja lain yang melebihinya di Asia.

Satu perkara yang menjadi kenang-kenangan orang tentang kebaikan Malik Syah, ialah ketika saudaranya memberontak hendak merebut kekuasaan dari tangannya. Pemberontakan telah dimulainya dari Tharsus. Pada suatu hari, setelah mengerjakan sholat jum’at, berjumpalah beliau dengan wazir besar Nizam-ul-Mulk, lalu beliau bertanya: ” jika kami menang menghadapi perlawanan saudara kami, apakah yang baik dikerjakan ”.

Wazir menjawab: ”semoga baginda memperoleh kemenangan dan dapat menundukkan saudara baginda yang mendurhaka itu ”.

Malik Syah menjawab: ” permononanku kepada Tuhan lain daripada permohonan kepada wazir! Saya mohon biarlah saudaraku diberikan kemenangan jika dia lebih layak dari padaku memegang kerajaan.

Dengan demikian terdapat kecacatan dalam sejarah Malik Syah karena suka terpengaruh terpengaruh oleh bisikan-bisikan kaum pemfitnah. Adapun seorang diantara selir baginda yang sangat baginda cintai, selir tersebut menginginkan baginda mati untuk dapat mengangkat anaknya menjadi sultan. Namun usaha tersebut tidak dapat terlaksanan selama Wazir besar Nizamul-Mulk masih ada. Maka oleh karena itu dibuatlah berbagai fitnah, yang mengatakan bahwa Wazir ingin berkuasa sendiri dalam negara dan akan membelokan kesultanan kepada keturunannya. Malik Syah terpengaruh terhadap hasutan tersebut, sehingga Wazir besar Ma’zulkan yang berjasa tersebut dan digantikan dengan wazir yang lain yang dapat dipengaruhi oleh kaum istana. Dan wazir yang baru tersebut takut wazir besar Nizam-ul-Mulk akan menjabat kembali kelak kalau ternyata oleh baginda bahwa dia sebagai pengganti tidak cakap. Lalu di surunhnya orang pergi membunuh wazir besar tersebut yang namanya sudah terkenal di sejarah Bani Saljuk, sehingga matilah wazir itu dibunuh penghianat.

Di dalam riwayat lain disebut bahwa pembunuhan wazir besar ini ada campur tangan kaum Isma’iliyah di bawah pimpinan Hasan Sabah.

Makin lama makin bersalah Malik Syah terhadap perbuatannya, sehingga tidak senang hatinya untuk dapat tinggal lagi di kerajaan yang sekarang. Beliau menginginkan untuk memindahkan pusat kerajaannya ke negeri Bagdad. Tetapi sepuluh hari sebelum mendapat jawaban dari khalifah di Bagdad tentang kemungkinan pemindahan tersebut, Malik Syah meninggal dalam usia yang masih muda, yaitu 33 tahun. Dan banyak juga jasa yang beliau tinggalkan, serta perjuangan-perjuangan lain yang beliu perjuangkan bersama wazir besar ketika mereka masih berbaikan. Ilmu pengetahuan sangatlah maju saat itu, terutama ilmu hisbah dan falak. Pada waktu itulah seorang sarjana menyusun Taqwim ” Islamy sebagai dasar pembelajaran ilmu falak, yang terkenal namanya dengan nama Taqwim Al-Jalaliyah,” dibangsakan kepada gelar kebesaran Raja Malik Syah, yaitu Jalaluddin Abu ’Lfathi Malik Syah.

Di zaman Malik Syah hidup penyair-filosof-falaki Omar Khayam.

Setelah beliau meninggal, berhasil juga pada mulanya maksud selir beliau yang telah menanamkan pengaruh dalam istana menaikan putera baginda Mahmud menjadi gantinya dengan gelar Nashir Uddin, padahal dia merupakan putra pslin kecil (485 H). Tetapi anak tertua Barkiyaruq dapat merebut kekuasaan dan Mahmud dan ibunya dibunuh oleh yang memenangkan kedudukan. Barkiyaruq naik tahta dengan gelar Ruknuddin Abu’I Muzaffar Barkiyaruq. Di zaman putra yang menggantikannya, Malik Syah II mulailah pecah perang salib dan baginda telah turut menghadapu peperangan itu. Tetapi puteranya yang bergelar Ghiyatstuddin Abu Syuja’ yang naik menggantikan adalah seorang yang lemah pemerintahannya, sehingga tak dapat mencegah bahaya yang telah mulai datang dari mana-mana. Maka naiklah pamannya Sanjar putera Malik Syah I merebut kekuasaan dari tangannya dan memulihkan kembali kebesaran Bani Saljuk, dan putera-putera saudaranya diangkat menjadi wali di negeri-negeri yang lain.

Hampir dari tujuannya berhasil mengangkat kembali kemegahan Bani Saljuk kalau tidak terjadi peperangan dengan Kabilah Al-Qizz, satu kabilah dari bangsa turki. Kabilah tersebut tidak mau tuduk dan tidak mau membayar jazirah, dan kemudian beliau memeranginya. Tetapi beliaulah yang tersekap dan meninggal. Setelah Sajar meninggal terjadi perpecahan kembali dalam kalangan keluarga dan perebutan mahkota yang tidak henti-hentinya sampai 4 tahun lamanya, yang melemahkan mereka sendiri dan memecah belahkan kekuatannya, sehingga akhirnya timbullah sebuah kerajaan baru di negeri Khawarizm, di mulai oleh Takasy seorang keturunan dari wali-wali yang ditanan oleh daulat Saljuk di negeri Khawarizm. Tetapi kekuasaan keluarga Takasy di Khawarizm tidak bertahan lama, sebab kemudian timbul air bah yang menjadikan sejarah yang paling dasyat, yang menyapu segala bangunan kerajaan-kerajaan Islam yang terkenal itu, yaitu bangsa Mongol dan Tartar di bawah pimpinan Jengis Khan Maharaja dari Mongol yang terkenal itu.

Adapun kerajaan Bani Saljuk Yang terbagi dalam lima keluarga:

1. Kerajaan Saljuk raya

Menguasai khorasan, Rayi, pegunungan iran, tanah irak, jazirah, parsia dan Al-Ahwaz. Kerajaan itu jatuh karena naiknya kerajaan Syah Khawarizm.

Berkuasa dari tahun 429 sampai 522 H

2. Daulat Saljukiya Karman

3. Daulat Saljukkiya di Irak

4. Daulat Saljukiya di Syam

5. Daulat Saljukiya di Rum (Asia Kecil)

Tidak ada komentar: