oleh:
Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag.
Guru Besar pada Fakultas Dakwah
Ketika
di depan kaca hias, tiba-tiba Anda melihat satu titik debu hitam di
dahi? Pertanyaan ini lebih jelas lagi jawabannya jika Anda perempuan.
Berapa kali Anda bolak balik ke kaca hias hanya ingin melihat bisul
kecil di dekat hidung Anda sudah kempes atau belum. Inilah yang disindir
oleh Imam Al Ghazali, “Manusia lebih peka dengan kotoran kulit daripada
kotoran batin”. Setiap hari Anda menggosok badan dengan sabun wangi,
menyemprot parfum di lengan baju dan berdandan serapi mungkin. Sebelum
berangkat keluar masih balik lagi ke kaca untuk memastikan kerapian.
Tapi Anda tidak memiliki keseriusan yang sama untuk mengharumkan hati.
Anda
tak keberatan membayar ratusan ribu rupiah agar Laboratorium Medis
menunjukkan jenis penyakit Anda. Setelah itu Anda membayar lagi jutaan
rupiah untuk berobat ke rumah sakit. Tapi, maukah Anda membayar yang
sama kepada kawan yang memberitahu bahwa Anda angkuh, kikir, dan dengki?
Padahal itu semua penyakit hati yang lebih berbahaya daripada kanker.
Boro-boro membayar uang, terima kasih saja tidak. Bahkan seringkali
nasib para pengritik lebih buruk daripada para pemuji. Padahal para
pengeritik itulah sebenarnya dokter Anda.
Hati
adalah raja dan semua anggota badan adalah rakyatnya. Perbuatan yang
baik hanya lahir dari hati yang bersih. Hati yang kotor akan memproduk
perkataan, sikap dan perbuatan yang tercela. Dalam bersujud, Nabi SAW
memohon kepada Allah cahaya dalam hatinya agar menjadi hati yang bersih,
“Wahai Allah berikan cahaya di hatiku”. Hati yang tersinari cahaya
Allah akan membuat seseorang tawadlu, tidak sombong, mudah memaafkan
orang, tidak pendendam, ikhlas menerima apapun pemberian Allah. Surga
adalah tempat yang suci, maka hanya orang berhati suci yang diijinkan
memasukinya.
Maukah
Anda saya “pertemukan” dengan orang yang sejak kecil ikut Nabi agar
Anda lebih serius membersihkan kalbu dari debu syirik, dan penyakit hati
lainnya?. Inilah orangnya, Anas bin Malik R.A. Dengarkan ceritanya
berikut ini. Pada suatu hari, kami duduk bersama Rasulullah SAW,
kemudian beliau bersabda, “Sebentar lagi akan datang di hadapan kalian
seorang pria calon penghuni surga”. Tiba-tiba datanglah seorang pria
dengan jenggot yang masih basah dari air wudlu, sambil memegang sandal
kusut di tangan kirinya.
Dalam
pertemuan esok harinya, Nabi berkata yang sama, “Akan datang seorang
laki-laki penghuni surga”. Tidak lama kemudian, muncullah laki-laki
yang sama. Begitulah Nabi mengulang sampai tiga kali. Ketika pertemuan
itu selesai, ada seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Amr penasaran
ingin tahu siapa sebenarnya laki-laki celon penghuni surga itu.
Abdullah
membuntuti laki-laki itu sampai ke rumahnya. Lalu ia berkata, “Tuan,
saya baru saja bertengkar dengan ayah saya, dan berjanji tidak akan
pulang sampai tiga hari. Bolehkah saya tinggal di rumah tuan selama
hari-hari itu?”. Laki-laki itu dengan suka hati mengijinkan Abdullah
tidur di rumahnya selama tiga malam.
Selama
itu Abdullah ingin mengetahui secara langsung bagaimana ibadah
laki-laki itu. Segala gerak gerik laki-laki itu diamati, sampai tengah
malam pun ingin dilihat apa yang dilakukannya. Tetapi, selama itu pula
dia tidak menyaksikan sesuatu yang istimewa di dalam ibadahnya. “Apa
benar orang seperti ini dijamin masuk surga?” tanya Abdullah dalam hati.
Lalu Abdullah berkata, “Tuan, sebenarnya aku tidak bertengkar dengan
ayah dan tidak pula berjanji tidak pulang. Aku hanya penasaran, apa
rahasia Tuan sehingga disebut laki-laki calon penghuni surga sampai tiga
kali”. Kata Abdullah selanjutnya, “Aku ingin meniru Tuan agar bisa
mendapat kehormatan seperti Tuan”.
Laki-laki
itu menjawab, “Teman, yang aku kerjakan tidak lebih dari yang engkau
saksikan”. Ketika Abdullah akan berpamit, laki-laki itu memanggil dan
berkata, “Demi Allah, ibadahku selama ini tidak lebih dari apa yang kau
saksikan selama kau di rumahku. Hanya saja aku tidak pernah menyimpan
niat buruk sedikitpun terhadap sesama muslim. Aku juga tidak pernah
menyimpan rasa iri terhadap kelebihan atau prestasi yang diberikan
kepada siapapun”. Lalu Abdullah berkata, “Luar biasa, betapa bersih hati
tuan dari perasaan jelek terhadap sesama muslim, dan betapa bersih pula
dari iri hati terhadap kelebihan muslim lainnya. Inilah akhlak yang
belum bisa saya lakukan”
Banyak kunci untuk membuka pintu surga. Ada kunci dari pahala mengajar
mengaji Al Qur-an, dari pahala haji dan umrah, dari shalat malam,
taraweh dan witir, dari pahala sedekah dan sebagainya. Tapi berdasar
hadis di atas, kunci surga yang paling mahal adalah dari pahala prestasi
menjaga kebersihan hati. Dengan fasilitas atau harta yang melimpah,
Anda bisa dengan mudah pergi umrah dan haji puluhan kali. Bisa juga
shalat sepanjang malam dan membaca Al Qur’an sampai tuntas (khatam)
setiap hari. Tapi tidak dijamin Anda sukses membersihkan hati, apalagi
kotoran hati sesamar debu. Diperlukan perjuangan berat dan panjang (jihadul akbar)
untuk menjaga kebersihan hati. Daripada melagukan lagu-lagu tidak
bermutu, lebih baik Anda sering-sering melantunkan syair ini: “Jagalah
hati, jangan kau kotori. Jagalah hati, lentera hidup ini. Bersihkan
hati, dari iri dan dengki; Bersihkan hati, untuk ridla ilahi”.
sumber:
http://sunan-ampel.ac.id/kolom-akademisi/1518-kalbu-tak-berdebu.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar